Jumat, 03 Januari 2014

1. PENGERTIAN PEDAGOGI 2. PENGERTIAN PEDAGOGI OLAHRAGA 3. PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA 4. PERBEDAAN PENDIDIKAN FORMAL DAN NON-FORMAL


TUGAS PAEDAGOGI

1.  PENGERTIAN PEDAGOGI
2.   PENGERTIAN PEDAGOGI OLAHRAGA
3.  PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
4.   PERBEDAAN PENDIDIKAN FORMAL DAN NON-FORMAL

Oleh
 


Mohamad Habibi
 










DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................  i
DAFTAR ISI
........................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
..................................................................................................  4
A. LATAR BELAKANG
...................................................................................................   4
B. TUJUAN
........................................................................................................................    5
C. RUMUSAN MASALAH
..............................................................................................    5
BAB II PEMBAHASAN
..................................................................................................    6
A.
PENGERTIAN PEDAGOGI SECARA UMUM.............................................................           6
I.3 ARTI DALAM PEDAGOGI....................................................................................       7
II.ETIMOLOGI………...................................................................................................      8
III.PADAGOGI Menurut Hewett LL.D.....................................................................        8
B.
PENGERTIAN PEDAGOGI OLAHRAGA...................................................................            8
I.
PERSPEKTIF MENURUT SEJARAH......................................................................       8
II.
STRUKTUR ILMU OLAHRAGA……..................................................................        9
III.
LANDASAN FILOSOFI PEDAGOGI OLAHRAGA...................................................          9
IV. LINGKUP BATANG TUBUH PEDAGOGI OLAHRAGA………………………    12
C. PERBEDAAN ANTARA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA...........      17
I.
PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI.....................................................................            17
II.
PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLHRAGA SECARA UMUM................................................................................................................................   18
D.PERBEDAAN ANTARA PENDIDIKAN FORMAL DAN PENDIDIKAN NON-FORMAL………………………………………………………………………………..     21
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………..     23
a) KESIMPULAN
……………………………………………………………………….     23
b) SARAN
……………………………………………………………………………….     23
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………………    24











Kata Pengantar
            Syukur alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah pedagogi ini  dalam menjawab semua pertanyaan yang ada ini.
1.      pengertian pedagogi
2.      pengertian pedagogi olahraga
3.      perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga
4.      perbedaan pendidikan formal dan non-formal
            Isi dari makalah ini berupa materi-materi tentang hubungan pedagogi dengan olahraga, dimana disini akan membahas system otot yang digunakan dalam olahraga lempar lembing
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas pedagogi dan sebagai sarana untuk mempermudah mahasiswa dalam memperoleh berbagai informasi tentang mata kuliah tersebut.
Harapan kami makalah ini dapat memberikan kontribusi penting dalam menyertai mahasiswa menyongsong materi selanjutnya dengan lebih efektif sehingga memperoleh hasil yang terbaik.
Kami mengharap kritik dan saran membangun demi kesempurnaan makalah berikutnya.








Surabaya,02 Oktober  2012

Penyusun


 BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Mata kuliah pedagogi ini merupakan mata kuliah yang mengajarkan hubungan olahraga da kehidupan masyarakat. Demikian pula untuk mengikuti mata kuliah pedagogi Dasar terlebih dahulu harus memahami tentang struktur, fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan kedepannya kita kelak. terutama pada bahasan kali ini yaitu tentang pengertian pedagogi,pedagogi olahraga,perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga,beserta perbedaan pendidikan formal dan nono-formal. Dalam mata kuliah pedagogi akan dipelajari tentang fungsi atau cara kerja kehidupan olahraga atau orang yang basicnya olahraga dalam menghadapi fenomena dalam kehidupan masyarakat.pengaruh itu dapat terjadi secara spontan atau pun terencana. Membahas Pengertian pedagogi dan pedagogi Olahraga, perubahan fisiologi yang bersifat sementara maupun yang bersifat menetap sebagai hasil pelatihan berbagai kegiatan olahraga, Pengertian pedagogi itu sendiri, Olahdaya attitute dan uptitute serta tata hubungannya, Latihan Pendahuluan (”Pemanasan”), Analisis penampilan olahraga mutu tinggi, proses penyaluran olahraga dam dunia mengajar, olahraga dalam berbagai kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (adaptasi dan aklimatisasi), pembelajaran gerak ketrampilan dan latihan ketrampilan; Cara/alasan menata urutan latihan fisik dan latihan teknik dalam kaitannya dengan masalah kelelahan dan efisiensi pemanfaatan waktu. Penerapan pedagogi Olahraga. Keseluruhan materi tersebut harus dapat dikuasai oleh seoreang sarjana olahraga, sehingga nantinya ia mampu menerapkan metode-metode latihan pada seorang atlit yang dilatihnya.








2.    Tujuan
            Tujuan saya membuat makalah ini agar saya dapat mengerti bagaimana kinerja kuliah pedagogi terhadap olahraga, selain itu tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengajarkan hubungan olahraga dalam kehidupan masyarakat. terutama pada bahasan kali ini yaitu tentang pengertian pedagogi,pedagogi olahraga,perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga,beserta perbedaan pendidikan formal dan nono-formal. itu dapat terjadi secara spontan atau pun terencana. Misalnya bagaimana otot pada jantung dan otot tungkai yang melaksanakan fungsinya masing-masing pada waktu istirahat dan pada waktu olahraga. Demikian juga bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada saraf manusia bila seseorang melakukan olahraga, dan bagaimana proses semua gerakan itu dapat dilakukan. serta agar kita bisa belajar secara otodidak dan mencari sumber informasi tentang materi tersebut sehingga proses pembelajaran lebih efektif dalam pemasukan ilmu dari yang diajarkan oleh pengajar. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh manusia yang bersifat sementara maupun yang bersifat menetap, baik saat istirahat maupun saat aktif bekerja atau berolahraga. Di samping itu juga diharapkan memahami teori-­teori dan konsep-konsep Ilmu Faal Olahraga yang diperlukan untuk dapat menerapkannya secara benar dan baik dalam tugasnya sebagai Ilmuwan Olahraga, Olahragawan, guru atau sebagai pelatih olahraga prestasi, oleh karena melatih tiada lain ialah meningkatkan kemampuan fungsional raga yang berarti menerapkan Ilmu Faal Olahraga dalam proses pelatihan. Jadi perlu memahami dan menghayati secara mendalam Ilmu Faal Olahraga, agar tidak terjadi kesalahan penerapan dalam membina olahraga kesehatan maupun olahraga prestasi, karena derajat sehat dinamis dan prestasi olahraga akan meningkat secara aman dan efisien setelah melalui masa pelatihan yang FISIOLOGIS.

c) Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud pedagogi ?
2. Apa
yang dimaksud dengan pedagogi olahraga?
3.
Apa saja perbedaan antara pendidikan jasmani dan olahraga?
4. Apakah
pebedaan antara pendidikan formal dengan pendidikan nono-formal?




BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEDAGOGI SECARA UMUM
APA ITU PEDAGOGI ?
 
Pedagogi yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Pedagogi berasal dari kata Yunani "dibayar," yang berarti anak plus "agogos," yang berarti memimpin. Oleh karena itu, pedagogi telah didefinisikan sebagai seni atau
pengetahuan membimbing,memimpin atau mengajar anak.  
Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa.  
Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training / Teaching)  
Menurut Hewett LL.D, bahwa pedagogi lebih dari sekedar ilmu dan seni mengajar. Pedagogi berkenaan dengan upaya membawa anak-anak dan memimpin mereka untuk mencapai suatu tujuan yang ideal, di sini tujuan idealnya adalah kelaki-lakian dan keperempuanan yang bermartabat. Tujuan pendidikannya idealistik. Realitas pendidikan, situasi pendidikan, selalu berhubungan dengan tujuan-tujuan idealistik, baik yang individual ataupun masyarakat/bangsa.

Pedagogi bertujuan agar anak di kemudian hari mampu memahami dan menjalani kehidupan dan kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup secara bermakna, dan dapat turut memuliakan kehidupan.
Dalam model pedagogi, guru memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana akan dipelajari, ketika akan dipelajari, dan jika materi telah dipelajari. Pedagogi, atau instruksi guru-diarahkan seperti yang umumnya dikenal, tempat siswa dalam peran tunduk membutuhkan ketaatan dengan instruksi guru. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik hanya perlu mengetahui apa guru mengajarkan mereka. Hasilnya adalah situasi pengajaran dan pembelajaran yang aktif mempromosikan ketergantungan pada instruktur (Knowles, 1984).
 
 Pedagogi memiliki arti 3 hal sebagai berikut :
1.INSTRUKSI
2.PENDIDIKAN: seni, ilmu pengetahuan, atau profesi mengajar, terutama: penelitian yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode dalam pendidikan formal
3.SEKOLAH: tempat instruksi

Pedagogi

Seorang guru sedang mempraktikkan ilmu dan seni dalam memotivasi peserta didik.
Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.[1]
Pedagogi juga kadang-kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalamannya, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru. Salah satu contohnya adalah aliran pemikiran Sokrates.[2]

Etimologi

Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani kuno παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari παίς país:anak dan άγω ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός biasanya diterapkan pada budak yang mengawasi pendidikan anak tuannya. Termasuk di dalamnya mengantarnya ke sekolah (διδασκαλείον) atau tempat latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan membawakan perbekalannya (seperti alat musiknya).[3]
Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan,[4] sekarang digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Malcolm Knowles mengungkapkan istilah lain yang mirip dengan pedagogi yaitu andragogi, yang merujuk pada ilmu dan seni mendidik orang dewasa.



B.PENGERTIAN PEDAGOGI OLAHRAGA
PEDAGOGI OLAHRAGA
Pedagogi Olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk melandasi semua praktik dalam bidang keolahragaan yang mengandun maksud dan tujuan untuk mendidik.
Kajian ruang lingkup sport pedagogy istilah lazimnya dan disepakati di tingkat internasional memang tidak lepas dari pemahaman kita terhadap eksistensi ilmu keolahragaan (sport science). Dari perspektif sejarah, di Indonesia status dan pengakuan terhadap ilmu keolahragaan masih tergolong masih muda baik ditinjau dari tradisi dan paradiqma penelitian maupun produk riset yang dapat diandalkan untuk melandasi tataran praktis.
Selanjutnya diuraikan tentang pedagogi olahraga dari aspek perkembangannya, tetapi risalah ini lebih diarahkan pada pengenalan batang tubuh pedagogi olahraga itu sendiri yang dipahami sebagai medan penelitian, sekaligus pengembangan ilmu yang melandasi semua upaya yang mengandung intensi yang bersifat mendidik. Itulah sebabnya, pedagogi olahraga memiliki peluang pengembangan dan penerapannya, tidak hanya dalam lingkup penyelenggaraan Penjas dan OR di sekolah atau lembaga formal, tetapi juga diluar persekolahan seperti perkumpulan olahraga, terutama klub-klub pembinaan olahraga usia dini.
Kukuhnya landasan ilmiah bagi landasan bagi segenap upaya kependidikan dalam olahraga menuntun kearah efisiensi proses dan efektivitas pencapaian tujuan yang diharapkan. Hanya dengan landasan ilmiah yang kukuh baru akan terjamin prinsip akuntabilitas dalam pendidikan jasmani dan olahraga, dan atas dasar itu pula para pendidik di bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya pembinaannya secara terbuka kemasyarakat.
Perspektif Sejarah.

Kerangkan ilmu keolahragaan itu sendiri di Indonesia, secara gamblang, mulai dikenal sejak thn 1975 tatkala adanya lokakarya internasional sport science. Hasilnya berdampak kuat terhadap pengembangan STO di Indonesia meskipun kala itu muatannya sesak dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa sub disiplin ilmu keolahragaan (misalnya biomekanik, filsafat olahraga, fisiologi olahraga, dalam nuansa sendiri-sendiri) mulai dikembangkan yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan. (misalnya psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu social lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology) yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.

Struktur Ilmu Keolahragaan

Kerangka dasar ilmu keolahragaan yang disusun berdasarkan kemajuan yang dianggap cukup mapan, seperti yang dipaparkan Prof. Haag di Jerman sejak th 1979, sangat membantu kita untuk menelaah kedudukan sport pedagogy, sebagai salah satu diantaranya, sebagai isi dari ilmu keolahragaan.
Ada 7 (tujuh) bidang teori yang mendukung, yakni (1) sport medicine, (2) sport beomechanic, (3) sport psychology, (4) sport sociology, (5) sport pedagogy, (6) sport history dan (7) sport philosophy. Masing-masing bidang memiliki medan penelitian yang spesifik pula. Urutan ketujuh bidang teori tersebut dipaparkan dalam pengelompokkan yang dianggap logis. Sport medicine dan sport biomechanic olahraga termasuk kedalam kelompok ilmu pengetahuan alam, sementara sport psychology, sport sosiology dan sport pedagogy tergolong kedalam rumpun ilmu pengetahuan sosial dan behavioral. Sport history dan sport philosophy termasuk kedalam kelompok hermeneutical-normative science. Paparan tersebut juga menunjukkan bahwa “ibu” ilmu pengetahuan yang menjadi landasan pengembangan ilmu keolahragaan ialah medicine, biology/fisika, psikologi, sosiologi, sejarah dan filsafat.
Sementara itu juga telah dikelompokkan bidang teori yang lebih spesifik yang menjadi jati diri ilmu keolahragaan, bertitik tolak dari wilayah spesifik yang meliputi faktor : (1) gerak (movement), (2) bermain ( play ) (3) pelatihan (training) dan (4) pengajaran dalam (5) olahraga (sport instruction) . dari kelima wilayah spesifik ini lahirlah 5 (lima) dimensi dari perspektif ilmu dan teori yakni movement science dan movement theory ; play science dan play theory ; training science dan training theory ; dan instruction science of sport dan instruction theory of sport.
Dengan demikian semakin jelas gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan ilmu keolahragaan ke arah spesialisasi dan pragmentasi.
Landasan Filosofis Pedagogy Olahraga
Pandangan dualisme Decartes yang memahami dikhotomi jiwa dan badan berpengaruh terhadap profesi di bidang keolahragaan, yakni raga dipandang semata-mata sebagai sebuah objek, yang diungkapkan dalam perumpamaan yang lazim dikenal ” the body instrument” ” the body-machine” atau ” the body-computer”. Sebagai akibatnya maka sedemikian menonjol pandangan yang mengutamakan aspek raga sehingga fisiologi dan anatomi menduduki posisi yang amat kuat dalam penyiapan tenaga guru pendidikan jasmani, dan pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah subjek yang penting bagi pembinaan fisik yang dipandang sebagai mesin.
Selanjutnya, konsep yang dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang ” the body-subjek “ dapat dipandang sebagai sebuah perubahan radikal pemikiran dualisme Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif sedemikian rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Idea tentang the body subject mengaskan kesatuan antara jiwa dan badan.
Pendidikan jasmani dan Pedagogi Olahraga.
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Seperti dikemukakan oleh para ahli lainnya (Pierson, Cheffers, dan Barette 1994; dalam Naul, 1994) pedagogi olahraga merupakan sebuah disiplin yang terpadu dalam struktur ilmu keolahragaan. Paradiqma ini telah diadopsi di Indonesia dalam pengembangan pedagogi olahraga di FIK/FPOK/JPOK dengan kedudukan bahwa pedagogi olahraga dianggap sebagai ”induk” yang berpotensi untuk memadukan konsep / teori terkait dan relevan dari beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya terutama dalam konteks pembinaan dalam arti luas dan paradiqma interdisiplin (Matveyev, dalam Rusli lutan, 1988). Pandangan ini tak berbeda dengan tradisi di Jerman yang menempatkan pedagogi olahraga dalam kedudukan sentral dan struktural ilmu keolahragaan (Wasmund, 1973).
Dalam model yang dikembangkan di Universitas Olahraga Moskow, pedagogi olahraga ditempatkan sebagai ”pusat” yang berpotensi untuk memadukan beberapa subdisiplin ilmu dalam taksonomi ilmu keolahragaan, sementara para ahli meletakkan sport medicine yang mencakup aspek keselamatan (safety) dan kesehatan sebagai landasan bagi pedagogi olahraga (Rusli Lutan, 1988; dalam laporan hasil The Second Asia-pasicic Congress Of Sport and Physical Education University President).
Widmer (1972) menjelaskan objek formal pedagogy olahraga yaitu ”fenomena olahraga fenomena pendidikan, tatkala manusia dirangsang agar mampu berolahraga.
Bagi Grupe & Kruger (1994), pedagogy olahraga mencakup 2 (dua) hal utama : (1) tindakan pendidikan praktis dalam bermain dan olahraga, dan karena itu ada landasan teoritis bagi kegiatan olahraga yang mengandung maksud mendidik tersebut, (2) praktik yang dimaksud berbeda dengan praktik dan konsep lama dalam pendidikan jasmani yang mengutamakan latihan gaya meliter dan drill di beberapa negara, khususnya di Jerman; praktik baru itu disertai konsep teoritis pendidikan jasmani, kontrol terhadap badan, disiplin, yang menyatu dengan gerak fisik, ability, dan keterampilan di bawah pengendalian jiwa dan kemauan.
Di Indonesia, baik dalam pengertian paradiqma pengembangan keilmuannya, maupun substansinya, pedagogi olahraga ini baru merupakan sebuah ”embrio” dalam taksonomi ilmu keolahragaan dalam international Workshop on Sport Science. 1975 di bandung yang diikuti pimpinan dan dosen dari STO se-Indonesia dengan nara sumber ahli dari jerman Barat (Prof. Haag, Prof. Nowacki, Dr. Jansen dan Bodo Schmidt). Indonesia tenggelam dalam pencarian struktur ilmu keolahragaan, asyik dengan tema-tema diskusi olahraga kompetitif, disekitar feri-feri ilmu kepelatihan dan sport medicine.
Sejak tahun 1980-an perubahan memang banyak terjadi di tingkat international, terutama di AS utara, yaitu para ilmuan bidang keolahragaan, mulai memperkenalkan ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan mereka mulai menengok ke perspektif sejarah sistem pendidikan jasmani dan kurikulum penididikan jasmani mereka sendiri. (Siedentop, 1990). Di antara alasan yang dikemukakan Siedentop ialah dampak krisis ekonomi yang menyebabkan penyerapan lulusan program pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah) sehingga melalui pengembangan pedagogi olahraga akan terbuka spektrum layanan jasa profesional di luar sekolah dan menyerap tenaga kerja.
Pedagogi olahraga bukanlah merupakan perluasan istilah pendidikan jasmani. Perkembangan pedagogi olahraga dalam paradiqma interdisiplin-integratif didorong oleh kebutuhan secara akademik, yakni dari aspek metodologi, sebab pendekatan hermenetik dalam pendidikan jasmani sudah tidak lagi memadai untuk mampu mengembangkan segi keilmuannya. Banyak ilmuan Internssional sepaham bahwa istilah pedagogi olahraga berasal dari jerman, tatkala latar belakang filsafat / hermenetik dari ”teori pendidikan jasmani” mengalami kemunduran pada akhir tahun 1960-an, sehingga diganti dengan istilah pedagogi olahraga (Grupe, 1969; dalam Naul, 1994).
Namun informasi lainnya (misalnya Naul, 1994) menyebutkan bahwa istilah pedagogi olahraga itu tidak saja sepenuhnya berasal dari jerman yang muncul pada tahun 1960-an, karena Pierre de Coubertin menulis buku Pedagogi Sportive pada tahun 1922. Gerakan Olimpiade sejak tahun 1898 hingga perang dunia I, seperti juga buah pikiran yang tertuang dalam beberapa naskah dan artikel yang ditulis de Courbertin (Perancis), Gebbardt dan Diem (Jerman), dan Kemeny serta Guth-Jarkowsky (Austria-Honggaria) sempat diabaikan oleh para pedagogi olahraga. Tulosan mereka tentang pendidikan olahraga menonjolkan pengembangan moral, kemauan untuk berolahraga, dan semangat olimpiade, dan pokok pikiran itu sungguh sangat relevan dengan konsep dalam pdagogi olahraga. Para tokoh peletak dasar pedagogi olahraga ini berpikiran sama dengan para pendidik lainnya tentang hakikat dan gerakan pengembangan ” body and mind ” di Amerika Serikat dan Jerman.
Di berbagai negara, pendidikan jasmani dibentuk kembali setelah tahun 1900, khususnya tahun 1920-an . Perkembangan ini didukung kuat oleh Dokter olahraga yang dikenal di tingkat Internasional yaitu Sargent (1906) di AS, dan Schmidt (1912) di Jerman. Kedua tokoh ini menganjurkan tipe latihan senam dan metode pengajaran yang tekanannya pada pembentukan (forming) fisik. Metode alamiah menjadi populer di Denmark dan Swedia yang dipromosi oleh Torngren (1914), Knudsen (1915) dan Bukh (1923)
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.
Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti dikembangkan di Erofa lebih menunjuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan untuk yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan kearah penyempitan makna semata-mata menelaah proses pengajaran belaka, seperti yang dikatakan ”sport pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target group are individual with low level of performance,” atau ”sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and learning porpuseful human movement”. Dalam ungkapan yang lebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “ the science …which is concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz).
Definisi ini sangat banyak mebantu kita untuk memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga banyak berurusan dengan segenap upaya yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi dalam rangka proses pembudayaan, khususnya transformasi nilai-nilai inti, yang memang, jika disimak secar cermat, bahwa olahraga itu sanat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam pembekalan kecakapan hidup.
Tidak dipungkiri bahwa seluruh lakon gerak insani yang sadar dan bertujuan dalam konteks olahraga itu melibatkan sebuah mekanisme kerja system persyarafan dalam sebuah koordinasi yang luar biasa cepatnya, mekanisme persepsi dan aksi yang sinkron dibuahkan dalam bentuk pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan masalah yang jitu selain kreativitas, seperti tampak dalam peragaan para atlit tinggi (misalnya tampak dalam peragaan professional bola basket dan sepakbola). Unsur estetika melekat kuat di dalamnya dalam wujud irama tampilan yang anggun dan selaras untuk berekpresi (lihat misalnya dalam tampilan atlit figure skating). Pengembangan potensi sekaligus pembentukan jelas-jelas terjadi melalui semua adegan yang bersifat mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa pendidikan jasmani dan olahraga berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan yang bersifat menyeluruh sangat dapat dipertanggung jawabkan.
Bahwa proses ajar merupakan bagian dan keterjadian pendidikan jasmani dan olahraga harus diakui, dan perubahan laku dimaksud memang terjadi melalui proses itu. Itulah sebabnya pada tataran praktis disyaratkan bahwa harus selalu terjadi proses transaksi antara guru dan murid, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni apa sesungguhnya substansi yang disampaikan oleh guru kepada murid, dan karena itu PENGETAHUAN apa yang terkandung dalam substansi yang disampaikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Kretik keras dari masyarakat dan orang tua siswa terhadap profesi pendidikan jasmani dan olahraga ialah bahwa hanya sedikit terjadi dan bahkan ada tuduhan sama sekali tidak berlangsung proses ajar.
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga
Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti dikembangkan di Eropa lebih merujuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan ke arah penyempitan makna semata mata menelaah proses pengajaran belaka, seperti misalnya dikatakan “sport pedagogy deal teaching rind learning of all age group … target group are individual with low level of performance,” atau ” sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and learning purposeful human movement. Dalam ungkapan yang Iebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah ” the science … which is concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam tulisan Grupe dari Kurz).
Definisi ini sangat membantu untuk memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga banyak berurusan dengan segenap upaya yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi dalam rangka proses pembudayaan, khususnya transformasi, nilai‑nilai inti yang memang, jika disimak secara cermat, bahwa olahraga itu sangat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam pembekalan kecakapan hidup. Tidak berlebihan, seperti telah disinggung pada awal naskah ini, bila mantan Sekjen PBB Kofi Anan sendiri menyebut olahraga itu sebagai “school of life” karena di dalamnya serba ada, sebuah gubahan kehidupan kemasyarakatan pada tingkat mikro. Misalnya, betapa kegiatan olahraga itu melibatkan dan sekaligus menggerakkan emosi dalam lakon hubungan antar orang, yang karenanya menjadi sebuah realita yakni manakala olahraga yang dibina dengan baik kegiatan itu akan menjadi sebuah adegan pergaulan yang efektif untuk membina pengendalian emosi atau memupuk kecerdasan emosional, bila kita meminjam konsep emotional intelligence yang dipopulerkan oleh Goleman akhir‑akhir ini.
Tidak dipungkiri bahwa seluruh lakon gerak insani yang sadar dan bertujuan dalam konteks olahraga itu melibatkan sebuah mekanisme kerja sistem persarafan dalam sebuah koordinasi yang luar biasa cepat dan rapih, mekanisme persepsi dan aksi yang sinkron yang dibuahkan dalam bentuk pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan masalah yang jitu selain kreativitas, seperti tampak dalarn peragaan para atlet tingkat tinggi (misalnya tampak dalam peragaan pemain profesional bola basket dan sepakbola). Unsur estetika melekat kuat di dalamnya dalam ujud irama dan tampilan yang anggun dan selaras untuk berekspresi (lihat misalnya dalam tampilan atlet figure skating). Pengembangan potensi sekaligus pembentukan jelas‑jelas terjadi melalui semua adegan yang bersifat mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa pendidikan jasmani dan olahraga berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan yang bersifat menyeluruh sangat dapat dipertanggung jawabkan.
Bahwa proses ajar merupakan bagian dari keterjadian pendidikan jasmani dan olahraga, harus diakui, dan perubahan ]aku yang dimaksud memang terjadi melalui proses itu. Itulah sebabnya pada tataran praktis disyaratkan harus selalu terjadi proses transaksi antara guru dan peserta didik, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni apa sesungguhnya substansi yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik, dan karena itu, pengetahuan apa yang terkandung dalam substansi yang disampaikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, Kritik keras masyarakat, terutama orang tua terhadap profesi pendidikan jasmani dan olahraga ialah bahwa hanya sedikit terjadi dan bahkan ada tuduhan sama sekaligus tidak berlangsung proses ajar. Telah terjadi proses pengerdilan tujuan pendidikan itu sendiri yang lebih bernuansa fisik‑keterampilan, dan itupun hanya tercapai sedikit sekali.
Komplikasi yang terjadi benar‑benar pada tataran praktis, bukan teoretis yang berakibat fatal bagi turunnya wibawa para pemangku profesi itu. Sungguh tidak terelakkan bahwa kesenjangan antara harapan dan kenyataan memang telah terjadi dalam pencapaian tujuan pendidikan jasmani dan olahraga yang terkait dengan kelemahan dalam hal kejelasan landasan keilmuannya dan keterhubungan antara aspek teoretis dan praktis.
Untuk mengenal lingkup pengembangan batang tubuh pedagogi olahraga Pokok pikiran Lee Shulman (1987) tentang tujuh kategori pengetahuan, sangat membantu untuk menjawab persoalan, apa landasan keilmuan utama pendidikan jasmani dan olahraga. Di Amerika sendiri, seperti laporan Christensen, bahwa dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani dari olahraga ( 1996), ketujuh kategori ini digunakan sebagai sumber yang paling sering dipakai NCATE (National Council on Accreditation for Teacher Education) dalam melaksanakan akreditasi guru pendidikan jasmani. Kupasan singkat tentang wilayah kajian pedagogi olahraga ini juga pernah dipaparkan dalam ceramah Schempp (1993) yang berjudul The Nature of Knowledge in Sport Pedagogy.
Ketujuh kategori pengetahuan tersebut di atas sebagai berikut:
  1. Content knowledge
  2. General pedagogical knowledge
  3. Pedagogical content knowledge
  4. Curriculum knowledge
  5. Knowledge of educational context
  6. Knowledge of learners and their characteristics
  7. Knowledge of educational goals
Ketujuh kategori pengetahuan yang melandasi sekaligus mendukung proses belajar mengajar pendidikan jasmani dari olahraga itu pada dasarnya dapat dipakai sebagai rujukan bagi pengembangan batang tubuh pedagogi olahraga. Ketujuh pengetahuan yang bersifat umum itu menunjukkan potensi pedagogi olahraga untuk mengintegrasikan pengetahuan dari subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya yang menjadi landasan teoretis penyelenggaraan pendidikan dalam konteks pendidikan jasmani dan olahraga pada umumnya. Menjadi lebih unik pengetahuan yang dimaksud karena ada tiga kategori pengetahuan yang mesti dikuasi oleh guru pendidikan jasmani. Kategori pertama, pengetahuan teoretis konseptual, kategori kedua pengetahuan tentang prosedur penerapan, dan kategori ketiga, penerapan pengetahuan yang bersifat situasional.
General pedagogical knowledge
Pengetahuan ini mencoba untuk menyingkap kaitan antara perilaku guru dan hasil belajar pada siswa. Cakupannya, meliputi:
  • kemampuan umum dalam mengelola dan merencanakan unit pengajaran;
  • pengelolaan dan pengorganisasian kelas;
  • metode/teknik pengajaran; dan
  • evaluasi persepsi penentuan (grading) nilai siswa.
Penelitian dalam kategori ini berkisar pada tema jurnlah waktu aktif belajar (Active Learning Time), pembuatan keputusan, efektivitas pengajaran dan manajemen kelas.
Pedagogical content knowledge
Pengetahuan ini berkenaan dengan bagaimana mengajar sebuah subjek atau topic bagi sekelompok peserta didik dalam konteks yang spesifik. Pengetahuan ini juga terkait dengan:
  • tujuan pengajaran sebuah subjek pada tingkat kelas yang berbeda;
  • konsepsi dan miskonsepsi siswa mengenai suatu subjek;
  • material kurikulum suatu subjek;
  • strategi pengajaran bagi sebuah topik.
Curriculum knowledge
Pada skala makro. pengetahuan ini berkaitan dengan tipe kurikulum dalam pendidikan Pengetahuan ini berkenaan dengan isi dari program yang berorientasi pada prinsip pertumbuhan dan perkembangan peserta didik jasmani, suatu bidang yang paling terbengkalai pengembangannya di Indonesia baik secara teoretis maupun praktis.
Diskusi dari pengembangan model kurikulum pendidikan jasmani di Indonesia masih sangat banyak memerlukan dukungan fakta empirik di lapangan. Karena itu perbincangan tentang kurikulum, yang kedudukannya amat strategis untuk pencapaian tujuan pendidikan membutuhkan banyak penelitian. Hanya sedikit pikiran kritis misalnya untuk mengkaji ulang implementasi model kurikulum pendidikan jasmani yang berorientasi pada “pelestarian kultur olahraga” dalam nuansa “sporting based approach” yang banyak dipengaruhi oleh para pendukung pengembangan olahraga elit‑kompetitif.
Dalam bentuk serpihan program tidak terstruktur program yang berbasis pada upaya peningkatan kebugaran jasmani di sana sini tampak diterapkan dengan munculnya aneka Senam Kebugaran Jasmani (SKJ) yang dalam banyak hal menyulitkan para guru dan siswa akibat struktur gerak atau tugas geraknya, sedemikian formal, tanpa dukungan riset untuk kemudian diadakan perubahan. Model kurikulum berbasis pengetahuan biologis ini yang dikenal dalam istilah ‘gerak badan” atau “taiso” semasa pendudukan Jepang, pernah diterapkan di Indonesia. Model pendidikan gerak yang sering dijumpai pada program SD, seperti saya lihat di Australia, masih jarang dikembangkan di Indonesia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum pendidikan jasmani di Indonesia merupakan wilayah pengembangan pengetahuan yang memerlukan prioritas, karena berpangkal dari model kurikulum itulah kemudian banyak muncul persoalan dalam penerapannya.
Knowledge of educational contexts
Semua program pendidikan jasmani berlangsung dalam konteks yang beragam. yakni yang dapat mempermulus atau iebalikiiya menghambat pelaksanaan pengajaran. Yang dimaksud dengan konteks atau tata latar adalah keseluruhan faktor yang mempengaruhi apa dan bagaimana isi diadakan dan dipelajari dalam sebuah program. Dalam lingkup yang lebih luas kita dapat mengamati betapa besar variasi dari perbedaan lingkungan lembaga pendidikan antara sekolah di perkotaan, pedesaan, atau yang terdapat di pesisir dan di daerah belantara, daerah‑daerah terpencil. Kebanyakan lingkungan semacam itu relatif stabil, tetap, dan arena itu hanya sedikit kemampuan guru untuk mengubahnya. Hal terbaik yang dapat dilakukannya ialah ia mesti dapat membiasakan diri menghadapi lingkungannya dan   an mampu memanfaatkan secara maksimal semua  potensi untuk mendukung pengajaran. Ini berarti bahwa faktor lingkungan ini tidak dengan sendirinya menjadi penghambat, dan bahkan program pendidikan jasmani itu berlangsung dalam konteks yang memungkinkan para guru untuk memperoleh pilihan yang banyak bagi pengajarannya.
Penjelasan ini mengingatkan guru pendidikan jasmani saya pada tahun 1962, yang memanfaatkan sebatang pohon karet di halaman sekolah, ketika kami menempuh pendidikan di SGA Kuala Kapuas. Salah satu tugas ajar yang tidak dapat saya lupakan ialah “memanjat pohon karet itu,” sebuah tugas yang memerlukan ketangkasan, kekuatan. dan bahkan keberanian.
Contoh pengalaman ini membenarkan pernyataan bahwa setiap sekolah memiliki karakteristik yang unik yang dapat memberikan peluang dan tantangan bagi guru pendidikan jasmani. Guru perlu memahaminya karena konteks situasi pengajaran mempengaruhi bagaimana guru mengembangkan, apa keterampilan yang mereka perlu kuasai, bagaimana pikiran mereka tentang keterampilan tersebut, dan apa yang mereka pikirkan tentang tujuan bagi program pendidikan jasmaninya.
Pengetahuan ini berkenaan dengan dampak lingkungan terhadap pengajaran, yang meliputi faktor lingkungan fisikal dan sosial di dalam dan di sekitar kelas, termasuk pengetahuan tentang kegiatan kerja dalam kelompok atau kelas, pembiayaan pendidikan, karakteristik masyarakat dan budaya. Dalam paparannya sebagai pemakalah kunci pada konferensi internasional AISEP di Lisbon baru‑baru ini, Richard Tinning dari Queensland University mengangkat proposisinya tentang kelangsungan pendidikan jasmani dan olahraga yang berorientasi pada keragaman budaya dan ia mengeritik pandangan yang memahami pendidikan jasmani dan olahraga sebagai fenomena universal. Lebih rinci lagi, seperti dalam tulisan Metzler (2000), faktor konteks ini dipaparkan dalam lima faktor utama: (1) lokasi sekolah, (2) demografis siswa, (3) administrasi. (4) staf pelaksana pendidikan jasmani, dan (5) sumber‑sumber belajar.
Faktor lokasi meliputi lingkungan perkotaan, pedesaan, dan pinggiran kota. Yang berpotensi untuk mempengaruhi pengajaran seperti luas sempitnya pekarangan atau lapangan yang tersedia, keterjangkauan sekolah yang terkait dengan transportasi, dan faktor keamanan. Termasuk faktor yang lebih pelik ialah keadaan iklim, seperti sekolah-sekolah di bagian Indonesia Timur yang banyak diterpa oleh sinar terik matahari sehingga keadaan ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pengajaran di daerah terbuka. Itulah sebabnya, seperti sekolah‑sekolah di kota Brisbane, negara bagian Queensland, Australia, para siswanya diharuskan memakai topi ketika mengikuti pendidikan jasmani untuk mengurangi sengatan sinar matahari selain mesti membawa minuman untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh.
Knowledge of learners and their characteristics
Pengetahuan ini berkenaan dengan proses ajar manusia dan penerapannya dalam pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Terliput di dalamnya pemahaman tentang karakteristik siswa yang amat beragam dari aspek kognitif. emosi, sosial, dan faktor sejarah dan budaya. Pemahaman tentang peserta didik berkenaan dengan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan, learning capacity, perbedaan bahasa, dan kondisi psikososial yang mempengaruhi sikap dan aspirasi siswa dalam belajar.
Banyak uraian kita jumpai tentang prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) dalam pengertian penyesuaian substansi, sekaligus metode dan strategi dengan karakteristik siswa atau peserta didik. Prinsip ini mongukuhkan asas pengajaran yang berpusat Pada Siswa, dan pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangannya amat menentukan dalam penyusunan perencanaan, dan menjadi titik awal dalam hill pemahaman mengenai kebutuhan dan kemampuan siswa.
Sudah lazim kita pahami tentang konsep perkembangan Kognitif, dan betapa penting bagi guru Untuk memahami proses kognitif karena mempengaruhi belajar Tahap‑tahap perkembangan kognitif yang diteorikan oleh Piaget, yakni (1) sensorimotor, (2) pre‑operational, (3) concret operationals, dan (4) formal operations, banyak mempengaruhi kurikulum pendidikan jasmani dewasa ini.
Perkernbanggan gerak yang menunjukkan fase penguasaan keterampilan di sepanjang hayat juga merupakan titik awal bagi pengembangan model pengajaran. Wilayah binaan yang tak kalah pentingnya ialah domain afektif yang di Indonesia, karena pengajaran didikte oleh sistem evaluasi yang serba terukur menyebabkan bagaimana membina perkembangan afektif ‘ini menjadi kurang sistematik. jika bukan disebut hanya sebagai dampak pengiring. Betapa pentingnya kecakapan hidup berupa pengendalian diri yang bertumpu pada pengendalian emosi, sama halnya kemampuan memotivasi diri disertai dengan ketekunan yang menjadi landasan bagi pencapaian prestasi dalam bidang apa saja, yang sesuai dengan bakat seseorang.
Adegan‑adegan dalam permainan atau pelaksanaan tugas ajar dalam konteks pengajaran pendidikan jasmani, sungguh menyediakan banyak kesempatan bagi pengembangan domain afektif ini. Kejujuran dan tanggung jawab misaInya banyak sekali dijumpai dalam peristiwa permainan dan peragaan ketangkasan, dan peluang ini sia‑sia belaka jika tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.
Teori pemrosesan informasi dan penyimpanannya misalnya telah mencoba untuk mengkaji persoalan ini dalam konteks penguasaan keterampilan gerak. Upaya ini sangat bermanfaat untuk memahami proses kognitif yang melandasi kemampuan seseorang untuk belajar dan memecahkan masalah. Pengetahuan ini disebut “metacognition ” (pengetahuan tentang proses kognitif yang dimiliki seseorang).
Pengalaman menunjukkan bahwa kunci‑kunci pelaksanaan tugas gerak yang disampaikan oleh guru atau pelatih tidak lebih dari sebuah rambu‑rambu ) ang memudahkan siswa atau atlet untuk mengingat konsepnya, tetapi dalam pelaksanaannya, terutama keputusan‑keputusan yang bersifat situasional adalah tergantung pada siswa atau atlet itu sendiri. Fenomena ini tampak misalnya dalam pelaksanaan tugas gerak yang tergolong “keterampilan terbuka” atau open skill. dalam keadaan, pangaruh faktor lingkungan sangat dominan sehingga seseorang dihadapkan dengan tantangan untuk memecahkan masalah sendiri.
Seperti sudah disinggung di muka perbincangan tentang pentingnya faktor perhatian dan fenomena arousal atau bangkit yang Mempengaruhi kinerja seseorang Tema ini tak kalah menariknya dengan tema penyimpanan informasi jangka pendek dan jangka panjang, penyimpanan perbendaharaan gerak dalam pusat memori Yang kemudian siap untuk dipanggil kembali.
Teori motivasi, termasuk jenisnya (intrinsik dan ekstrinsik) tidak kalah menariknya, sama halnya dengan persoalan “transfer of learning”, bagaimana suatu kecakapan dam mempengaruhi penguasaan kecakapan baru lainnya dalam bentuk nilai alihan positif manakala kecakapan lama mendukung atau memperkuat perolehan kecakapan baru, atau bersifat negatif, bila efeknya sebaliknya.
Berkaitan dengan persoalan ini dalam konteks pendidikan jasmani, lebih‑ebih dalam olahraga kompetitif tingkat tinggi sangat dibutuhkan fleksibilitas kognitif, yakni kecakapan untuk mengevaluasi suatu masalah dari beberapa sudut pandang, dan kemudian melihat beberapa kemungkinan interpretasinya.
Pengungkapan pemahaman tentang peserta didik ini, seperti halnya di Indonesia memerlukan upaya yang lebih banyak melalui penelitian. Beberapa contoh penelitian diluar negeri berkenaan dengan karakteristik siswa:
  • Pengaruh aktivitas jasmani terhadap self‑esteem (Gruber, 1985)
  • Pertumbuhan dan perkembangan (Broekhoff, 1985)
  • Perkembangan sosial (Sage,1985)
  • Kognisi siswa (Amelia Lee, dkk (1992)
Knowledge of educational goals
Pengetahuan ini berkenaan dengan tujuan, maksud dan struktur sistem pendidikan nasional. Apa yang diharapkan guru pada siswa untuk dipelajari di kelas, sehaluan dengan cita‑cita pembangunan nasional. Pembelajaran berlangsung untuk mencapai tujuan dalam keadaan peserta didik memiliki kebebasan untuk semua terlibat, bertanggung jawab dan menikmati iklim kemerdekaan untuk menyelidik, menemukan, mengembangkan dan memahami keterampilan, menghayati nilai‑nilai yang dibutuhkan bagi pengembangan sebuah masyarakat madani (civil society) yang adil. Penelitiannya terkait dengan riset dalam kurikulum studi tentang orientasi nilai (misalnya, Ennis, 1992), hidden curriculum (misalnya, Bain (1989); tujuan & nilai pendidikan (misalnya, Hellison, 1993)

Pendidikan Jasmani
            Pendidikan jasmani terdiri dari kata pendidikan dan jasmani, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan sesorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 1989), jasmani adalah tubuh atau badan (fisik). Namun yang dimaksud jasmani di sini bukan hanya badan saja tetapi keseluruhan (manusia seutuhnya), karena antara jasmani dan rohani tidak dapat dipisah-pisahkan. Jasmani dan rohanai merupakan satu kesatuan yang utuh yang selalu berhubungan dan selalu saling berpengaruah.

            Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia
            Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia.
Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga
Pendidikan Jasmani / Pendidikan Olahraga - Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : "Apakah pendidikan jasmani?" Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalarn kurikulum 1984, menjadi pelajaran "pendidikan jasmani dan kesehatan" (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani?

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat
gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.

Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah ` hasil ' dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri¬ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran.
Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan olahraga adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola voli, mereka balajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan.
Guru demikian akan berkata: "kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola dan instruksikan anak supaya bermain langsung yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demontrasi temannya yang sudah mahir. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan “kalau anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam dan mereka akan bisa sendiri.
Beda dan Persamaan Pendidikan jasmani dengan Pendidikan Olahraga
Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) merupakan bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan pengelolaan yang tepat, maka pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan Jasmani, Rohani dan Sosial Peserta didik tidak pernah diragukan.
Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani.

Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga).

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, dari pada hanya menganggapnya sebagai seorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pendidikan jasmani ini harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistic tubuh jiwa ini termaksud pula penekanan pada ketiga domain kependidikan, psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa”. Artinya, dalam tubuh yang baik “diharapkan” pula jiwa yang sehat, seperti dengan pepatah “men sana in corporesano” Akan tetapi, apakah kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan asmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat ini bersifat dominant dalam masyarakat kita atau diantara pengembang tugas penjas sendiri. Masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani disekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas disekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang lebih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani dikita masih tidak ditekankan kemana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali.

Contoh dimana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjukan pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani dilapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita juga harus mempertimbangkan hubungan antar bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu popular dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktifitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan didalam keduanya.

Olahraga dipihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang teorganisasi, yang menepatkanya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Diatas semua pengertian itu, olahraga adalah aktifitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kopetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain, karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.

Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan prestasi.

Ada 4 aspek yang membedakan antara Pendidikan Jasmani dengan Olahraga antara lain:
1. Tujuan Pendidikan Jasmani disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang menyangkut pengembangan seluruh pribadi anak didik, sedangkan tujuan Olahraga adalah mengacu pada prestasi unjuk laku motorik setinggi-tingginya untuk dapat memenangkan dalam pertandingan.
2. Isi Pembelajaran dalam pendidikan jasmani disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak didik, sedangkan pada olahraga isi pembelajaran atau isi latihan merupakan target yang harus dipenuhi.
3. Orientasi Pembelajaran pada pendidikan jasmani berpusat pada anak didik. Artinya anak didik yang belum mampu mencapai tujuan pada waktunya diberi kesempatan lagi, sedangkan pada olahraga atlet yang tidak dapat mencapai tujuan sesuai dengan target waktu dianggap tidak berbakat dan harus diganti dengan atlet lain.
4. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang dipakai untuk mengetahui entry behavior, sedangkan pada olahraga bertujuan untuk memilih atlet berbakat.

PERBEDAAN PENDIDIKAN FORMAL DAN NONO-FORMAL
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat.

 Mengenyam   pendidikan  pada  institusi  pendidikan  formal  yang  diakui  oleh  lembaga  pendidikan  Negara  adalah  sesuatu  yang  wajib  dilakukan  di  Indonesia. Mulai  dari  anak  tukang  sapu jalan, anak  tukang  dagang  martabak  mesir, anak  tukang  jamret, anak  pak  tani, anak  bisnismen, anak  pejabat  tinggi  Negara, dan  sebagainya  harus  bersekolah, minimal  9  tahun  lamanya  hingga  lulus  SMP.
Mungkin  dari  kita  yang  mempertanyakan  apakah  sebenarnya  fungsi  pendidikan  formal  tersebut? Kenapa kita  bersekolah? dan  mengapa  semakin  tinggi  jenjang  pendidikan  kita  maka  semakin  baik?.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menjadi warga Negara. 

Ada beberapa Krateristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu;
  1.  Pendidikan diselengarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarki
  2. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen.
  3. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
  4. Materi atauisi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.
  5. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan dimasa yang akan datang.  

Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah mencari fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab;
  1. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini undang-undang pendidikan UUSPN nomor 20 tahun 2003.
  2. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan and tingkat pendidikan kepadanya masyarakat oleh masyarakat dan bangsa.
  3. Tanggungjawab fungsional ialah: Tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari para guru.

Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Peran sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sementara itu, dalam perkembangan keperibadian anak didik, peranan sekolah dengan melalui kurikulum, anatara lain sebagai berikut:
  1. Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan )
  2. Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.
  3. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara.

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan formal memiliki peran dan fungsi yang berdasarkan asas-asas dan tanggung jawab yang berbeda-beda yang salah satunnya telah ditetapkan oleh UUD No. 20 Tahun 2003 yang berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana sub-sistem tersebut berperanan.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pedagogi olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahraga yang masih muda usianya dengan kedudukan sangat berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin iImu keolahragaan lainnya untuk mendukung pemahaman bagi kelangsungan proses pembelajaran atau tindakan yang bersifat mendidik. Proses pembelajaran itu melibatkan keterjadian transaksi antara guru dan peserta didik, dan dalam proses itu penguasaan 7 kategori pengetahuan menjadi amat penting yang dipandang sebagai batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan jasmani, pengembangan model‑model pengajaran berlandaskan pada batang tubuh pengetahuan tersebut.
Untuk penyelenggaraan pengajaran yang berhasil dalam pendidikan jasmani dan olahraga, ketujuh kategori pengetahuan itu tidak saja dapat diungkapkan kembali oleh guru yang bersangkutan, tetapi pengetahuan itu harus sampai pada tataran penerapan Pada waktu sebelum, selama dan setelah pengajaran berlangsung. Lebih rumit lagi karena pengetahuan itu harus dapat diselaraskan dengan kondisi pengajaran yang berubah‑ubah yang amat spesifik pada setiap saat.
Pengembangan pedagogi olahraga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan jasmani dan olahraga khususnya di lingkungan lembaga pendidikan formal dan non‑formal, Karena itu, penelitian untuk mengembangkan batang tubuh pedagogi olahraga di sekitar 7 kategori pengetahuan sangat diperlukan dengan menerapkan paradigm penelitian yang sesuai dengan topik masalahnya. Tradisi penggunaan analisis secara empiric masih populer, meskipun pendekatan kualitatif kian menunjukkan peningkatan dalam penerapannya sekitar dua dasawarsa, meskipun masih amat terbatas di Indonesia.



Saran
            Saya selaku penulis sangatlah membutuhkan kritikan dan saran dari para pembaca yang nantinya akan dapat membuat makalah ini jadi lebih sempurna. Tak lupa juga ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua,terutama bagi saya selaku penulis.






DAFTAR PUSTAKA
beda-dan-persamaan-pendidikan-jasmani dan
definisi-olahraga 1.html
definisi-pendidikan-jasmani.html
pedadogi 1.html
pedagogi olahraga.html
id.wikipedia.org/wiki/Pedagogi
Pedagogi.htm
por.sps.upi.edu/?p=49
Pendidikan Olah Raga SPs » PEDAGOGIK OLAHRAGA.htm
id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal
Pendidikan_formal.htm
pendidikan-formal.html
pengertian jasmani.html
Pengertian Olahraga dan pedagogi.htm
Pengertian Pendidikan nonformal.htm
pengertian_definisi_olahraga_.html
pengertian-pendidikan-formal-dan non formal.html
PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA « Rosy46nelli's Blog.htm
perbedaan-pendidikan-jasmani-dan pend or.html
id.answers.yahoo.com › ... › Lain-lain - Pendidikan & Referensi
tujuan pend non formal.htm
id.answers.yahoo.com › ... › Pendidikan Tinggi (Universitas)
tujuan pendidikan formal.htm







2 komentar:

  1. Materi pa Habibi sangat baik( mantap ) kalau boleh kirimkan ke gmail ku, terimakasih

    BalasHapus
  2. Pa Habibi ,ma'afyaa, saya ikut gofi materi bapa ya untuk bahan kuliah saya, salam olahraga dariku, M . Syahruddin, S. Pd, Guru Penjas Or SMAN 1 Banjarmasin Kalimantan Selatan, Salam Olahraga, Makasih Bapa.

    BalasHapus