Kamis, 15 Januari 2015

STUDI PERBANDINGAN BERBAGAI MACAM METODE LATIHAN PEREGANGAN DALAM MENINGKATKAN KELENTUKAN(mohamad Habibi)

1
STUDI PERBANDINGAN BERBAGAI MACAM METODE LATIHAN
PEREGANGAN DALAM MENINGKATKAN KELENTUKAN
Mohamad Habibi
Abstrak.
Kelentukan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang memegang
peranan penting, bagi olahragawan dan non-olahragawan. Peranan tersebut bagi
olahragawan untuk meningkatkan prestasi, dan bagi non-olahragawan untuk menunjang
aktivitas sehari-hari. Kelentukan dapat dilatih dan dikembangkan dengan menggunakan
empat metode latihan peregangan, yaitu metode peregangan dinamis, statis, pasif, dan
kontraksi-rileksasi (PNF). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan efektivitas
keempat metode latihan tersebut terhadap peningkatan kelentukan. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Dasar kelas IV, V, dan VI sebanyak 120 orang,
terbagi menjadi empat kelompok masing-masing diberi metode latihan yang berbeda.
Setiap kelompok berjumlah 30 orang, dengan perlakuan diberikan sebanyak 24 kali
dengan frekuensi 3 kali seminggu.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Dengan desain “Pre Test –
Post Test Design”. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Sit and Reach Test.
Dari hasil penghitungan dan analisis data maka terbukti bahwa keempat metode
peregangan yaitu dinamis, statis, pasif, dan kontraksi-rileksasi (PNF) dapat meningkatkan
kelentukan secara signifikan, dan metode kontraksi-rileksasi (PNF) merupakan metode
yang paling efektif untuk meningkatkan kelentukan.
Kata-kata kunci : Metode latihan pergangan dinamis, statis, pasif, dan kontraksirelaksasi
(PNF) serta kelentukan.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan fisik sehingga
masalah kemampuan fisik merupakan faktor dasar bagi setiap aktivitas manusia. Salah
satu komponen kondisi fisik yang penting bagi semua cabang olahraga adalah
kelentukan. Kelentukan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang mempunyai
peranan penting. Peranan tersebut bagi non olahragawan adalah untuk menunjang
aktivitas kegiatan sehari-hari, sedangkan bagi olahragawan seperti senam, judo, gulat,
atletik, dan cabang-cabang olahraga permainan lainnya ternyata kelentukan sangat
diperlukan. Kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerak dalam ruang gerak
sendi. Kelentukan merupakan prasyarat yang diperlukan untuk menampilkan suatu
keterampilan yang memerlukan ruang gerak sendi yang luas dan memudahkan dalam
melakukan gerakan-gerakan yang cepat dan lincah. Kelentukan yang dimiliki seseorang
biasanya menggambarkan kelincahan seseorang dalam geraknya. Bahkan bagi para
olahragawan dalam cabang olahraga yang dominan unsur kelentukannya, apabila
kelentukannya tinggi akan menampakkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan
olahragawan yang tingkat kelentukannya rendah.
Kelentukan merupakan komponen kondisi fisik yang tidak boleh diabaikan, dan
setiap orang dianjurkan untuk memiliki tingkat kelentukan yang tinggi. Namun dengan
cara apa tingkat kelentukan yang tinggi dapat dicapai ? Ternyata ada beberapa metode
latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelentukan. Metode latihan tersebut
adalah metode peregangan dinamis, statis, pasif, dan kontraksi-rileksasi (PNF). Namun
sejauh ini belum diketahui secara empirik pengaruh dari empat metode tersebut, serta dari
keempat metode tersebut mana yang paling efektif untuk meningkatkan kelentukan.
Selain itu penelitian ini difokuskan pada kelentukan batang tubuh dan sendi panggul,
3
dengan alasan bahwa sebagian besar gerak manusia bersumbu pada fleksi batang tubuh
dan sendi panggul. Juga ingin mengetahui perbedaan tingkat kelentukan antara
perempuan dan laki-laki pada usia sekolah dasar kelas IV, V, dan VI. Sebab jika ditinjau
dari jenis kelamin, dikatakan bahwa anak perempuan memiliki tingkat kelentukan yang
lebih baik daripada laki-laki, dan perkembangan kelentukan terbesar dijumpai pada anak
dengan rentang usia sekolah dasar. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini
adalah (1) Sejauh manakah pengaruh latihan peregangan dinamis, statis, pasif, dan
kontraksi-rileksasi (PNF) dapat meningkatkan kelentukan batang tubuh dan sendi
panggul pada siswa sekolah dasar kelas IV, V, dan VI, (2) Metode peregangan manakah
yang paling efektif untuk meningkatkan kelentukan batang tubuh dan sendi panggul pada
siswa sekolah dasar kelas IV, V, dan VI, (3) Sejauh mana perbedaan tingkat kelentukan
antara perempuan dan laki-laki pada siswa sekolah dasar kelas IV, V, dan VI.
Peranan Kelentukan
Kelentukan memegang peranan yang penting dalam hampir setiap cabang
olahraga. Selain untuk olahraga, kelentukanpun memegang peranan penting dalam
menunjang kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat terlihat dalam dunia anak-anak maupun
dunia orang tua. Dalam dunia anak-anak, kelentukan sangat penting karena dunia anakanak
adalah dunia bermain. Kegiatan bermain membutuhkan kelincahan, dan kelincahan
membutuhkan kelentukan. Orang tua juga sangat memerlukan kelentukan, karena
fleksibilitas yang baik akan mendukung kemampuan gerak dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
Pechtl (1982) dalam Bompa (1994:317) menjelaskan bahwa,
4
An inadequate development of flexibility, or no flexibility reverse, may lead to
various deficiences,
1. learning, or the perfection of various movements is impaired;
2. the athlete is injury prone;
3. the development of strength, speed and co-ordination are adversely affected;
4. the qualitative performance of a movement is limited.
Selain itu Harsono (1988:163) juga menambahkan bahwa,
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan dalam kelentukan akan
dapat :
a. mengurangi kemungkinan terjadinya cedera-cedera pada otot dan sendi,
b. membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, dan kelincahan
(agility),
c. membantu memperkembang prestasi,
d. menghemat pengeluaran tenaga (efisien) pada waktu melakukan gerakangerakan,
dan
e. membantu memperbaiki sikap tubuh.
Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
kelentukan memegang peranan penting bagi segala tingkatan usia dalam menunjang
aktivitas kehidupannya sehari-hari. Kelentukan juga sangat diperlukan oleh atlet, karena
atlet yang kelentukannya baik tidak akan mudah mengalami cedera, dan mempunyai
peluang yang lebih besar untuk menciptakan prestasi yang maksimal. Hal ini diperjelas
oleh Bahagia (1997:17) yang menyebutkan "Kemampuan fleksibilitas yang terbatas juga
dapat menyebabkan penguasaan teknik yang kurang baik dan prestasi rendah."
5
Menurut Dwijowinoto (1984/1993:330), "Pengalaman menunjukkan bahwa
elastisitas otot berkurang sesudah masa tak aktif yang panjang. Sebaliknya, peregangan
otot yang teratur rupanya dapat meningkatkan elastisitas otot. Tujuan latihan
fleksibilitas adalah untuk memaksimalkan elastisitas otot." Oleh karena itu agar
elastisitas otot dapat diperoleh dengan hasil yang maksimal, maka latihan untuk
meningkatkan kelentukan sangat diperlukan, sebab kelentukan seseorang dapat menurun
apabila tidak dilatih.
Tinjauan secara Fisiologis mengenai Peregangan.
Proprioseptor adalah receptor yang mendeteksi perubahan di dalam alat itu
sendiri. Setiap perubahan dalam otot selalu dideteksi oleh proprioceptors untuk
diinformasikan ke susunan syaraf pusat, dan dari susunan syaraf pusat dikeluarkan
instruksi untuk menyesuaikan kondisi otot. Dari kondisi ini timbul gerak tubuh baru
untuk disesuaikan dengan seluruh rangkaian gerak tubuh secara sistemik. Peran dari
proprioceptors adalah mengirimkan aliran informasi secara terus menerus (konstan)
kepada susunan syaraf pusat. Proprioceptors ini terletak pada otot, tendon, dan
sambungan-sambungan termasuk di sekitar jaringan pelindung seperti kapsul, ligamen,
serta selaput-selaput lain dan dalam labirin dari telinga dalam.
Proprioceptors dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :
Muscle proprioceptors yang terdiri dari muscle spindle dan golgi tendon organs, joint and
skin proprioceptors, labyrinthine and neck proprioceptors.
Dari ketiga proprioceptors tersebut, maka yang berperan terhadap daya regang
otot adalah muscle proprioceptors, yang terdiri dari muscle spindle dan golgi tendon
6
organs. Jadi setiap proses pergerakan tidak lepas dari peranan muscle spindle dan golgi
tendo organs.
Muscle Spindle. Muscle spindle terletak di dalam otot. Muscle spindle merupakan suatu
receptor yang menerima rangsang dari regangan otot. Regangan yang cepat akan
menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle. Rangsangan yang kuat akan
menyebabkan refleks muscle spindle yaitu mengirim impuls ke spinal cord menuju
jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan kuat. Muscle
spindle sangat berperan dalam proses pergerakan atau pengaturan motorik. Peran muscle
spindle dalam pengaturan motorik adalah :
1. Mendeteksi perubahan panjang serabut otot.
2. Mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot.
Sebetulnya muscle spindle bekerja sebagai suatu pembanding dari panjang kedua
jenis serabut otot intrafusal dan ekstrafusal. Bila panjang serabut ekstrafusal jauh lebih
besar daripada panjang serabut intrafusal, maka spindle menjadi terangsang untuk
berkontraksi. Sebaliknya, bila panjang serabut ekstrafusal lebih pendek daripada serabut
intrafusal, maka spindle menjadi terinhibisi (keadaan yang menyebabkan refleks seketika
untuk menghambat terjadinya kontraksi otot). Jadi spindle tersebut dapat dirangsang atau
dihambat.
Meregangkan suatu kelompok otot hendaknya jangan dilakukan secara tiba-tiba.
Sebab apabila peregangan otot dilakukan secara tiba-tiba akan merangsang muscle
spindle dan ini menyebabkan refleks regang. Refleks muscle spindle sering disebut
refleks regang atau refleks myotatik. Hal ini disebabkan karena peregangan otot tersebut
merangsang muscle spindle sehingga menyebabkan kontraksi otot yang bersangkutan.
7
Golgi Tendon Organs (GTO). GTO adalah stretch receptor yang terletak di dalam
tendon otot tepat di luar perlekatannya pada serabut otot tersebut. Refleks GTO bisa
terjadi akibat tegangan otot yang berlebihan. Sinyal-sinyal dari GTO merambat ke
medula spinalis yang menyebabkan terjadinya hambatan respon (negative feed-back)
terhadap kontraksi otot yang terjadi. Hal ini untuk mencegah terjadinya sobekan otot
sebagai akibat tegangan yang berlebihan. Dalam hal ini refleks GTO merupakan
pelindung untuk mencegah terjadinya sobekan otot, namun dapat juga bekerja sama
dengan muscle spindle untuk mengontrol seluruh kontraksi otot dalam pergerakan tubuh.
Sedangkan peran golgi tendon organs dalam proses pergerakan atau pengaturan motorik
adalah mendeteksi ketegangan selama kontraksi otot atau peregangan otot. Namun antara
golgi tendon organs dengan muscle spindle ada perbedaan fungsi. Muscle spindle
berfungsi untuk mendeteksi perubahan panjang serabut otot, sedangkan golgi tendon
organs berfungsi mendeteksi ketegangan otot.
Sinyal dari golgi tendon organs dihantarkan ke medula spinalis untuk
menyebabkan efek refleks pada otot yang bersangkutan. Efek inhibisi dari golgi tendon
organs menyebabkan rileksasi seluruh otot secara tiba-tiba. Efek inhibisi terjadi pada
waktu kontraksi atau regangan yang kuat pada suatu tendon. Keadaan ini menyebabkan
suatu refleks seketika yang menghambat kontraksi otot serta tegangan dengan cepat
berkurang. Pengurangan tegangan ini berfungsi sebagai suatu mekanisme protektif untuk
mencegah terjadinya robek pada otot atau lepasnya tendo dari perlekatannya ke tulang.
METODE
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksperimen, dengan desain
penelitian yang digunakan adalah Pre-test – Post test design. Dalam penelitian ini
8
terdapat variabel bebas yang terdiri dari empat metode latihan peregangan yaitu : metode
peregangan dinamis, statis, pasif, PNF, sedangkan yang menjadi variabel terikatnya
adalah kelentukan batang tubuh dan sendi panggul.
Populasi dalam penelitian adalah siswa-siswi kelas IV, V, dan VI dari Sekolah Dasar
Negeri Jalan Anyar Padasuka Bandung yang berjumlah 137 orang dan sampel diambil
secara random sebanyak 120 orang. Sedangkan Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : “Sit and Reach Test (Tes duduk dan jangkau).”
HASIL
Dari hasil penghitungan, diperoleh rata-rata peningkatan dari masing-masing kelompok
metode peregangan, sebagai berikut :
x kelompok metode peregangan dinamis = 6,5 cm
x kelompok metode peregangan statis = 7,1 cm
x kelompok metode peregangan pasif = 9,5 cm
x kelompok metode peregangan PNF = 13,1 cm.
Hasil Penghitungan dan Analisis Perbandingan Hasil Peningkatan Kelentukan antara
Laki-Laki dan Perempuan
Variabel tes ( x ) (s) t hitung t 0,975 (118) Hasilnya
Laki-laki
Perempuan
9,19
8,97
3,73
4,14
0,31 1,98 Tidak signifikan
Dari tabel diperoleh t hitung = 0,31 < daripada t tabel pada a = 0,05. Maka H0 diterima
yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan, berarti dalam perkembangan
9
kelentukan pada anak usia 9 – 12 tahun antara laki-laki dan perempuan hasilnya tidak
menunjukkan adanya perbedaan.
Untuk melihat perkembangan peningkatan kelentukan dari masing-masing metode
peregangan digambarkan dalam gambar kurva berikut ini.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0 T - 1 K - 1 K - 2 T - 2
Keterangan :
= Kelompok A (Metode Peregangan Dinamis)
= Kelompok B (Metode Peregangan Statis)
= Kelompok C (Metode Peregangan Pasif)
= Kelompok D (Metode Peregangan Kontraksi -
Rileksasi (PNF))
GaGambar : Kurva Perkembangan Hasil Latihan.
Keterangan gambar :
Kelompok A : hasil latihan dengan metode peregangan dinamis
Kelompok B : hasil latihan dengan metode peregangan statis
Kelompok C : hasil latihan dengan metode peregangan pasif
Kelompok D : hasil latihan dengan metode peregangan PNF
T 1 : tes awal kelentukan
10
T 2 : tes akhir kelentukan
K1 : tes kelentukan setelah 9 kali pertemuan
K2 : tes kelentukan setelah 18 kali pertemuan
Dari gambar di atas terlihat bahwa perkembangan masing-masing metode setelah
mengikuti 9 kali pertemuan (K1) menunjukkan adanya peningkatan. Setelah mengikuti
18 kali pertemuan (K2) mulai tampak peningkatan bahwa kelompok D lebih tajam
peningkatannya dibandingkan dengan kelompok yang lain. Pada tahap akhir yaitu
setelah mengikuti latihan sebanyak 24 kali (T2), menunjukkan bahwa kelompok D (PNF)
sangat tajam peningkatannya dibandingkan dengan metode C (pasif), B (statis), dan A
(dinamis).
Sehingga disimpulkan bahwa sesuai dengan hasil penghitungan dan analisis data
serta melihat gambar bahwa kelompok D (PNF) paling besar pengaruhnya dibandingkan
dengan metode C (pasif), B (statis), dan A (dinamis). Lalu urutan setelah kelompok D
(PNF) adalah kelompok C (pasif). Sedangkan antara kelompok A (dinamis) dan
kelompok B (statis) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti.
PEMBAHASAN
Pemaparan hasil temuan penelitian akan diulas berdasarkan keterkaitan dengan
beberapa kerangka teoritis pendukung. Hasil pengujian hipotesis pertama dan kedua
teruji kebenarannya. Berdasarkan pengujian dan analisis data ditemukan hasil yang
menunjukkan bahwa dari keempat metode peregangan (dinamis, statis, pasif, PNF) secara
signifikan berpengaruh positif terhadap peningkatan kelentukan batang tubuh dan sendi
panggul pada siswa sekolah dasar kelas IV, V, dan VI. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa program perlakuan yang diberikan sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 2
11
bulan telah memberikan hasil terhadap peningkatan kelentukan batang tubuh dan sendi
panggul. Hal ini memperjelas bahwa latihan yang dilakukan secara sistematis dengan
mengacu kepada prinsip-prinsip latihan menunjukkan peningkatan hasil latihan
(Harsono, 1988). Banyak ahli yang mengatakan bahwa perkembangan kelentukan terbaik
adalah pada masa kanak-kanak. Oleh karena itu dapat timbul pertanyaan : Apakah
berkembangnya kelentukan pada penelitian ini bukan karena berkembangnya kelentukan
terbaik terjadi pada masa kanak-kanak ? Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah jika
ditinjau dari susut pandang ilmu faal, maka pada suatu perlakuan yang sifatnya fisiologis
akan menimbulkan hasil yang sesuai dengan sifat perlakuan itu. Artinya bahwa dalam
hal ini perlakuan untuk meningkatkan kelentukan akan menghasilkan peningkatan
kelentukan pula (Giriwijoyo, 2001).
Dalam penelitian ini sebaiknya memang ada kelompok kontrol untuk melihat
adakah perkembangan kelentukan yang signifikan selama jangka waktu penelitian (2
bulan) pada anak-anak yang tidak mendapat perlakuan. Namun demikian sekiranya
kelentukan anak-anak dalam 2 bulan masa penelitian dapat berkembang signifikan, maka
sesuai dengan sudut pandang ilmu faal, hasilnya tidak akan lebih besar daripada yang
mendapat perlakuan dengan metode peregangan dinamis dan statis. Dengan hipotesis
demikian maka kelompok perlakuan dengan metode dinamis dan statis dapat dianggap
sebagai kelompok kontrol, sehingga hasil yang ditunjukkan oleh kelompok metode
peregangan pasif dan PNF yang secara signifikan lebih baik daripada kelompok metode
peregangan dinamis dan statis, benar-benar merupakan hasil signifikan dari metode
peregangan pasif dan PNF. Walaupun demikian penelitian ini secara signifikan telah
membuktikan bahwa keempat metode peregangan menghasilkan peningkatan kelentukan
12
dengan hasil tertinggi adalah metode peregangan PNF, dan terendah adalah metode
peregangan dinamis dan statis yang antara kedua metode tersebut tidak ada perbedaan
yang signifikan.
Selanjutnya sesuai dengan hasil penghitungan, analisis data, serta melihat gambar
kurva perkembangan hasil latihan), diperoleh hasil bahwa metode PNF merupakan
metode peregangan yang paling besar pengaruhnya dalam meningkatkan kelentukan
batang tubuh dan sendi panggul pada siswa sekolah dasar kelas IV, V, dan VI,
dibandingkan dengan metode peregangan dinamis, statis, dan pasif.
Dalam metode peregangan dinamis, gerakannya dilakukan dengan cara
menggerak-gerakkan kelompok otot secara berirama, artinya dalam gerakannya ada
gerakan renggutan yang menyebabkan otot teregang secara mendadak. Setiap renggutan
itu akan merangsang muscle spindle. Fungsi muscle spindle dimanifestasikan dalam
bentuk refleks muscle spindle. Refleks muscle spindle berperan dalam setiap regangan
otot. Apabila muscle spindle terangsang, maka dengan gerakan yang dinamis untuk
meregangkan otot menjadi terhambat oleh karena otot telah berkontraksi sebelum
meregang secara maksimal. Hal inilah yang menyebabkan pemanjangan otot sudah tidak
dimungkinkan lagi (Guyton, 1993 ; Ganong, 1995).
Dalam metode peregangan statis, gerakannya dilakukan sendiri dengan
meregangkan kelompok otot secara perlahan-lahan sampai otot terasa sakit (namun bukan
sampai rasa sakit yang maksimal). Dalam metode peregangan statis tidak ada gerakan
yang merenggut-renggut seperti pada peregangan dinamis, sehingga tidak menimbulkan
rangsangan pada muscle spindle. Namun setelah kelompok otot diregang sampai otot
13
terasa sakit, maka hal ini akan merangsang muscle spindle untuk berkontraksi, sehingga
pemanjangan otot sudah tidak dimungkinkan lagi (Guyton, 1993 ; Ganong, 1995).
Dalam metode peregangan pasif, gerakannya dilakukan dengan meregangkan
kelompok otot secara perlahan-lahan sampai otot yang diregang terasa sakit (namun
bukan sakit yang maksimal). Setelah otot terasa sakit, maka dengan segera teman
membantu untuk memberi regangan lebih jauh lagi. Pada saat itulah refleks muscle
spindle melakukan tugasnya untuk mengkontraksikan otot, sehingga pemanjangan otot
sudah tidak dimungkinkan lagi. Jika dibandingkan dengan peregangan statis, maka
dalam peregangan pasif, pemanjangan otot bisa lebih dimungkinkan lagi karena ada
bantuan orang lain untuk memberi regangan pada otot (Guyton, 1993 ; Ganong, 1995).
Dalam metode peregangan PNF, gerakannya adalah dengan peregangan pasif.
Setelah otot teregang sampai titik kelentukan maksimum (rasa sakit yang kedua), maka
pelaku menahan dengan kontraksi isometrik. Teman yang memberi dorongan terus
menambah tenaga dorongannya, sementara pelaku juga terus menahan dengan menambah
kekuatan isometriknya. Kekuatan isometrik yang makin bertambah akan menyebabkan
penambahan regangan pada tendon, oleh karena itu golgi tendon organs mendapat
rangsangan yang lebih keras. Hal ini menyebabkan rangsangan pada golgi tendon organs
mencapai ambang rangsangnya. Makin kuat otot diregang, maka makin kuat pula
kontraksinya. Bila tegangan otot menjadi lebih besar, maka kontraksi mendadak berhenti
dan otot melemas, maka terjadilah rileksasi otot secara tiba-tiba. Rileksasi sebagai
jawaban terhadap regangan yang kuat dinamakan efek inhibisi atau autogenic inhibition
reflex. Akibat rileksasi ini teman yang mendorong secara tiba-tiba kehilangan tahanan,
sehingga dapat menyebabkan regangan yang lebih jauh dari otot yang semula melakukan
14
kontraksi isometrik sehingga dapat melampaui titik kelentukan yang maksimum (rasa
sakit yang kedua). Hal inilah yang menyebabkan pada metode peregangan PNF
pemanjangan otot bisa lebih dimungkinkan lagi dibandingkan dengan metode peregangan
lainnya (Guyton, 1993 ; Ganong, 1995 ; Giriwijoyo, 2001).
Dari penjelasan mengenai gerakan yang dilakukan pada masing-masing metode
peregangan, dan juga dari tinjauan secara fisiologis, maka dapat diperoleh simpulan
bahwa,
Metode peregangan PNF merupakan penyempurnaan dari metode peregangan pasif.
Metode peregangan pasif merupakan penyempurnaan dari metode peregangan statis.
Metode peregangan statis merupakan penyempurnaan dari metode peregangan dinamis.
Pengujian hipotesis ketiga, mengenai perbedaan tingkat kelentukan antara siswa
laki-laki dengan siswa perempuan di sekolah dasar kelas IV, V, dan VI, tidak teruji
kebenarannya. Dari hasil penghitungan dan analisis peningkatan kelentukan antara siswa
laki-laki dengan siswa perempuan (pada tabel) ternyata tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Artinya antara siswa laki-laki dan perempuan usia sekolah dasar kelas IV, V,
dan VI sama-sama meningkat kelentukannya namun tidak ada yang lebih menonjol
diantara keduanya, hal ini disebabkan karena pada anak laki-laki dan perempuan di
bawah usia 14 tahun belum terdapat hormon kelamin yang berpengaruh terhadap tingkat
kelentukan. Setelah melewati usia 14 tahun barulah hormon kelamin ini ada. Hormon
kelamin tersebut pada perempuan dewasa berpengaruh terhadap tingkat kelentukan.
Hormon kelamin atau hormon gonadal adalah hormon yang mempengaruhi terhadap
organ seksual dan kematangan fungsinya. Kematangan organ seksual akan disertai
dengan produksi zat-zat senyawa, yaitu testosteron dan adrenal androgen pada laki-laki,
15
sedangkan pada wanita terdapat hormon adrenal androgen, hormon estrogen, hormon
relaksin, dan hormon proteston (Sugiyanto, 1993). Selain itu juga secara biologik,
sebelum mencapai usia pubertas tidak ada perbedaan biologik antara laki-laki dan
perempuan, kecuali perbedaan yang bersifat genetik (Giriwijoyo, 2001).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan penghitungan serta analisis data yang telah
dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat peningkatan hasil latihan yang signifikan terhadap kelentukan batang tubuh
dan sendi panggul pada seluruh kelompok penelitian, yaitu kelompok metode
peregangan dinamis, statis, pasif, dan PNF, setelah dilatih selama 2 bulan, dengan
frekuensi latihan 3 kali dalam seminggu.
2. Dari hasil penghitungan dan analisis data perbandingan antara berbagai metode
peregangan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai hasil peningkatan kelentukan
antara metode peregangan dinamis dengan metode peregangan statis. Selisih
perbedaan antara kedua peregangan tersebut adalah 0,6 cm.
b. Metode peregangan pasif lebih baik daripada metode peregangan statis dan metode
peregangan dinamis. Selisih perbedaan antara metode peregangan pasif dengan
metode peregangan statis adalah 2,4 cm, sedangkan selisih dengan metode
peregangan dinamis adalah 3 cm.
16
c. Metode peregangan PNF lebih baik daripada metode peregangan pasif. Selisih
antara metode peregangan PNF dengan metode peregangan pasif adalah 3,6 cm,
sedangkan selisih dengan metode peregangan dinamis adalah 6,6 cm.
d. Metode peregangan PNF merupakan metode peregangan yang paling efektif dalam
meningkatkan fleksibilitas batang tubuh dan sendi panggul pada siswa sekolah
dasar kelas IV, V, dan VI.
3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan kelentukan batang tubuh
dan sendi panggul antara laki-laki dengan perempuan pada usia sekolah dasar kelas
IV, V, dan VI. Rata-rata peningkatan kelentukan pada siswa laki-laki adalah 9,19 cm,
sedangkan pada siswa perempuan adalah 8,97 cm. Jadi selisihnya sebesar 0,22 cm.
Saran
1. Untuk meningkatkan kelentukan batang tubuh dan sendi panggul lakukanlah melalui
latihan peregangan dengan metode PNF. Namun dalam pelaksanaannya harus
dilakukan oleh orang yang paham betul mengenai metode ini. Sebab dalam
pelaksanaan metode ini, kalau tidak dilakukan secara hati-hati dapat menimbulkan
terjadinya cedera, yaitu apabila pendorong tidak waspada terhadap terjadinya
autogenic inhibition reflex.
2. Untuk memperoleh peningkatan kelentukan yang tinggi, lakukanlah latihan paling
sedikit 2 bulan dengan frekuensi latihan tiga kali dalam seminggu..
3. Sebagai variasi dalam meningkatkan kelentukan batang tubuh dan sendi panggul
dapat digunakan metode peregangan dinamis, statis, dan pasif.
17
DAFTAR PUSTAKA
AAHPERD. (1999). Physical Education for Lifelong Fitness. United States of America :
Library of Congress Cataloging-in Publication Data.
Anderson, Bob. (1980). Stretching. USA : Library of Congress Cataloging in Publication
Data.
Bloomfield, Ackland, Elliot. (1994). Applied Anatomy And Biomechanics in Sport.
Australia : Blackwell Scientific Publications.
Bompa, Tudor. (1994). Theory and Metodology of Training. Iowa : Kendall Hunt
Publishing Company.
Bosco, James & Gustafson, William. (1983). Measurement and Evaluation in Physical
Education. USA : Fitness and Sports, Prentice-Hall Inc.
Dharma, Adji & Lukmanto. (1993). Fisiologi Kedokteran. (A. Guyton, Terjemahan).
Edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. (Karya asli diterbitkan 1984)
Dwijowinoto, Kasiyo. (1993). Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan. (Pate, Russel, R., Mc
Clenaghan, Bruce, dan Rotella, Robert, Terjemahan). IKIP Semarang Press (Karya
asli diterbitkan 1984)
Gallahue, David. (1987). Developmental Physical Education For Today’s Elementary
School Children. USA : Macmillan Publishing Company.
Giriwijoyo, Y.S. Santosa. (1992). Ilmu Faal Olahraga. FPOK - IKIP Bandung.
Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. C.V. Tambak
Kesuma.
Irawati, Tengadi, Santoso. (1997). Fisiologi Kedokteran. (A. Guyton, Terjemahan) Edisi
9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. (Karya asli diterbitkan 1996)
18
Jackson, Andrew. (1986). Understanding Exercise For Health And Fitness. Houston.
Texas. : Mac J-R Publishing.
Johnson, L. Barry & Nelson, K.Jack. (1969). Practical Measurement for Evaluation in
Physical Education. USA : Burgess Publishing Company.
Nasution. (1987). Metode Research. Bandung : Jemmars.
Rushall, Brent, dan Pyke, Frank. (1990). Training for Sport and Fitness. Macmillan
Company of Australia Pty. Ltd.
Rusli Lutan. (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode.
Jakarta : Depdikbud.
19

pengertian penelitian eksperimen dan syarat-syaratnya. (Mohamad Habibi/FIK/IKOR 2011/Unesa)

CREATED BY: (Mohamad Habibi/FIK/IKOR 2011/Unesa)
METODE PENELITIAN EKSPERIMEN
1. Pengertian Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen adalah penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dengan kontrol yang ketat (Sedarmayanti dan Syarifudin, 2002:33). Menurut Yatim Riyanto (dalam Zuriah, 2006: 57) penelitian eksperimen merupakan penelitian yang sistematis, logis, dan teliti di dalam melakukan kontrol terhadap kondisi. Sugiyono (2012:109) menambahkan penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian eksperimen menggunakan suatu percobaan yang dirancang secara khusus guna membangkitkan data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian (Margono, 2005: 110). Dalam melakukan eksperimen peneliti memanipulasikan suatu stimulan, treatment atau kondisi-kondisi eksperimental, kemudian menobservasi pengaruh yang diakibatkan oleh adanya perlakuan atau manipulasi tersebut.
Penelitian eksperimen bertujuan (Zuriah, 2006: 58):
1) Menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian.
2) Memprediksi kejadian atau peristiwa di dalam latar eksperimen.
3) Menarik generalisasi hubungan antarvariabel.
2. Karakteristik Penting dari penelitian eksperimen
Ide pokok dasar dari semua penelitian eksperimen sangat sederhana yaitu mencoba sesuatu dan mengamati dengan sistematis apa yang terjadi. Eksperimen formal memuat dua kondidi dasar. Pertama, setidaknya dua (sering lebih) kondisi atau metode yang dibandingkan untuk diuji efek-efek dari kondisi tertentu atau “treatment” (variabel bebas). Kedua, variabel bebas langsung dimanipulasi oleh peneliti. Berikut beberapa kareakteristik penting dari penelitian eksperimen (Faraenkel, 2006: 263).
a. Perbandingan Kelompok (Comparison of group)
Dalam penelitian eksperimen terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok tersebut sedapat mungkin sama (homogen) atau mendekati sama karakteristiknya. Pada kelompok eksperimen diberikan pengaruh atau treatment tertentu, sedangkan pada kelompok kontrool tidak diberikan. Selanjutnya proses penelitian berjalan dan diobservasi untuk menentukan perbedaan atau perubahan yang terjadi
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
pada kelompok eksperimen. Tentunya perbedaan tersebut merupakan hasil bandingan keduanya.
b. Manipulate of the independent variable
Karakteristik penting yang kedua dari semua penelitian eksperimen adalah memanipulasi variabel indipenden. Maksudnya peneliti sengaja dan langsung menentukan bentuk variabel bebas yang akan diambil dan menentukan grup yang mana yang mendapatkan bentuk itu. Beberapa jenis variabel yang berkaitan dengan penelitian eksperimen menurut Yatim Riyanto (dalam Zuriah, 2006: 64) antara lain sebagai berikut:
1. Variabel bebas dan terikat
Variabel bebas adalah kondisi yang oleh pengeksperimen dimanipulasikan untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Sedangkan variabel terikat adalah kondisi yang berubah ketika pengeksperimen mengintroduksi atau mengganti variabel bebas.
2. Variabel organismik atau variabel atribut
Variabel ini menunjuk pada karakteristik atau kondisi yang tidak dapat diubah oleh pengeksperimen. Seperti variabel bebas : umur, jenis kelamin, suku atau yang lainnya yang serupa.
3. Variabel imbuhan (extraneous variabel)
Variabel imbuhan adalah variabel yang tidak dapat dikontrol, yakni variabel yang tidak dapat dimanipulasikan oleh pengeksperimen, tetapi mempunyai pengaruh yang berarti pada variabel tergantung. Seperti variabel antusias guru, usianya, tingkat sosial ekonominya dan lain sebagainya.
Untuk mengontrol variabel imbuhan yang bukan merupakan perhatian langsung peneliti, dapat ditiadakan atau diminimalkan pengaruhnya melalui beberapa jalan atau teknik, yaitu:
1. Meniadakan variabel
2. Penjodohan kasus
3. Penyeimbangan kasus
4. Analisis kovarian
5. pertimbangan
c. Randomization
Aspek penting dari semua eksperimen adalah penugasan yang acak dari subjek dalam grup.
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
3. Rancangan penelitian eksperimen
Pada dasarnya rancangan eksperimen menggambarkan prosedur yang memungkinkan peneliti menguji hipotesis penelitiannya. Pola-pola eksperimen yang dikemukakan oleh John W. Best dalam Zuriayah (2006: 64-65) terdiri dari tiga kategori, yaitu (1) pra eksperimen, (2) eksperimen semu, dan (3) eksperimen murni. Jenis rancangan eksperimen dan karakteristiknya secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
Tabel 1. Tipe desain karakteristik penelitian eksperimen menurut Jhon W. Best, Fraenkel & Wallen dalam Zuriah (2006:65)
Tipe Eksperimen
Desain eksperimen
Karakteristik
PRA EKSPERIMEN
1. Studi kasus bentuk tunggal
2. Pretes-poetes kelompok tunggal
3. Perbandingan kelompok-kelompok statis
2. Sangat lemah kekuatannya untuk generalisasi
3. Tidak ada kelompok kontrol.
4. Tidak ada pretes
5. Tidak menggunakan rambang.
1. Sangat lemah kekuatannya untuk generalisasi
2. Ada pretes-postes.
3. Tidak menggunakan rambang
4. Tidak ada kelompok kontrol
1. Membandingkan suatu kelompok yang menerima treatment eksperimen dengan kelompok lain yang tidak diberi treatment
2. Menggunakan kelompok yang sudah ada (statis)
3. Tidak ada pretes
4. Tidak menggunakan rambang
X O
O1 X O
X O1
X O2
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
EKSPERIMEN SEMU
1. Pretes-postes tidak ekuivalen
5. Generalisasi sangat lemah
1. Baik untuk kelompok kontrol maupun eksperimen menggunakan kelas yang ada, yang kira-kira homogen kondisi kelasnya.
Tabel 2. Eksperimen Semu menurut Jhon W. Best dalam Zuriah (2006: 66)
Kategori
Desain
Karakteristik
PRA EKSPERIMEN
1. Pretes-postes tidak ekuivalen
2. Pretest-postes pada kelompok tunggal materinya ekuivalen
1. Baik untuk kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen menggunakan kelas yang ada yang kira-kira homogen kondisi kelasnya.
2. Terdapat pretes-postes
3. Adanya kelompok kontrol
4. Tidak menggunakan rambang
5. Kedua kelompok sama-sama dimanipulasi, tetapi dengan cara yang berbeda
6. Generalisasi lemah
1. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakakn kelas yang sama (single group)
2. Putaran pertama sebagai kelompok eksperimen dan putaran berikutnya sebagai kelompok kontrol, atau
O1 X O2
O3 X O4
Ma O1 X O2
Mb O3 X O4
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
sebaliknya.
3. Materi ekuivalen (Ma-Mb)
4. Menggunakan pretes-postes
5. Tidak menggunakan rambang
6. Banyaknya kelemahan antara lain:
- Sulit mencari materi yang benar-benar sederajat.
- Ada pengaruh treatmen pertama yang ikut campur pada putaran kedua.
- Testing pertama memengaruhi nilai testing
- Putaran kedua siswa lebih matang dari putaran kedua.
Tabel 3. Eksperimen semu menurut Fraenkel dan Norman dalam Zuriyah (2006: 66)
Kategori
Desain
Karakteristik
PRA EKSPERIMEN
1. The matching only Postest Control Group Desain
1. Dilakukan matching terhadap subjek pada kelompok kontrol dan eksperimen.
2. Hanya dilakukan postes
3. Tidak menjamin terpenuhinya ekuivalensi
4. Proses matching tidak secara random.
5. Generalisasi lemah
M X1 O1
M C2 O2
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
2. The matching only pretes-postest control group design
3. a three-treatment counterbalanced
4. A basic time-series
5. Factorial design
1. Dilakukan matching terhadap subjek pada kelompok kontrol dan eksperimen.
2. Dilakukan pretes-postes
3. Tidak menjamin dipenuhinya ekuivalensi
4. Proses matching tidak secara random
5. Generalisasi lemah
1. Terdiri dari tiga kelompok
2. Masing-masing kelompok dikenai treatment
3. Tidak menggunakan randomusasi
4. Tidak ada pretes
5. Dilakukan postes
1. Dilakukan pengukuran yang berulang kali pada periode waktu sebelum dan sesudah treatment
2. Hanya ada kelompok tunggal (hanya kelompok treatment)
3. Tidak menggunakan randomisasi
4. Adanya pretes dan postes
5. Generalisasi lemah
1. Mencari interaksi variabel independen dengan variabel lain, yang biasanya disebut
O1 M X O2
O3 M C O4
X1 O X2 O X3 O
X2 O X3 O X1 O
X3 O X1 O X2 O
O O O O X O O O O
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
variabel moderat
2. Variabel moderat juga diberikan treatment
3. Penentuan sampel dengan randomisasi
4. Dilakukan pretes dan postes pada setiap kelompok dan eksperimen
5. Generalisasi cukup kuat
6. Desaiin ini merupakan modifikasi pretes – postes control group dasign
Tabel 4. Desain eksperimen murni menurut Jhon W. Best dalam Zuriah (2006: 68)
Kategori
Desain
Karakteristik
EKSPERIMEN MURNI
1. Postes pada kelompok ekuivalen
2. Pretes-postes pada kelompok ekuivalen
3. Empat kelompok homogen
1. Ekuivalensi dengan cara rambang (dua kelompok)
2. Tidak menggunakan pretes
3. Adanya kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
4. Generalisasi kuat
1. Adanya pretes-postes
2. Ekuivalensi kelompok eksperimen dan kontrol
3. Pengambilan sampel dengan random
4. Pencapaian X = O2 – O1
5. Pencapaian C = O4 – O3
6. Generalisasi kuat
1. Merupakan kombinasi dari
R O X1 r1 O
R O C1 r1 O
R O X1 r1 O
R O C1 r2 O
R X O1
R C O2
R O1 X O2
R O3 C O4
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
dua jenis eksperimen murni tersebut diatas
2. Terdapat dua eksperimen yang berlangsung simultan
3. Bersifat kompleks dan sulit dilaksanakan pada sampel besar
4. Memungkinkan untuk mengevaluasi pengaruh atau efek utama variabel eksperimen dan vaktor-vaktor yang mengancam validitas eksperimen
5. Generalisasi kuat
Tabel 5. Desain Penelitian Eksperimen murni menurut Fraenkel dan Norman E. Wallen dalam Zuriah (2006: 68)
Kategori
Desain
Karakteristik
EKSPERIMEN MURNI
1. Postes pada kelompok ekuivalen
2. Pretes-postes pada kelompok ekuivalen
1. Ekuivalensi dengan cara rambang (dua kelompok)
2. Tidak menggunakan pretes
3. Adanya kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
4. Generalisasi kuat
1. Adanya pretes-postes
2. Ekuivalensi kelompok eksperimen dan kontrol
3. Pengambilan sampel dengan random
4. Pencapaian X = O2 – O1
5. Pencapaian C = O4 – O3
R O1 X O2
R O3 C O4
R X O5
R X O6
R X O1
R C O2
R O1 X O2
R O3 C O4
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
3. Empat kelompok homogen
4. Randomized posttest only control group design using matched subject
5. Randomized posttest only control group desing, using
6. Generalisasi kuat
1. Merupakan kombinasi dari dua jenis eksperimen murni tersebut diatas
2. Terdapat dua eksperimen yang berlangsung simultan
3. Bersifat kompleks dan sulit dilaksanakan pada sampel besar
4. Memungkinkan untuk mengevaluasi pengaruh atau efek utama variabel eksperimen dan vaktor-vaktor yang mengancam validitas eksperimen
5. Generalisasi kuat
1. Menggunakan penjodohan subjek dengan cara random
2. Tidak melakukan pretes
3. Adanya kelompok eksperimen dan kontrol
4. Adanya ekuivalensi dari kedua kelompok
5. Dasar penentuan pasangan adalah penelitian pendahuluan, teori, dan pengalaman peneliti
6. Generalisasi kuat
1. Menggunakan penjodohan Subjek dengan cara random
R O1 X O2
R O3 C O4
R X O5
R X O6
M1 X1 O
M1 C2 O
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
matched subject
2. Tidak melakukan pretes
3. Adanya kelompok eksperimen dan kontrol
4. Adanya ekuivalensi dari kedua kelompok
5. Dasar penentuan pasangan adalah penelitian pendahulu, teori, dan pengalaman peneliti.
6. Generalisasi kuat
O Mr X1 O
O Mr C1 O
CREATED BY: AMALIA NURJANNAH, S.Pd
DAFTAR PUSTAKA
Fraenkel, Jack R dan Norman E. Wallen. 2006. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGrow-Hill Inc
Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara