Kamis, 02 Januari 2014

PROFIL KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU


Mohamad Habibi
ilmu keolahragaan - FIK UNESA

PROFIL KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU 
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang sebesar-besarnya guna kesempurnaan karya tulis ini.
Penulis telah berusaha untuk melakukan sejumlah perbaikan, terutama yang berkaitan dengan penulisan.
Akhirnya penulis mengharapkan karya tulis ini dapat berguna bagi pembaca, bermanfaat bagi yang membutuhkan khususnya saya sendiri dan masyarakat umum, serta karya tulis ini dapat meningkatkan prestasi bagi pelaku olahraga yang akan datang.

                                                                        Semarang, Agustus 2009
                                                                        Penulis


                                              Pangondian Purba
                                 0602509027





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................        i
DAFTAR ISI..............................................................................................       ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................       1     
      A.  Latar Belakang Masalah...................................................................       1
      B.  Tujuan Penulisan..............................................................................       4
      C.  Manfaat Penulisan............................................................................       4
BAB II PROFIL KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU.…      5
           1. Profil Kondisi Fisik .   .…………………………………………       5
               1.1.  Kecepatan…………………………………….……………       7
               1.2.  Daya Ledak Otot (Power)…………..……………………..       8
         1.3.  Kelentukan……………………………….………………..       9
                1.4.  Kelincahan………………………………………………...      10
                1.5.  Kekuatan otot ……………………………………………..      10
                1.6. Daya tahan jantung paru…………………………………..        11
                1.7. Daya tahan otot……………………………………………       12     
          2. Standard KONI Pusat……..……………………………………..       13
          3. Kondisi Psikis………………………………………………….…      18
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………        23
         1.  Kesimpulan ……………………………………………………..        23
         2.  Saran ............................................................................................        23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….……         24

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            Profil adalah keadaan atau potensi dan gambaran yang ada dalam diri seseorang. Keadaan dan gambaran seseorang dalam berpikir dengan cepat dan tepat dengan meningkatkan setiap aktivitas yang dikerjakan, faktor ini dianggap penting sehingga sangat menentukan seseorang dalam berprestasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:204). Dari sisi lain, ada juga yang menganggap bahwa profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam berprestasi.
            Kondisi fisik merupakan salah satu syarat yang dipergunakan dalam mencapai suatu prestasi. Untuk menghasilkan puncak prestasi pada atlet perlu adanya penerapan latihan fisik yang terprogram secara sistematis. Hal ini dikemukakan oleh Bompa (1988:2) yakni: “Persiapan fisik harus dipertimbangkan sebagai unsur yang diperlukan dalam latihan guna mencapai prestasi tertinggi”.
            Menurut Sajoto (1988:57) bahwa komponen kondisi fisik terdiri dari: 1) kekuatan, 2) daya tahan, 3) daya ledak, 4) kecepatan, 5) kelentukan, 6) keseimbangan, 7) kelincahan, 8) koordinasi, 9) ketepatan, dan 10) reaksi.
            Pada umumnya para ahli mengklasifikasikan kebugaran jasmani menjadi 2 bagian, yaitu kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan (yaitu nadi, haemoglobin, tinggi badan, berat badan, tekanan darah), dan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan keterampilan gerak (yaitu kecepatan, kekuatan, daya tahan, daya ledak, kelentukan, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan, dan reaksi). Sejalan dengan pendapat di atas, seluruh cabang olahraga diharuskan memiliki komponen kondisi fisik tersebut, termasuk dalam cabang olahraga Wushu.
            Wushu di Indonesia yang sebelumnya dikenal dengan nama kuntauw dan di dunia dikenal dengan nama kungfu merupakan seni bela diri yang memiliki sejarah ribuan tahun dan merupakan warisan budaya Cina yang sangat berharga. Wushu terbagi atas dua kelompok yaitu Taulo (seni atau jurus) dan Sanshou (perkelahian). Sugiarto (1999:6)
            Perkembangan Wushu di Indonesia di awali dengan kedatangan ahli-ahli silat dari daratan Cina dengan berbagai tujuan, ada yang untuk mencari penghidupan yang lebih baik, ada yang menjual obat serta mempertunjukkan sulap, ada yang menjadi pengawal barang-barang berharga ke tempat lain yang harus melewati daerah-daerah berbahaya dan ada pula yang datang karena kapalnya terdampar saat berlayar. Mereka yang menetap kemudian membuka perguruan silat. Sejalan dengan waktu yang terus berjalan, begitu juga dengan perkembangan wushu di Indonesia hingga akhirnya ahli-ahli Wushu dari Cina berdatangan. Kedatangan para ahli silat tersebut membawa angin segar bagi sistem pengajaran beladiri di Indonesia, dan pada tanggal 10 November 1992 dibentuklah Pengurus Besar Wushu Indonesia Oleh Brigjen TNI IGK Manila di Jakarta. Sugiarto, dkk (1999)
            Sejalan dengan perkembangannya maka Wushu pun resmi di pertandingkan di SEA Games XVI 1991. Seiring perkembangan tersebut maka persaingan untuk menjadi yang terbaik pun semakin ketat. Untuk menjadi yang terbaik tentunya setiap Pengurus Daerah dituntut untuk terus melakukan pembenahan diri, mulai dari perbaikan tempat latihan sampai kepada para atlet. Wushu Indonesia yang sudah sesuai dengan standard internasional untuk sasana latihan olahraga terus malakukan perbaikan pada kondisi fisik dan psikis untuk menjaga para atlet agar  selalu siap menghadapi setiap pertandingan nasional maupun internasional.
            Dengan prinsip latihan: intensitas latihan, frekuensi latihan dan volume latihan dengan prinsip over load. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kesehatan atlet Wushu pada tingkat yang lebih baik.
            Untuk menyandang predikat juara di event-event nasional maupun internasional diperlukan beberapa faktor pendukung terutama kondisi fisik dan psikis yang baik dari para atlet yang akan bertanding agar siap dengan kondisi pertandingan sebenarnya. Atlet dikatakan baik apabila telah memiliki fisik, teknik, taktik dan mental secara spesifik dan siap bertanding. Atlet dikatakan sedang apabila ditemukan kekurangan pada teknik atau fisik yang hanya dapat bermain pada setengah pertandingan. Atlet dikatakan kurang apabila tidak memenuhi kategori fisik, teknik, taktik dan mental yang baik.
            Unsur kondisi fisik yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan oleh para atlet Wushu adalah kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, kelentukan, keseimbangan, kelincahan, koordinasi, ketepatan dan reaksi. Setelah memperhatikan peningkatan kondisi fisik, maka selanjutnya akan dilihat faktor psikis para atlet Wushu. Karena faktor psikis juga sangat menentukan dalam memenangkan suatu event. Setiap pemain harus memiliki kepercayaan diri dan mental juara untuk dapat mengalahkan lawan-lawannya.
            Faktor-faktor psikis perlu mendapat perhatian dari pelatih adalah mental bertanding, tingkat kepercayaan  diri, perasaan cemas dan takut kalah, takut mengadapi teror penonton, perasaan mudah marah, ketegangan diri, perasaan bingung dan depresi. Semua faktor psikis ini akan dihadapi pada setiap pertandingan, apalagi pertandingannya sebesar Kejurnas, PON maupun kejuaraan Internasional. Dari faktor kondisi fisik tersebut, diharapkan atlit Wushu memiliki standard dengan penilaian sangat baik pada norma yang telah ditetapkan oleh KONI Pusat dan tidak merasakan faktor psikis yang mengganggu dalam setiap pertandingan.
            Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat membuatkan permasalahan sebagai berikut: ‘‘ Profil Kondisi Fisik dan Psikis Atlet Wushu’’
B. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui profil kondisi fisik dan psikis atlet Wushu menurut Standard KONI Pusat.
C. Manfaat Penelitian
            Manfaat dari penulisan makalah  ini adalah bisa menjadi bahan masukan bagi seluruh cabang olahraga,khususnya seluruh cabang olahraga dan bagi guru penjas juga  dan bagi penulis sendiri.












BAB II
PROFIL KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU
1. Profil Kondisi Fisik
            Profil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) yang memiliki pengertian: 1) pandangan dari samping (tentang wajah orang),  2) lukisan (gambar) orang dari samping; sketsa biografis, 3) penampang (tanah, gunung, dll), 4) grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus.
            Dari uraian di atas profil dapat diartikan sebagai keadaan atau potensi dan gambaran yang ada pada diri seseorang yang disertai dengan fakta-fakta yang ada. Ada juga yang beranggapan bahwa profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam mencapai prestasi sehubungan dengan keadaan dan gambaran seseorang dalam berpikir dengan cepat dan tepat dengan meningkatkan aktivitas yang dikerjakan.
            Harsono (1988:153) menyatakan bahwa:
             ‘‘Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting dalam program latihannya. Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis dan ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik’’.
Menurut Sajoto (1988:57) bahwa kondisi fisik adalah ‘‘salah satu prasayarat yang sangat diperlukan dalam setiap usaha peningkatan prestasi seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai dasar landasan, titik tolak awalan olahraga prestasi’’.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa profil kondisi fisik adalah gambaran tentang keadaan yang terdapat pada seorang atlet yang sangat diperlukan dalam setiap usaha peningkatan prestasi seorang atlet. Dalam hal ini gambaran yang dimaksud misalnya mengenai kemampuan awal atlet dan anatomi tubuh atlet sehingga dapat diberikan usaha yang tepat untuk meningkatkan prestasi atlet antara lain dengan mengatur nutrisi yang cukup, program latihan dan pemberian motivasi yang jika dilakukan dengan terencana akan mampu meningkatkan prestasi atlet.
Selanjutnya menurut Bompa (1994:2) bahwa program latihan persiapan fisik dikembangkan secara bertahap, yakni sebagai berikut:
  1. Pada tahap pertama akan mencakup persiapan fisik umum (GPP)
  2. Persiapan fisik khusus (SPP)
  3. Membangun tingkat kemampuan biomotor yang tinggi
Pada tahap pertama dan kedua menurut Bompa (1994:2) fisik para atlet akan berkembang selama dalam persiapan, mana kala dibangun suatu dasar yang kuat. Sementara tahap yang ketiga adalah suatu tahap yang khusus untuk periode pertandingan, yang tujuannya untuk memelihara apa yang sudah dicapai sebelumnya dan menyempurnakan kemampuan yang diperlukan untuk olahraga atau pertandingan. Berikut ini skema persiapan fisik:
Tabel 1. Skema Persiapan Fisik
Tahap Pengembangan
1
2
3
Tujuan
Persiapan fisik umum
Persiapan fisik khusus
Penyempurnaan kemampuan biomotor
Tahap latihan
Tahap persiapan
Tahap pertandingan

Lebih lanjut Bompa (1994:3) menerangkan bahwa:
“Durasi pada tahap pertama akan lebih baik untuk penampilan berikutnya. Pada tahap pertama volume latihan yang tinggi dengan intensitas rata-rata sudah berlaku. Selama latihan intensitas latihan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan olahraga. Pada beberapa kasus pada tahap pertama karakteristik dinamik pada olahraga memerlukan penekanan intensitas yang benar. Salah satu hal yang perlu dicatat lamanya fase latihan sangat tergantung pada kebutuhan-kebutuhan dari olahraga dan kalender pertandingan”.

Harsono (1988:100) menyatakan bahwa perkembangan kondisi fisik yang menyeluruh amat penting oleh karena tanpa kondisi fisik yang baik atlet tidak dapat mengikuti langkah-langkah latihan berikutnya.
Dari uraian di atas telah jelas bahwa untuk melakukan pembinaan kondisi fisik selalu memperhatikan penyususnan program latihan fisik yang berkesinambungan. Pembinaan kondisi fisik juga harus memperhatikan urutan kebutuhan komponen kondisi fisik yang dominan dalam beladiri Wushu.
Dari beberapa komponen utama kondisi fisik yang harus dikembangkan oleh atlet Wushu, penulis mengambil 7 komponen kondisi fisik untuk menjadi objek penelitian yakni: 1) kecepatan, 2) daya ledak, 3) kelentukan, 4) kelincahan, 5) kekuatan otot 6) daya tahan jantung paru, dan 7) daya tahan otot.
1.1.Kecepatan
Seluruh cabang olahraga menempatkan kecepatan sebagai komponen fisik yang esensial karena merupakan salah satu faktor penentu di beberapa cabang olahraga permainan khususnya cabang olahraga Wushu.
Sajoto (1988:58) menyatakan bahwa “Kecepatan adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya”.
Nossek (1982:19) mengemukakan bahwa:
“Kecepatan dalam aplikasinya dapat dibedakan atas kecepatan lari atau sprinting, kecepatan reaksi atau reaction speed, dan kecepatan bergerak atau speed of movement. Kecepatan sprint adalah kemampuan organisme untuk bergerak dengan cepat lurus ke depan. Kecepatan ini tergantung pada kemampuan otot dari sistem artikulasi. Kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan sampai adanya respon awal pada otot, sedangkan kecepatan bergerak adalah kemampuan mengubah arah dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu gerakan yang utuh dengan waktu yang cepat. Kecepatan bergerak ini dipengaruhi oleh unsur lain seperti kekuatan otot, daya ledak, kelincahan dan keseimbangan”.
Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahawa kecepatan merupakan suatau usaha seseorang untuk melakukan aktivitas dengan cepat dan sesingkat mungkin. Untuk menghasilkan kecepatan dengan baik maka dibutuhkan latihan-latihan yang mendukung komponen kondisi fisik tersebut yang sebaiknya diberikan kepada atlet setelah memiliki komponen kekuatan, kelentukan dan daya tahan yang cukup. Latihan kecepatan yang dilakukan oleh atlet Wushu Sumatera Utara dapat dicapai pada tahap frekuensi yang tinggi agar otot lebih bekerja secara eksplosif di saat melakukan aktivitas fisik.
1.2. Daya Ledak Otot (Power)
Harsono (1988:200) mengemukakan bahwa “Daya ledak adalah kemampuan otot untuk mengarahkan kekuatan maksimal dalm waktu yang sangat cepat”. Sedangkan menurut Wahjoedi (2000:61) menyatakan bahwa “Daya ledak (power) adalah kemampuan tubuh yang memungkinkan otot atau kelompok otot untuk bekerja secara eksplosif”. Dengan demikian bahwa daya ledak merupakan salah satu komponen fisik yang sangat diperlukan untuk performance seorang atlet Wushu.
Daya ledak diperlukan semua cabang olahraga tak terkecuali cabang olahraga atlet Wushu, karena selain kekuatan terdapat pula kecepatan. Sehingga latihan yang diberikan kepada atlet untuk meningkatkan daya ledak yaitu tidak hanya faktor beban saja tetapi harus memperhatikan faktor kecepatan konstraksinya.
Pyke dalam Jumadin (1999:12) mengatakan bahwa ’’besarnya beban untuk melatih daya ledak adalah penting, karena beban latihan tidak boleh terlalu berat sehingga dapat digerakkan pada frekwensi yang tinggi dan cepat’’. Astrand dalam Jumadin (1999:12) mengemukakan bahwa daya ledak yang tinggi dapat dicapai sewaktu kecepatan kontraksi 25% sampai dengan 30% kecepatan kontraksi.
Hal terpenting di dalam keberhasilan prestasi olahraga adalah meningkatkan daya ledak (power). Dalam olahraga Wushu, daya ledak bisa juga didefinisikan sebagai jumlah maksimum dari gaya otot yang mampu dihasilkan seorang atlet. Seberapa berat seorang atlet mampu mengangkat merupakan penunjuk kekuatan yang mutlak yang tidak akan berarti apabila tidak siap untuk digunakan pada saat waktu bertanding di arena pertandingan. Sebaliknya atlet yang kuat mampu untuk menggabungkan usaha maksimum dengan kecepatan gerakan.
1.3. Kelentukan
Menurut pendapat Harsono (1988:163) bahwa ”Kelentukan (flexibility) adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot, ligamen dan  tendon”. Sedangkan Sajoto (1988:58) berpendapat bahwa ”kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam menyesuaikan dirinya untuk melakukan segala aktivitas tubuh dengan penguluran seluas-luasnya, terutama otot-otot, ligamen-ligamen di sekitar persendian”. Selain itu Wahjoedi (2000:60) mengatakan bahwa “Kelentukan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara maksimal”.
Kelentukan merupakan salah satu bagian dari komponen kondisi fisik yang dikategorikan juga sebagai komponen kondisi fisik dasar. Disebut sebagai komponen kondisi fisik dasar adalah karena kelentukan tersebut berdiri sendiri, tidak dipengaruhi oleh komponen fisik lainnya.
Atlet yang mempunyai kelentukan adalah atlet yang mampu menggerakkan anggota tubuh melalui ruang geraknya. Oleh karena itu kelentukan adalah spesifik masalah sendi, dan program latihan kelentukan harus menekankan pada ruang gerak semua sendi tubuh seperti peregangan aktif maupun pasif. Dengan demikian, atlet yang lentuk adalah atlet yang mempunyai ruang gerak yang luas dalam sendi-sendinya dan otot-otot yang elastis. Kelentukan yang baik dapat mengurangi terjadinya cedera otot pada atlet saat pertandingan Wushu, baik dalam sikap tubuh saat memukul, menendang, dan membanting atau pada saat menghindari lawan.
1.4. Kelincahan
Wahjoedi (2000:61) berpendapat bahwa kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah arah secepatnya tanpa ada gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan. Sedangkan Harsono (1988:67) menyatakan bahwa kelincahan adalah kombinasi dari kekuatan, kecepatan, ketepatan, keseimbangan, fleksibilitas dan koordinasi neuro-muscular’’.
Dengan demikian kelincahan bukan hanya kecepatan tetapi harus memiliki fleksibilitas yang baik dari sendi-sendi tubuh. Seorang atlet Wushu mampu mengubah arah dalam posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik pada saat menyerang lawan dan pada saat menghindari serangan lawan berarti kelincahan atlet tersebut cukup baik                                                                                              
1.5. Kekuatan otot
Kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting untuk meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan. Mengapa? Karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktifitas fisik. Kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi otot dari kemungkinan cedera, dengan kekuatan atlet akan dapat lebih cepat melakukan teknik yang diinginkan dalam cabang olahraga tersebut. Menurut Wahjoedi (2000:59) mengatakan bahwa “kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilakan oleh se-kelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal”. Sejalan dengan itu, FOX dalam Jumadin (1999:8) juga mengemuklakan pendapatnya bahwa “kekuatan otot adalah suatu daya tegangan,satu otot atau se-kelompok yang dapat dicapai suatu usaha maksimal”.
Demikian juga dikatakan Harsono (1993:13) bahwa “kekuatan otot adlah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan”. Oleh karena itu, latihan yang cocok untuk mengembangkan kekuatan adalah tahanan, diman atlet harus mengangkat, mendorong, atau menarik suatu beban.Berdasarkan pada pengertian diatas, maka dapat disimpulkan adalah kemampuan se-kelompok otot untuk menggerakkan tenaga maksimal dalam menahan beban tertentu, maka atlet yang memilki kekuatan otot yang jauh lebih baik keluar menjadi pemenang.
Untuk meningkatkan kekuatan otot atlet Wushu, maka perlu dilakukan yang memakai beban, dimana bisa beban anggota tubuh kita sendiri ataupun beban dari luar. Agar hasilnya lebih baik latihan tahanan haruslah dilakukan sedimikian rupa sehingga atlet harus mengeluarkan tenaga semaksimal mungkin. Demikian pula beban tersebut haruslah sedikit demi sedikit bertambah berat agar perkembangan otot lebih baik dan kuat.           
1.6. Daya tahan jantung paru
Harsono (1988:155) mengatakan bahwa “kemampuan aerobik atau daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja untuk waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Yang dimaksud adalah daya tahan jantung paru (circulatory respitory)”. Daya tahan jantung paru sejak usia 20 tahun terus meningkat dan mencapai puncak pada usia 30 tahun yang selanjutnya secara berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya usia. Sampai usia pubertas tidak terdapat perbedaan daya tahan jantung paru antara pria dan wanita, namun setelah usia tersebut wanita akan lebih rendah 15-20% dibandingkan pria, Purba (dalam Jumadin, 1998:12).
Para ahli fisiologi mengakui bahwa peningkatan daya tahan jantung paru dapat dicapai melalui peningkatan aerobik secara maksimal. Fungsi utama dari sistem jantung paru adalah pertukaran gas yaitu membawa oksigen O2 ke sel-sel dan mengeluarkan CO2 dari tubuh.
Menurut Wahjoedi (2000:59) mengatkan bahwa daya tahan jantung paru sangat penting untuk menunjang kerja otot dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya keseluruh jaringan otot yang sedang aktifsehingga dapat digunakan untuk proses metabolisme didalam tubuh”. Daya tahan jantung paru dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan yang berintensitas sedang dengan waktu yang relatif lama. Agar latihan dapat berpengaruh dengan fisik atau tubuh, latihan harus benar dan dilakukan secara teratur dan terus menerus sepanjang hayat. Keadaan latihan seperti ini dapat mempengaruhi peningkatan VO2 Max. Daya tahan jantung paru adalah efektifitas jantung dan paru dalam mengalirkan darah, oksigen dan zat makanan kedalam tubuh selama kegiatan fisik berlangsung. Sistem aerobik menyediakan energi berjangka waktu panjang, tergantung pada adanya oksigen bagi produksi ATP. Meskipun demikian, komponen daya tahan jantung paru ini tetap sangat penting agar kondisi fisik atlet dalam pertandingan selalu konsisten tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
Seorang atlet Wushu membutuhkan jantung dan paru yang kuat, karena atlet Wushu menghabiskan banyak energi dalam waktu yang singkat. Anaerobik adalah aspek lainnya dari kebugaran cardiorespiratori dan menyediakan energi untuk kegiatan berintensitas tinggi. Atlet dengan kebugaran anaerobik yang sangat baik dapat melakukan teknik beladiri Wushu dengan kecepatan penuh dalam waktu yang sangat lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti.    
1.7. Daya tahan otot
Harsono (1988:177) menyatakan bahwa daya tahan otot mengacu pada suatu  kelompok otot yang mampu untuk melakukan kontraksi otot yang berturut-turut, misalnya push-up dan sits-up mampu mempertahankan suatu kontraksi otot untuk waktu yang lama. Daya tahan otot merupakan salah satu faktor kunci dari keberhasilan seorang atlet. Karena dengan daya tahan otot yang baik atlet akan mampu untuk bertanding baik dari menit pertama sampai menit terakhir.  
2.      Standard KONI Pusat
Menurut Lutan (1988:3) mengatakan bahwa Standard KONI adalah norma penilaian prestasi yang telah diakui oleh KONI Pusat. Kriteria penilaian yang akan digunakan mengacu kepada norma yang telah dipakai untuk pemberian nilai dari setiap skor. Norma untuk menilai hasil test dan pengukuran atlet wushu menggunakan norma yang berbeda pada masing-masing item test, seperti yang tercantum dalam tabel berikut;
Tabel 2. Norma Penilaian Speed (Sprint 20 Meter)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
3,0 – 2,8
3,2 – 3,4
Baik
3,3 – 3,1
3,5 – 3,7
Sedang
3,6 – 3,4
3,8 – 4,0
Kurang
3,9 – 3,7
4,1 – 4,3

Tabel 3. Norma Penilaian Power (Vertical Jump)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
82 – 87
61 – 64
Baik
77 – 81
56 – 60
Sedang
72 – 76
51 – 55
Kurang
67 – 71
46 – 50

Tabel 4. Norma Penilaian Fleksibilitas (Sit and Reach)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
>28
>35
Baik
21 – 27
28 – 34
Sedang
14 – 20
21 – 27
Kurang
8 – 13
14 – 20

Tabel 5. Norma Penilaian Agilitas(Shuttle Run 5x8 meter)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
<12,0
<12,6
Baik
12,1 – 12,5
12,7 – 13,5
Sedang
12,6 – 13,0
13,6 – 14,0
Kurang
13,1 – 13,5
14,1 – 14,5

Tabel 6. Norma penilaian Strenght/Otot Lengan (Hand Dynamometer)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
>45
>42
Baik
36 – 44
33 – 41
Sedang
27 – 35
24 – 32
Kurang
18 – 26
15 – 23


Tabel 7. Norma Penilaian Strenght/Otot Punggung (Back Dynamometer)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
>153,5
>103,5
Baik
112,5 – 153
78,5 – 103
Sedang
76,5 – 112
57,5 – 78
Kurang
52,5 – 76
28,5 – 57

Tabel 8. Norma Penilaian Strenght/Otot Tungkai (Leg Dynamometer)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
>283
>183
Baik
215 – 282
124 – 182
Sedang
146 – 214
65 – 123
Kurang
77 – 145
4 – 64

Tabel 9. Norma Penilaian Daya Tahan Cardiorespiratori (Lari 15 Menit)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
>58
>50
Baik
51 – 57
43 – 49
Sedang
44 – 50
36 – 42
Kurang
37 – 43
29 – 35


Tabel 10. Norma Penilaian Daya Tahan Otot Perut (Sits-up)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
99 – 108
99 – 108
Baik
89 – 98
89 – 98
Sedang
79 – 88
79 – 88
Kurang
69 – 78
69 – 78

Tabel 11. Norma Penilaian Daya Tahan Otot Lengan dan Bahu (Push-up)

Kategori
Nilai
Putra
Putri
Baik sekali
>50
>40
Baik
41 – 49
31 – 39
Sedang
33 – 40
22 – 30
Kurang
25 – 32
13 – 21

Memberikan nilai untuk setiap skor yang diperoleh dari setiap item test, dilakukan dengan cara menotasikan skor test tersebut dengan norma penilaian yang sesuai dengan jenis kelamin atlet pada masing-masing cabang olahraga, sehingga diperoleh kedudukan norma tersebut dan bobot nilainya. Konversi nilai dari setiap norma komponen kondisi fisik tampak pada tabel di bawah ini



Tabel 12. Konversi Nilai
Kategori
Nilai
Baik sekali
Baik
Sedang
Kurang
10
8
6
4

Untuk menentukan nilai secara keseluruhan komponen kondisi fisik, dilakukan dengan cara :
1.      Menjumlahkan nilai konversi skor dari setiap komponen kondisi fisik atlet tersebut.
2.      Hasil jumlah tersebut dalam butir di atas dibagi dengan jumlah komponen kondisi fisik.
3.      Hasil ini kemudian dinotasikan ke dalam tabel kategori status kondisi fisik atlet yang tercantum dalam tabel berikut ini;


Tabel 13. Rentang Skor

Kategori
Nilai
Baik sekali
Baik
Sedang
Kurang
9,6 – 10
8,0 – 9,5
6,0 – 7,9
4,0 – 5,9




3. Kondisi Psikis
        Olahraga bukan hanya merupakan masalah fisik saja, yang berhubungan dengan  gerakan-gerakan anggota tubuh, otot, tulang dan sebagainya. Jangkauan olahraga lebih jauh dari itu. Olahraga terutama olarga prestasi, juga berhubungan dengan masalah-masalah dan gejala-gejala kejiwaan pelakunya.
        Menurut Harsono (1988:242) “peranan masalah-masalah kejiwaan mempunyai pengaruh yang penting. Malah kadang-kadang menentukan di dalam usaha atlet untuk mencapai yang setinggi-tingginya. Misalnya aspek motivasi, aktivitas, frustasi, rasa bimbang, ketakutan, anxiety (kecemasan) dan ambisi untuk menang.”
       Dari kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa seorang olahragawan, terutama pada saat melakukan pertandingan akan selalu berada dibawah stress, baik stress fisik maupun  mental yang disebabkan oleh kawan maupun lawan. Stress itu juga bisa datang dari penonton, pengaruh lingkungan, sarana dan prasarana. 
Sementara menurut Lutan, dkk (1999;42) mental set atau mood adalah suasana mental yang berkaitan dengan respon emosional seperti yang dialami oleh seseorang sehubungan dengan kegiatan sehari-hari yang selanjutnya mempengaruhi performa tugas kerja.
Aktivtas olahraga, termasuk situasi sekitar, sarana dan prasarana olahraga akan selalu membangkitkan emosi-emosi, impuls-impuls, perasaan-perasaan dan naluri-naluri manusia. Seperti diutarakan oleh Harsono (1988;203) “Kontrol atas system-sistem pertahanan yang fundamental dan penyalurannya ke dalam pertandingan yang berisi akal sehat dan yang dapat diterima menurut norma-norma kebudayaan disebut usaha-usaha mental hygiene (kesehatan mental) dalam olahraga.”
Lutan, dkk. (1999;42) menambahkan “Profil mood dikalangan atlet dapat digunakan untuk beberapa maksud sebagai berikut :
a.       Memantau secara umum jiwa atlet
b.      Dapat dipakai sebagai bahan diskusi selama musim-musim pembinaan
c.       Sebagai bahan untuk memberikan perlakuan yang tepat kepada atlet sesuai dengan masalah yang dihadapinya
d.      Mengidentifikasi wilayah masalah pada waktu sedini mungkin
e.       Memantau modal official tim dan pengurus organisasi
f.       Memantau beban latihan
g.      Mengidentifikasi atlet yang mengalami overtraining
h.      Memantau rehabilitasi dari keadaan overtraining
i.        Memantau respon emosi terhadap cedera
j.        Meramalkan prestasi
k.      Memberikan kontribusi kepada latihan mental secara perorangan.”

Selanjutnya mengenai butir-butir yang diungkapkan sebagai indikasi keadaan jiwa menurut Lutan, dkk. (1999;42) meliputi :
a.       “Butir kelelahan (KLH)
b.      Suasana amarah (AMR)
c.       Perasaan siap, energik dan penuh tenaga (PES)
d.      Ketegangan (KTG)
e.       Penilaian diri (PDR)
f.       Suasana bingung (SSB)
g.      Depresi (DPS)”

a.    Kelelahan
Menurut Lutan (1999;42) ”Kelelahan merupakan gejala yang lumrah bagi seorang atlet. Bila seseorang lelah maka hasil kerjanya juga menurun, selain itu kita dapat memantau keadaan kondisi fisik yang berkaitan dengan perasaan lelah, baik dalam pengertian lelah yang sebenarnya maupun kelelahan semu. Ciri kondisi fisik atlet yang terlatih adalah terjadi proses pemulihan kelelahan yang cepat.”
b.   Suasana amarah
Lutan (1999:42) menerangkan “Suasana amarah merupakan respon emosional yang harus terkendali karena dapat menurunkan prestasi kerja seseorang.”
Jika seseorang dalam suasana amarah yang tidak terkendali, maka ia akan merasa jengkel, bercampur kecewa dan bahkan berperilaku agresif. Keadaan ini akan mengganggu hubungan sosial dengan orang lain.
c.    Perasaan siap
Menurut Lutan (1999:43) “Perasaan siap penuh tenaga dapat dirasakan seolah-olah akan merasa kelebihan tenaga. Perasaan ini bercampur dengan rasa optimis  dan penuh vitalitas. Disamping itu kita merasa tegas dan siaga.  ”
Perasaan siap ini harus selalu dimiliki oleh seorang atlet. Dengan memiliki perasaas siap, maka seorang atlet akan selalu optimis dalam menghadapi setiap pertandingan, baik melawan tim yang kuat maupun melawan tim yang lemah. Perasaan siap juga akan meningkatkan kepercayaan diri atlet untuk merasa yakin dapat mengalahkan lawannya.
d.   Ketegangan
            Lutan (1999:43) menjelaskan “Perasaan tegang pada taraf tertentu memang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Ketegangan ini dapat meningkat dan bahkan memuncak sehingga justru memperendah prestasi seseorang.”
            Dalam menghadapi pertandingan biasanya atlet akan menghadapi suasana tegang. Perasaaan ini biasanya muncul karena pada pertandingan itu akan menghadapi lawan yang kuat atau pertandingan itu sangat menentukan. Untuk itu sebaiknya seorang atlet wushu dapat mengontrol perasaan tegang tersebut, sehingga akan berdampak positif dalam permainan. Jangan sampai perasaan tegang yang timbul dalam diri atlet terlalu berlebihan, selalu mengalami kesalahan dalam melakukan berbagai teknik-teknik permainan ataupun menunjukkan kemampuan jurus.

e.    Penilaian diri
      Menurut Lutan (1999:43) “Penilaian diri adalah kesan secara pribadi tentang kemampuan atau kelemahan diri sendiri.”
      Ada orang yang selalu menilai dirinya tidak mampu, atau lebih rendah dari orang lain. Penilaian yang bersifat negatife yang memperendah kemampuannya ditandai dengan sikap pesimis atau berpikir negatife. Sebagai kebalikannya adalah optimis dan kepercayaan diri. Atlet wushu yang mengemukakan penilaian diri yang  rendah, maka atlet tersebut telah kehilangan kepercayaan diri yang cukup besar, sehingga akan merusak permainan dirinya sendiri. Walaupun terkadang penilaian diri yang rendah bisa dijadikan strategi untuk membuat lawan meremehkan kita.
f.    Suasana Bingung
      Lutan (1999:43) menjelaskan “Suasana bingung atau pikiran buntu dapat terjadi dengan indikasi seseorang tidak mampu berpikir jernih dan keputusannya serba salah.”
      Keadaan ini boleh jadi karena terlampau banyak informasi atau suasana yang amat menekan, atau situasi dilematis yang menyulitkan seseorang sukar membuat keputusan atau lambat membuat alternatif. Jika dalam pertandingan seorang atlet mengalami hal ini, maka kemungkinan besar pertandingan akan dikuasai lawan, ataupun tidak dapat menunjukkan kemampuan terbaiknya.
g.   Depresi
      Menurut Lutan (1999:43) “Depresi adalah suasana kejiwaan yang tertekan dan dirasakan sangat mengganggu seseorang.”
      Jika seorang mengalami depresi, maka dalam hal ini hubungan sosial menjadi tergangggu, sementara aneka bentuk kekecewaan sukar dilupakan. Hubungan sosial yang terganggu itu dapat terjadi karena seseorang merasa tidak berharga, dimusuhi atau dikucilkan oleh lingkungananya. Pada tingkat atau kadar yang lebih berat, gejala depresii dapat berkembang lebih parah dan memerlukan penanganan secara khusus oleh psikolog.
      Dari berbagai aspek keadaan jiwa ini, maka akan kelihatan sejauh mana tingkat stress yang akan dialami pemain pada saat menghadapi pertandingan, dan dari hasil ini diperoleh bahan evaluasi untuk menghadapi pertandingan selanjutnya.















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a.       Profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam mencapai prestasi
b.      Faktor psikis juga sangat menentukan dalam memenangkan suatu event
c.       Pembinaan kondisi fisik juga harus memperhatikan urutan kebutuhan komponen kondisi fisik yang dominan dalam beladiri Wushu.
2.      Saran
Dari hasil penulisan yang diperoleh, penulis dapat merumuskan beberapa saran untuk dipergunakan para Pembina, pelatih juga guru da penulis sendiri.
1.      Profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam berprestasi.
2.      Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting dalam program latihannya. Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis dan ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik’’.







DAFTAR PUSTAKA

Bompa, Tudor, O. (1994). Power Training for Sport. Canada : Mocaic Press.
Davis B, Bull R, Roscoe J, and Roscoe D. (1995). Physical Education and The Study of Sport. 2nd ed. London : Mosby.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Dick, F. Jhonson, C., Paish, Wilf. (1978). Strength Training for Athletics. British Amateur Athletic Board : London
http://batakpos-online.com
Harsono, (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta. CV. Tombak Kesuma.
Harsono, (1993). Latihan Kondisi Fisik. Jakarta. Pusat Pendidikan dan Penataran.
Harre, D. (1982) Traininglehre. (Principles of Sports Training : Introduction to The Theory and Methods of Training). Berlin : Sportverlag.
IWUF, (2007) Rules For International Wushu Shansou Competition. Jakarta. terjemahan oleh PB.WUSHU INDONESIA.
Jumadin, (1999). Perbedaan Pengaruh Latihan Beban Dengan Latihan Tegangan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot dan Daya Ledak Pada Mahasiswa Putra FPOK-IKIP Medan. Medan. FPOK-IKIP.
Lutan, Rusli, Dkk, (1998). Sistem Monitoring Evaluasi dan Pelaporan. Jakarta. KONI Pusat.
Sajoto, M, (1988). Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana, (2000). Metode Statistika. Bandung. Tarsito.
Sugiarto, (1999). WUSHU Variasi dan Perkembangannya. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wahjoedi, (2000). Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar