Jumat, 03 Januari 2014

Mohamad Habibi/FIK/UNESA MENGEVALUASI BEBAN LATIHAN


MENGEVALUASI BEBAN LATIHAN



Beberapa tugas monitoring biokimia latihan berkaitan dengan evaluasi beban latihan dengan menggunakan parameter-parameter metabolic dan hormonal untuk menilai intensitas dan volume beban sesi latihan dan mikrocycle. Parameter-parameter biokimia pada umumnya diperlukan untuk menilai efek yang dapat dilatih dari beban latihan. Kemungkinan untuk asesmen ini muncul dari konsep sintesis protein adaptif sebagai landasan efek-efek latihan pada level struktur selular. Akumulasi sintesis protein inductor dapat menyediakan sebuah alat untuk mengevaluasi efek latihan. Asesmen beban latihan dan mikrosiklus juga memerlukan diagnostic fatig dan monitoring periode recovery.

Beban Sesi Latihan
Mendesain latihan untuk atlet terdiri dari 2 kelompok tugas yang harus dipertimbangkan, yaitu strategi latihan dan taktik latihan. Strategi latihan melibatkan penggunaan yang sangat efektif  waktu latihan dalam movement dari teenager hingga Homo Olympicus. Strategi latihan dibutuhkan untuk pengembangan ontogenetic dan untuk menggunakan tahap-tahap perkembangan yang paling favorit untuk menginduksi perubahan-perubahan yang dibutuhkan dalam hal structural, metabolic dan fungsional. Tugas-tugas tersebut harus terdistribusi selama bertahun-tahun dalam setahun antara periode-periode latihan dan dalam satu periode latihan antara latihan mesocycles dan microcycles.
Taktik-taktik latihan berkaitan dengan bagaimana untuk bertindak terhadap organisme untuk menginduksi perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada tubuh. Berkaitan dengan taktik latihan termasuk didalamnya pilihan latihan dan metode latihan, desain sesi latihan, dan microcycles. Beberapa pertanyaan berkaitan dengan taktik latihan adalah
1.      Perubahan manakah yang harus diinduksi pada tahap tertentu dalam latihan?
2.      Latihan manakah yang menginduksi perubahan-perubahan yang dibutuhkan?
3.      Metode latihan manakah yang harus digunakan?
4.      Bagaimana inductor-induktor dapat dibentuk untuk sintesis protein structural dan enzim yang dibutuhkan untuk sesi tersebut?
5.      Berapa tahap harus dilakukan dalam satu sesi latihan?
6.      Berapakah beban yang cukup (trainable) dari sebuah sesi latihan yang ditentukan?
7.      Bagaimana pengaruh sesi-sesi latihan diintegrasikan?
8.      Bagaimanakah sesi latihan dan waktu recovery antara sesi-sesi terkait?
Sudah dihipotesiskan bahwa pilihan latihan menentukan protein struktural dan enzim yang akan disintesis sebaliknya beban total sesi latihan menentukan aktivasi fungsi endokrin yang implikasinya juga pada adaptasi sintensis protein. Total beban adalah jumlah pengaruh-pengaruh dari semua latihan yang dilakukan selama sesi dan tergantung pada  intensitas latihan dan interval istrahat diantara latihan-latihan. Total beban satu sesi latihan mungkin: berlebih, sesuai kebutuhan, sebuah beban yang dipertahankan, sebuah beban restitusi (pengganti) dan beban yang tidak berguna.  Berdasarkan ketiga level beban tersebut setidaknya 3 kelompok kriteria dibutuhkan untuk sebuah analisis detail pengaruh sesi latihan, yaitu: (1) kriteria untuk beban latihan yang terberat, (2) kriteria untuk efek perubahan (sesuai kebutuhan) dan (3) kriteria untuk beban minimum yang akan menginduksi efek latihan utama.
Pengujian rasio antara laju oksidasi radikal bebas dan aktivasi sistem antioksidan bertujuan untuk menyediakan sebuah pendekatan namun ini merupakan sebuah indek yang sesuai yang sangat berguna pada kondisi lapangan latihan olahraga untuk mengevaluasi stress oksidatif. Dalam praktek latihan beban seringkali dalam borderline antara overtraining dan training yang efektif. Kemajuan kapasitas performan didasarkan pada laju yang dihasilkan dari organ-organ dan jaringan setelah overstrain. Dalam kasus-kasus produksi cepat, overstrain tidak memerlukan remediasi. Meskipun demikian efek-efek overstrain, berulangkali terjadi, dan terakumulasi dan menghasilkan kerusakan yang serius. Kemungkinan apakah untuk menguji fenomena laten ini dan laju regerasi? Tes yang paling baik akan memberikan informasi tentang beban terbesar yang tidak dapat menyebabkan overstrain.



Menilai Efek Trainable Sesi Latihan
Secara praktek yang terpenting adalah mengetahui apakah sesi latihan menginduksi sebuah efek trainable yang ditemukan dalam perubahan pada level selular. Perubahan pada level selular berkaitan dengan sintesis struktur protein dan penambahan molekul enzim yang mengkatalisis jalur-jalur metabolisme. Jadi asesmen efek trainable mungkin ditemukan pada akumulasi intraselular dari metabolit-metabolit atau perubahan hormonal selama dan sesudah sesi latihan yang menjamin kebutuhan adaptasi sintesis protein.
Sejumlah problem yang timbul berkaitan engan indeks, yang paling serius adalah komplikasi metodologi yaitu kebutuhan mendapatkan cairan tubuh atau sampel jaringan untuk analisis dan kebutuhan untuk metode biokimia yang komplikasi. Perubahan-perubahan metabolik yang mengontrol even-even transkripsi dan translasi adalah intraselular. Penggunaan metode biopsi untuk menentukan perubahan intraselular dan jaringan dalam proses metabolik bukan sebuah pekerjaan yang sederhana.

Metabolit 
Cara yang utama dalam mengecek perubahan metabolik adalah melalui analisis darah dan urin sehingga evaluasi perubahan-perubahan umum status metabolik dan akumulasi metabolik yang menyebabkan keluarnya metabolik dari bagian intraselular. Namun masih disesalkan karena belum dapat mengetahui apakah induktor-induktor metabolik yang menyebabkan efek latihan utama termasuk berapa banyak akumulasi metabolit yang seharusnya. Akibatnya, indeks-indeks metabolik masih dapat digunakan untuk mendekteksi perubahan umum dalam status metabolik.
Selama latihan anaerobik yang kuat, kenaikan laktat darah sangat menyolok sehingga tidak ada alasan untuk meragukan nilai laktat untuk evaluasi yang bersifat semikuantitatif dari kapasitas anaerobik. Meskipun demikian kita tidak tahu pasti berapa tinggi level laktat yang dibutuhkan atau untuk berapa lama peningkatan level laktat untuk dipertahankan untuk mencapai sebuah stimulus yang efektif untuk meningkatkan kapasitas anaerobik. Pada isu-isu metode latihan, saran-saran dapat ditemukan bahwa minimal dosis latihan yang menstimulasi peningkatan kapasitas anaerobik adalah latihan yang menyebkan level laktat darah lebih besar daripada 4 mmol/L. Untuk atlet berkualifikasi latihan yang dibutuhkan minimal meningkatkan level laktat darah 11 mmol/L. Untuk atlet-atlet elit, laktat darah meningkat mencapai 19 hingga 22 mmol/L yang minimal terjadi dalam latihan. Dalam kasus ini, efek latihan meningkat dengan durasi periode selama konsentrasi laktat pada level yang diindikasikan.
Satu hal yang diperdebatkan apakah level-level laktat yang tinggi ini benar-benar diperlukan untuk menstimulasi peningkatan kapasitas anaerobik. Ada 3 prinsip cara untum meletakkan permintaan yang besar terhadap glikogenolisis anaerob, yaitu: (1) ketika latihan intensif dilakukan level laktat yang tinggi mungkin menyebabkan tapi hanya untuk waktu singkat, (2) ketika jumlah yang sama dari latihan dilakukan dengan menggunakan metode interval, level laktat akhir mungkin sama atau bahkan lebih tinggi daripada pada kasus pertama tapi waktu selama level laktat meningkat berlangsung lebih lama, dan (3) Sebuah kemungkinan juga terjadi bahwa latihan aerobik-anaerobik yang terus menerus, konsentrasi laktat secara perlahan meningkat. Level laktat yang tinggi mungkin bertahan untuk waktu yang lebih lama daripada pada kasus sebelumnya.
Investigasi biokimia gagal menunjukkan sebuah aksi indiktor laktat terhadap sintesis protein. Jadi laktat tampak untuk mengindikasikan hanya situasi dimana induktor-induktor yang sebenarnya terbentuk untuk menstimulasi sintesis protein yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas anaerobik.
Sebuah kecenderungan yang lebih luas digunakan urea darah untuk mengevaluasi beban sesi latihan dan proses recovery. Peningkatan level urea darah mengindikasikan sebuah pengaruh kuat dari sesi latihan dan menyarankan efek trainabe. Normalisasi level urea darah digunakan sebagai sebuah indek waktu untuk melakukan sesi latihan berikutnya. Namun hubungan antara perubahan urea darah akibat latihan dan stimulasi sintesis protein adaptif belum ditetapkan.
Produksi urea ditekan ketika latihan menginduksi level laktat tinggi. Jadi level urea menyediakan informasi paling baik terhadap beban latihan ketika latihan aerobik kontinu digunakan. Pada atlet-atlet enduran, perbedaan korelasi ditemukan antara level urea sesudah latihan dan jumlah total yang ditimbulkan latihan.
Sebuah indeks spesifik  dari katabolisme protein kontraktil otot adalah ekskresi 3-metilhistidin. Data diperoleh baik pada manusia maupun tikus bahwa sesudah latihan, ekskresi 3-metilhistidin meningkat secara perlahan. Untuk mendapatkan sebuah hubungan antara ekskresi 3-metilhistidin dan efek latihan, ekskresi 3-metilhisitidin telah diukur pada pria muda selama sebuah periode latihan 8 minggu untuk meningkatkan power atau strength.     
Setidaknya ada 2 cara yang ada untuk memahami hubungan antara efektivitas latihan dan ekskresi 3-metihistidin. Pertama, sebuah peningkatan ekskresi 3-metihistidin selama recovery sesudah latihan diasumsikan untuk mengekspresikan suatu peningkatan pergantian protein kontraktil. Peningkatan pergantian protein kontraktil merupakan sebuah kondisi indispensable untuk pertumbuhan/perkembangan otot. Jadi peningkatan ekskresi 3-metilhistidin berkaitan dengan kondisi keseluruhan anabolisme protein otot. Di lain pihak, sebuah peningkatan produksi 3-metilhistidin mungkin mendeskripsikan  sebuah kondisi dimana metabolit-metabolit induktor untuk sintesis protein myifobril terakumulasi.. Kedua, sebuah konsentrasi yang tinggi dari ekskresi 3-metilhistidin mungkin digunakan sebagai sebuah indeks efektivitas latihan dalam menstimulasi hipertrophy otot.

Hormon
Berkaitan dengan hormon, perhatian lebih pada perubahan level testosteron dan tyroksin + triiodotironin yang terjadi pada sesi latihan untuk meningkatkan strength atau endurans. Hormon-hormon tersebut menggunakan sebuah induktor kuat untuk memperoleh sintesis intensif protein myofibril dan protein mitokondria.
Untuk sintesis protein myofibril, faktor yang paling esensial adalah dinamika androgen selama periode recovery. Karakteristik umum dinamika testosteron adalah levelnya yang rendah selama beberapa jam sesudah latihan. Meskipun demikian, sebagian dari latihan endurans ada kecenderungan peningkatan produksi testosteron setelah latihan strength setelah berkurang selama 1 – 3 jam pertama. Pada manusia,peningkatan sintesis protein dalam otot selama periode recovery sesudah latihan resistensi dan testosteron berpengaruh terhadap sintesis protein otot . Ditemukan korelasi yang signifikan antara konsentrasi testosteron atau rasio testosteron/cortisol dengan perubahan strength dan power selama periode latihan hingga satu tahun. Meskipun level testosteron rendah pada wanita, sebuah korelasi telah ditemukan antara level testosteron serum dan sebuah perubahan force maksimal individual. Korelasi ini mungkin ditemukan pada estradiol-dependen yang meningkat sensitivitasnya terhadap efek anabolik testosteron tubuh wanita.
Setelah latihan endurans, lokus utama peningkatan laju sintesis protein adalah mitokondria serat fast oksidative glycolytic (FOG) dan slow oxidative (SO). Peningkatan level triiodotyronin dan tiroksin bertepatan dengan peningkatan  3H-tyrosin pada semua tipe serat otot pada tikus normal. Peningkatan yang paling menyolok adalah dari label penyatuan ditemukan 24 jam setelah latihan. Pada tikus-tikus hipertiroid tidak ada peningkatan ditemukan dalam label penyatuan selama 48 jam periode recovery sesudah 30 menit berlari.
Sebuah efek stimulator terhadap sintesis protein dihasilkan oleh insulin dan somatotropin. Hasil-hasl ini secara bersama-sama menyarankan bahwa informasi tentang efek trainble diperoleh melalui respon testosterin, hormon thyroid, hormon pertumbuhan (GH) dan insulin selama dan sesudah sesi latihan. Jadi untuk monitoring latihan tidak hanya respons-respons yang signifikan selama sesi latihan tapi juga dinamikanya sesudah latihan.  Meskipun demikian, seringkali penentuan hormon seringkali mengganggu atlet karena tusukan jarum vena berulangkali diperlukan untuk menentukan dinamika dan untuk mendapatkan peningkatan level hormon.

Menilai Intensitas Sesi Latihan
Dalam prakteknya, beban sesi latihan biasa dievaluasi dengan menggunakan 2 parameter, yaitu volume dan intensitas. Volume latihan adalah sebuah karakteristik kuantitatif  yang diukur dalam kilometer total jarak yang ditempuh selama sesi, total berat latihan resistans, jumlah repetisi latihan, waktu latihan total dan seterusnya. Intensitas sebuah beban adalah volume per unit waktu yang dievaluasi melalui intensitas relatif latihan yang dilakukan (dalam persentase VO2 maks, berat maksimal 1-repetisi, kecepatan). Waktu adalah total waktu yang digunakan selama latihan dengan intensitas tertentu. Setiap even olahraga memiliki karakteristiknya masing-masing untuk volume dan intensitas beban.
Dari sejumlah artikel menunjukkan bahwa assay laktat darah tidak selalu memberikan sebuah asesmen yang dependen dari intensitas latihan atau kemampuan performan. Ada kemungkinan efek negatif karena pengaruh diet atau kondisi lain. Asesmen intensitas sesi latihan melalui level laktat tergantung pada (1) durasi interval relief antara bout latihan dengan intensitas tinggi, (2) waktu interval antara latihan intensif terakhir dan samping darah, dan (3) fakta bahwa pada latihan sprint short-term, respon laktat tidak tinggi karena resintesis ATP  disebabkan oleh pemecahan fosfokreatin. Meskipun demikian dalam even bersepeda, penentuan laktat dengan metode ekspresi cepat sangat berguna untuk mengontrol lari, renang, bersepeda atau intensitas mendayung selama sesi latihan. Pendekatan ini sangat berakna jika intensitas latihan diatur menurut ambang aaerobik (atau aerobik).
Latihan sprint adalah sangat erat kaitannya dengan akumulasi amonia dalam darah. Penulis menyimpulkan bahwa peningkatan amonia merupakan konsekuensi utama  intensitas latihan tapi bukan volume, sebaliknya respon laktat berkaitan dengan intensitas dan volume.
Dalam latihan strength dan power, total beban adalah jumlah produk jumlah repetisi dan berat setiap latihan:
Volume beban = (jumlah repetisi x berat rata2 lathan E1) + (jumlah repetisi x berat rata2 E2... + (jumlah repetisi x berat rata2 En).
Intensitas beban dihitung dengan rumus berikut:

                               Volume beban high-load exercise (90%-100%)
Intensitas beban =----------------------------------------------------------
                                 Total beban     

Jika diperhatikan hasil-hasil studi dalam kajian ini tampak sering tidak bersesuaian antara satu studi dengan hasil studi`lainnya. Ketidaksesuaian tersebut berkaitan dengan aksi-aksi simultan dari beberapa factor. Respon hormonal terhadap sebuah latihan resistans tergantung pada massa otot yang dilibatkan, intensitas beban, jumlah istrahat antara seting latihan dan latihan, volume kerja dan level latihan individu. Akibatnya, interplay simultan berbagai factor terjadi komplikasi dalam penggunaan perubahan hormonal untuk menetapkan aksi salah satu dari factor tersebut.  Meskipun demikian jika memperhatikan respons-respon hormonal sebagai bagian integral volume aksi, intensitas dan regim latihan dan factor-faktor lain yang mungkin kita dapat memahami pengaruh umum mereka terhadap system endokrin. Problemnya kita tidak pernah tahu tentang penerimaan hormonal dalam serat-serat otot. Jadi harus diingat bahwa melalui respons hormonal kita dapat membuat saran-saran tapi tidak mencapai dinamika level hormon selama periode recovery. Informasi respon hormon penting untuk memahami sintesis protein adatif tapi bukan aktualisasi pengaruh endokrin.

Training Microcycle
Sebuah unsur penting dari organisasi latihan adalah training microcycle yang meliputi sejumlah terbatas hari untuk latihan dan istrahat untuk mendapatkan suatu pengaruh yang cukup terhadap tubuh.  Organisasi microcycle harus (1) merupakan aksi dari sesi latihan berikutnya, (2) menentukan rasio antara waktu latihan dan jam istrahat, (3) menjamin restitusi yang lengkap sebelum memulai microcycle berikutnya.
Waktu aktualisasi sintesis protein adaptif (fungsi rekonstruksi periode recovery) dan superkomposisi penyimpanan energi ditentukan oleh organisasi microcycle latihan. Meskipun demikian latihan training menentukan spesifikasi sintesis protein adaptif dan beban sesi latihan menjamin perubahan hormonal untuk amplifikasi atau penguatan, latihan microcycle berpengaruh terhadap protein turnover. Untuk tujuan tersebut, microcycles dapat dikategorisasi menjadi: (1) Microcycle pengembangan yang menjamin hasil yang diinginkan, (2) Microcycle terapan (aplikasi) mengatur tubuh atlet untuk dilatih pada awal periode latihan atau untuk kondisi laithan baru (latihan dari indoor menuju outdoor atau sebaliknya), (3) Microcycle kompetisi yang dilakukan pada hari terakhir sebelum kompetisi dan hari kompetisi, dan (4) Microcycle restitusi yaitu hari relief atau minggu sesaat setelah microcycle kompetisi atau sesudah microcycle blow.
Secara prinsip, microcycle dengan beban akhir mungkin menghasilkan tiga hasil yang berbeda, yaitu: (1) fatig yang umum selama hari terakhir latihan, selama hari istrahat berikutnya, proses recoveri menjamin penggantian simpanan energi dan fungsi dan sebuah stimulus moderat untuk timbulnya adaptasi selanjutnya, (2) menyebabkan berkurangnya energi tubuh (drop) selama latihan yang beresiko tercapai, situasi tersebut merupakan sebuah stimulus yang kuat untuk proses adaptasi baik structural, metabolic dan peningkatan fungsional mungkin tercapai untuk mengawali microcycle berikutnya, dan (3) menciptakan situasi kebutuhan bahwa latihan beresiko mengembangkan, hari-hari restitusi dibutuhkan untuk menghilangkan overstrain dan microcyle berikutnya dimulai dari level kapasitas kerja yang berkurang. Pada kasus ketiga, microcycle restitusi harus diikuti untuk menghindari overtraining. Dalam monitoring latihan, tugas pokok adalah untuk membuat borderline antara latihan keras yang membahayakan dan proses adaptasi dari stimulasi yang optimal.
Eksperimen dengan tikus menunjukkan bahwa respon kortisol terhadap latihan dibuthkan untuk mendapatkan peningkatan kapasitas kerja. Respon kortisol tersebut mengindikasikan aktivasi mekanisme adaptasi umum yang diperlukan untuk transisi dari adaptasi akut menuju adaptasi kontinu yang stabil.
Pada pemain bola basket level internasionan dan nasional ditemukan 4 varian respon dari eksresi 17-hidrokortikoid yang ditentukan pada hari pertama dan keempat, yaitu: (1) aktivasi fungsi adrenokortikal hanya pada akhir microcycle hari ke-4, (2) aktivasi pada hari pertama dan terakhir dari microcycle, (3) Aktivasi pada hari pertama tapi supresi pada hari terakhir, dan (4) supresi fungsi adrenokortikal selama microcycle. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas adrenokortikal dikaitkan dengan efek trainable dan penurunan aktivitas adrenokortikal selama microcycle menunjukkan penggunaan terlalu banyak beban latihan (exhaustive training workloads).
Dinamika beragam dari urea darah selama microcycle yang berbeda menunjukkan bahwa sumasi beban latihan atau ketidakcukupan waktu untuk recovery menyebabkan peningkatan secara bertahap urea darah atau akan berhenti meningkat setelah mencapai level yang tinggi.
Supresi keseluruhan dari sintesis protein otot skeletal tidak mencegah sebuah peningkatan kapasitas kerja dan efek-efek latihan lainnya. Peningkatan aktivitas enzim-enzim mitokondria mengindikasikan terjadinya sintesis protein adaptif. Catatan bahwa setelah latihan endurans, focus utama pada peningkatan sintesis protein, yaitu protein mitondria serat-serat merah. Fakta tersebut mengarahkan kita kepada asumsi bahwa semua supresi sitensis protein mencegah kompetisi antara sintesis berbagai protein untuk pembentukan material dan membantu untuk konsentrasi sintesis protein adaptif  pada kebanyakan peran protein. Microcycle terakhir sebelum kompetisi harus menjamin replesi dan superkomposisi cadangan energi.     

Diagnosis Fatig
Evaluasi beban sesi latihan dan khususnya asesmen dari microcycle latihan dikaitkan dengan diagnosis tingkat fatig. Sebuah indikasi fatig adalah penurunan kapasitas kerja, terutama ketidakmampuan untuk mempertahankan kualitas performan. Meskipun demikian untuk mengetahui lokasi fatig, tes biokimia fatig mungkin sangat diperlukan. Signifikasi uji biokimia fatig meningkat untuk mendeteksi fatig laten yang mendahului penurunan performan yang sesunggunya.

1. Fatig
Fatig merepresentasikan sebuah problem yang komplikasi yang sering dianggap sebagai sebuah kegagalan untuk mempertahankan force atau output power yang diharapkan atau diperlukan. Fatig juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan proses fisiologi untuk melanjutkan fungsinya pada sebuah level tertentu atau ketidakmampuan organisme secara total untuk mempertahankan intensitas latihan yang sudah ditentukan dari awal. Definisi terakhir mendefinisikan fatig dengan penekanan pada system fungsional dan organisme keseluruhan. Manifestasi fatig berlokasi tidak hanya pada apparatus neuromuscular tapi juga berkaitan dengan ketidakmampuan berbagai proses fisiologi untuk melanjutkan fungsinya pada sebuah level tertentu. Sebuah manifestasi spesifik fatig laten dalam even latihan endurans adalah kompensasi dari output force yang menurun oleh sebuah peningkatan frekuensi movement untuk mempertahankan kecepatan movement pada sebuah level yang konstan. Kompensasi tersebut efektif hanya pada short term dan mungkin terkait dengan sebuah penambahan intensifikasi produksi energi anaerobic. Jadi manifestasi fatig mengekspresikan tidak hanya kegagalan tapi juga proses kompensasi dalam apparatus neuromuscular dan dalam berbagai fungsi dan proses-proses metabolik.
Sebuah teori Catastrophe bahwa fatig mengindikasikan pecahnya atau putusnya hubungan links dalam rantai perintah pada konstraksi otot. Sedangkan teosi defense memiliki pandangan bahwa tubuh tidak pernah menggunakan semua sumber dayanya, penggunaan kekuatan sumber daya diproteksi oleh sebuah deeply barrier khusus yang terhubung dengan proses fatig, fatig mendahului kelelahan sumber daya tubuh dam menghasilkan terminasi kerja (latihan) sebelum kelelahan yang paling berat. Jadi fatig adalah untuk  menghindari sebuah deplesi fatal sumber daya dalam tubuh, organ dan sel.  Telah disarankan bahwa peran protektif fatig disertai oleh tiga tipe reaksi pertahanan: (1) mempengaruhi rasa kelelahan, (2) putusnya sambungan langsung aktivasi unit-unit motorik melalui hambatan protektif sel-sel syaraf atau perubahan kmulatif serat-serat otot, dan (3) penghambatan mekanisme mobilisasi sumber daya metabolisme. Jadi reaksi-reaksi defens adalah sebuah perubahan yang terorganisasi secara pusat dalam fungsi regulasi berkaitan dengan penghambatan mekanisme yang berperan untuk mobilisasi sumber-sumber daya sebuah organisme.
Penghambatan terpusat mobilisasi sumber-sumber daya tubuh mungkin berkaitan dengan neuron serotonergic yang berlokasi di hippocampus. Neuron-neuron tersebut dikenal menyebabkan hambatan sel-sel hypotalamuc neurosecretory menghasilkan kortikoliberin yang mengakibatkan aktivitas adrenokortikal tidak normal. Ketidaknormalan aktivitas adrenokortikal membatasi aksi metabolic glukokortikoid selama latihan prolonged. Secara bersamaan hal ini menurunkan sintesis epinefrin sehingga mengurangi glikogenolisis dalam otot skeletal dan lipolisis dalam jaringan adipose. Penghambatan sel-sel hipotalamuc neurosecretory berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter serotonin.

2. Menilai Fatig Dalam Monitoring Biokimia Latihan
Dalam monitoring latihan yang terpenting adalah mendeteksi reduksi kritis kapasitas performan dan cadangan energi untuk mengakhir sebuah latihan microcycle. Maksudnya dalah asesmen fatig kritis, yaitu buruknya kemugkinan untuk recovery lengkap selama 1 atau 2 hari istrahat pada akhir microcycle. Rekoveri lengkap diasumsikan sebagai restorasi performans latihan,menciptakan perubahan dalam struktur neuron pusat yang menjamin kesiapan fisik untuk memulai microcycle berikutnya dengan beban trainable dan penggantian sumber-sumber daya energi.
Dalam beberapa kasus, level performan pada akhir sesi final sebuah microcycle menyediakan informasi yang penting tentang apakah fatig sudah melewati level kritis. Jika observasi-observasi ditemukan pada parameter-parameter tujuan pasti, mereka mengekspresikan manisfestasi fatig berkaitan dengan even performan spesifik pada seorang atlet. Pada even power kebanyakan sukses sebagai petunjuk latihan namun dalam game endurans cukup terbatas. Metode biokimia lebih baik untuk mendiagnosa fatig kritis dibandingkan dengan observasi performan.
Perubahan metabolic dikaitkan dengan peripheral atau fatig pusat. Kebanyakan perubahan ini secara khusus dikaitkan dengan proses fatig dalam jaringan link khusus apparatus neuromuscular. Kestabilan sebuah parameter tidak mencegah kemungkinan perubahan kritis dalam struktur suatu keadaan yang diekspresikan oleh parameter-parameter lain.
Problem lain adalah  komplikasi metode dibutuhkan untuk mendeteksi perubahan-perubahan. Secara metodologi sebuah jalur yang lebih realistic atau kurang adalah penentuan rasio triptofan / asam amino rantai bercabang. Pada cara ini karakteristik-karakteristik tertentu mungkin untuk ditentukan dari sebuah  kondisi yang memungkinkan terjadinya fatig pusat. Untuk fatig peripheral, perhatian lebih pada fungsi pompa Na+ - K+ . Fungsi pompa tersebut secara kritis dikaitkan dengan pergeseran air ke dalam sel dan penurunan eksitasi membrane postsinaptik. Penentuan konsetrasi K+ dalam plasma adalah sebuah metode yang cocok untuk asesmen fatig.
Selanjutnya, dalam beberapa kasus, informasi mungkin merupakan kumpulan dari akumulasi urea, ammonia, laktat dan keratin kinase dalam darah seperti halnya juga dalam hipoglikemia dan reduksi ekstrim pH darah. Perubahan-perubahan metabolic mungkin terjadi tanpa disertai timbulnya fatig. Jadi penggunaannya memerlukan sebuah perbandingan individual dan perubahan diperoleh setelah sebuah beban even spesifik dengan perubahan performan dan laju recovery. Perubahan ini dikaitkan dengan recovery lebih dari 2 hari dipandang sebagai indeks fatig kritis.
Jaringan link antara penurunan ekskresi kortikosteroid (terutama glukokortikoid) dan fatig telah diketahui. Pengukuran kortikosteorid darah dengan reaksi spefisifik agen pewarna untuk 17-hidroksisteroids atau assay fluorometri didemosntrasikan bahwa setelah peningkatan awal level kortikosteroid, penurunan di bawah nilai awal menyertai selama latihan prolonged. Radio immunoassay menyediakan spesifik yang tinggi dan metode yang valid untuk penentuan hormone darah, seperti penentuan level kortisol pada finis sebuah lomba marathon.
Dalam sebuah studi efek fatig terhadap respon hormone, sebuah tes latihan 10 menit pada 70% VO2 maks digunakan sebelum dan sesudah sesi latihan 2 hari yang terdiri dari latihan aerobic kontinu. Hasil studi tersebut menegaskan bahwa latihan yang menginduksi fatig mungkin mengubah respon pituitary-adrenokortikal terhadap latihan. Fatig yang lebih kuat memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menekan fungsi pituitary-adrenokortikal. Dalam kasus ini, supresi mungkin juga untuk fungsi somatotropik.

Monitoring Recovery
Beberapa tugas dapat dilakukan dengan bantuan monitoring recovery, yaitu dengan penentuan interval istrahat optimal dalam sesi latihan dan selama kompetisi. Selain itu mungkin berkaitan dengan desain latihan microcycle. Dalam metode latihan interval, interval istrahat sangat singkat untuk keseimbangan lengkap antara konsentrasi laktat dalam otot yang bekerja dan darah. Jadi pengukuran laktat darah pada onset dan akhir interval istrahat kurang bermakna. Meskipun demikian monitoring dinamika laktat selama sebuah sesi latihan interval sangat bermakna.
Indeks yang paling popular adalah monitoring recovery sesudah latihan adalah dinamika urea. Konsentrasi urea kebanyakan ditentukan sesaat setelah sesi latihan dan pagi hari berikutnya. Level urea yang tinggi pada pagi berikutnya mengindikasikan kebutuhan restitusi atau mempertahankan beban tapi bukan sebuah beban trainable untuk sesi latihan berikutnya. Tergantung pada desain microcycle, dinamika urea mungkin bervariasi. Metode biopsy dibutuhkan untuk menjamin reliabilitas hasil.
Sebuah problem adalah menggunakan perubahan-perubahan hormonal dalam memonitor recovery. Hormon-hormon mungkin menunjukkan perubahan level untuk beberapa jam dan hari setelah latihan dengan beban berat, seperti penurunan konsentrasi kortisol dan testosterone dalam 2 jam sesudah interval anaerobic intensif. Testosteran terus menurun setidaknya selama 24 jam . Pada periode ini urea, asam urat dan kreatin kinase terus meningkat levelnya. Jadi dapat disarankan bahwa perubahan hormonal adalah penting untuk mengontrol proses recovery dan secara khusus untuk mengontrol sintesis protein adaptif, namun biaya dan metode untuk sampling darah yang berulangkali yang menjadi kendala. Kesulitan tersebut mungkin dapat diatasi denganmemperhatikan hal-hal berikut: (1) untuk studi recovery cepat insulin dan kortisol yang berkontribusi terhadap kontrol penggantian cadangan karbohidrat, dan (2) untuk studi recovery-testosteron, kortisol, hormon tiroid, GH dan insulin yang berkontribusi terhadap kontrol protein turnover dan sintesis protein adaptif.   
      
Summary
Asesmen suatu desain latihan memerlukan evaluasi sesi latihan dan microcycle. Informasi yang sangat dibutuhkan adalah yang disediakan oleh asesmen efek trainable, yaitu suatu efek dari latihan yang cukup untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang diharapkan terutama berkaitan denagn adaptasi sintesis protein. Induktor-induktor penting dalam latihan adalah metabolit dan hormon. Oleh karena itu akumulasi metabolit dalam sel memberikan efek induktor maka menilai metabolit cukup komplikatif. Solusi yang mungkin adalah menilai efek katabolik dari sesi latihan, seperti 3-metilhistidin. Aliran metabolit yang lebih besar dari sel-sel menuju plasma darah dan urin merupakan kemungkinan sebagai induktor spesifik yang terakumulasi dalam sel.
Beberapa problem juga ditemukan dalam menjamin bahwa kenaikan konsentrasi hormon langsung dikaitkan dengan efek induktornya karena tergantung pada pencapaian reseptor-reseptor hormon. Jadi respon hormon darah hanya memberikan suatu aproksimasi tentang efek induktor aktual hormon. Keterbatasan lain adalah fakta bahwa lebih penting perubahan hormon selama sesi latihan mungkin pola ketersediaan hormon untuk sel selama periode recovery. Meskipun demikian, respon hormon yang lebih kuat adalah yang paling mungkin bertindak sebagai induktor.
Asesmen beban latihan dikaitkan dengan problem diagnostik biokimia tentang fatig. Dalam monitoring latihan, perhatian lebih fokus pada akumulasi potasiom serum darah, hipoglikemia, turunnya pH darah dan laju proses recovery.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar