Mohamad Habibi
ilmu keolahragaan - FIK UNESA
ilmu keolahragaan - FIK UNESA
PROFIL KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan yang maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis
juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan yang sebesar-besarnya guna kesempurnaan karya
tulis ini.
Penulis telah
berusaha untuk melakukan sejumlah perbaikan, terutama yang berkaitan dengan
penulisan.
Akhirnya
penulis mengharapkan karya tulis ini dapat berguna bagi pembaca, bermanfaat
bagi yang membutuhkan khususnya saya sendiri dan masyarakat umum, serta karya
tulis ini dapat meningkatkan prestasi bagi pelaku olahraga yang akan datang.
Semarang,
Agustus
2009
Penulis
Pangondian
Purba
0602509027
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR
ISI.............................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan.............................................................................. 4
C.
Manfaat Penulisan............................................................................ 4
BAB II PROFIL
KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU.… 5
1. Profil Kondisi Fisik . .………………………………………… 5
1.1. Kecepatan…………………………………….……………
7
1.2. Daya Ledak Otot (Power)…………..……………………..
8
1.3.
Kelentukan……………………………….……………….. 9
1.4.
Kelincahan………………………………………………... 10
1.5. Kekuatan otot …………………………………………….. 10
1.6.
Daya
tahan jantung paru………………………………….. 11
1.7. Daya tahan otot……………………………………………
12
2.
Standard
KONI Pusat……..…………………………………….. 13
3. Kondisi
Psikis………………………………………………….… 18
BAB
III KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………
23
1.
Kesimpulan …………………………………………………….. 23
2.
Saran
............................................................................................ 23
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………….…… 24
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Profil adalah keadaan atau potensi
dan gambaran yang ada dalam diri seseorang. Keadaan dan gambaran seseorang
dalam berpikir dengan cepat dan tepat dengan meningkatkan setiap aktivitas yang
dikerjakan, faktor ini dianggap penting sehingga sangat menentukan seseorang
dalam berprestasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:204). Dari sisi lain, ada
juga yang menganggap bahwa profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut
menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam berprestasi.
Kondisi fisik merupakan salah satu
syarat yang dipergunakan dalam mencapai suatu prestasi. Untuk menghasilkan
puncak prestasi pada atlet perlu adanya penerapan latihan fisik yang terprogram
secara sistematis. Hal ini dikemukakan oleh Bompa (1988:2) yakni: “Persiapan
fisik harus dipertimbangkan sebagai unsur yang diperlukan dalam latihan guna
mencapai prestasi tertinggi”.
Menurut Sajoto (1988:57) bahwa
komponen kondisi fisik terdiri dari: 1) kekuatan, 2) daya tahan, 3) daya ledak,
4) kecepatan, 5) kelentukan, 6) keseimbangan, 7) kelincahan, 8) koordinasi, 9)
ketepatan, dan 10) reaksi.
Pada umumnya para ahli
mengklasifikasikan kebugaran jasmani menjadi 2 bagian, yaitu kebugaran jasmani
yang berkaitan dengan kesehatan (yaitu nadi, haemoglobin, tinggi badan, berat
badan, tekanan darah), dan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan keterampilan
gerak (yaitu kecepatan, kekuatan, daya tahan, daya ledak, kelentukan,
kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan, dan reaksi). Sejalan dengan
pendapat di atas, seluruh cabang olahraga diharuskan memiliki komponen kondisi
fisik tersebut, termasuk dalam cabang olahraga Wushu.
Wushu di Indonesia yang
sebelumnya dikenal dengan nama kuntauw dan di dunia dikenal dengan nama kungfu
merupakan seni bela diri yang memiliki sejarah ribuan tahun dan merupakan
warisan budaya Cina yang sangat berharga. Wushu terbagi atas dua
kelompok yaitu Taulo (seni atau jurus) dan Sanshou (perkelahian).
Sugiarto (1999:6)
Perkembangan Wushu di Indonesia
di awali dengan kedatangan ahli-ahli silat dari daratan Cina dengan berbagai
tujuan, ada yang untuk mencari penghidupan yang lebih baik, ada yang menjual
obat serta mempertunjukkan sulap, ada yang menjadi pengawal barang-barang
berharga ke tempat lain yang harus melewati daerah-daerah berbahaya dan ada
pula yang datang karena kapalnya terdampar saat berlayar. Mereka yang menetap
kemudian membuka perguruan silat. Sejalan dengan waktu yang terus berjalan,
begitu juga dengan perkembangan wushu di Indonesia hingga akhirnya ahli-ahli Wushu
dari Cina berdatangan. Kedatangan para ahli silat tersebut membawa angin
segar bagi sistem pengajaran beladiri di Indonesia, dan pada tanggal 10
November 1992 dibentuklah Pengurus Besar Wushu Indonesia Oleh Brigjen TNI IGK Manila
di Jakarta. Sugiarto, dkk (1999)
Sejalan dengan perkembangannya maka Wushu
pun resmi di pertandingkan di SEA Games XVI 1991. Seiring perkembangan
tersebut maka persaingan untuk menjadi yang terbaik pun semakin ketat. Untuk
menjadi yang terbaik tentunya setiap Pengurus Daerah dituntut untuk terus
melakukan pembenahan diri, mulai dari perbaikan tempat latihan sampai kepada
para atlet. Wushu Indonesia yang sudah sesuai dengan standard internasional
untuk sasana latihan olahraga terus malakukan perbaikan pada kondisi fisik dan
psikis untuk menjaga para atlet agar
selalu siap menghadapi setiap pertandingan nasional maupun
internasional.
Dengan prinsip latihan: intensitas
latihan, frekuensi latihan dan volume latihan dengan prinsip over load.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kesehatan atlet Wushu
pada tingkat yang lebih baik.
Untuk menyandang predikat juara di
event-event nasional maupun internasional diperlukan beberapa faktor pendukung
terutama kondisi fisik dan psikis yang baik dari para atlet yang akan
bertanding agar siap dengan kondisi pertandingan sebenarnya. Atlet dikatakan
baik apabila telah memiliki fisik, teknik, taktik dan mental secara spesifik
dan siap bertanding. Atlet dikatakan sedang apabila ditemukan kekurangan pada
teknik atau fisik yang hanya dapat bermain pada setengah pertandingan. Atlet
dikatakan kurang apabila tidak memenuhi kategori fisik, teknik, taktik dan
mental yang baik.
Unsur kondisi fisik yang perlu
diperhatikan dan ditingkatkan oleh para atlet Wushu adalah kekuatan,
daya tahan, daya ledak, kecepatan, kelentukan, keseimbangan, kelincahan,
koordinasi, ketepatan dan reaksi. Setelah memperhatikan peningkatan kondisi
fisik, maka selanjutnya akan dilihat faktor psikis para atlet Wushu.
Karena faktor psikis juga sangat menentukan dalam memenangkan suatu event.
Setiap pemain harus memiliki kepercayaan diri dan mental juara untuk dapat
mengalahkan lawan-lawannya.
Faktor-faktor psikis perlu mendapat
perhatian dari pelatih adalah mental bertanding, tingkat kepercayaan diri, perasaan cemas dan takut kalah, takut
mengadapi teror penonton, perasaan mudah marah, ketegangan diri, perasaan
bingung dan depresi. Semua faktor psikis ini akan dihadapi pada setiap
pertandingan, apalagi pertandingannya sebesar Kejurnas, PON maupun kejuaraan
Internasional. Dari faktor kondisi fisik tersebut, diharapkan atlit Wushu memiliki
standard dengan penilaian sangat baik pada norma yang telah ditetapkan oleh
KONI Pusat dan tidak merasakan faktor psikis yang mengganggu dalam setiap pertandingan.
Berdasarkan uraian di atas maka
penulis dapat membuatkan permasalahan sebagai berikut: ‘‘
Profil Kondisi Fisik dan Psikis Atlet Wushu’’
B.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui profil kondisi fisik dan psikis atlet Wushu menurut
Standard KONI Pusat.
C.
Manfaat Penelitian
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah bisa
menjadi bahan masukan bagi seluruh cabang olahraga,khususnya seluruh cabang
olahraga dan bagi guru penjas juga dan
bagi penulis sendiri.
BAB
II
PROFIL
KONDISI FISIK DAN PSIKIS ATLET WUSHU
1. Profil Kondisi Fisik
Profil
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) yang memiliki pengertian: 1)
pandangan dari samping (tentang wajah orang),
2) lukisan (gambar) orang dari samping; sketsa biografis, 3) penampang
(tanah, gunung, dll), 4) grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang
hal-hal khusus.
Dari uraian di atas profil dapat
diartikan sebagai keadaan atau potensi dan gambaran yang ada pada diri
seseorang yang disertai dengan fakta-fakta yang ada. Ada juga yang beranggapan
bahwa profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil
atau gagalnya seseorang dalam mencapai prestasi sehubungan dengan keadaan dan
gambaran seseorang dalam berpikir dengan cepat dan tepat dengan meningkatkan
aktivitas yang dikerjakan.
Harsono (1988:153) menyatakan
bahwa:
‘‘Kondisi fisik memegang peranan
yang sangat penting dalam program latihannya. Program latihan kondisi fisik
haruslah direncanakan secara baik dan sistematis dan ditujukan untuk
meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh
sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih
baik’’.
Menurut Sajoto
(1988:57) bahwa kondisi fisik adalah ‘‘salah satu prasayarat yang sangat
diperlukan dalam setiap usaha peningkatan prestasi seorang atlet, bahkan dapat
dikatakan sebagai dasar landasan, titik tolak awalan olahraga prestasi’’.
Dari pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa profil kondisi fisik adalah gambaran tentang
keadaan yang terdapat pada seorang atlet yang sangat diperlukan dalam setiap
usaha peningkatan prestasi seorang atlet. Dalam hal ini gambaran yang dimaksud
misalnya mengenai kemampuan awal atlet dan anatomi tubuh atlet sehingga dapat
diberikan usaha yang tepat untuk meningkatkan prestasi atlet antara lain dengan
mengatur nutrisi yang cukup, program latihan dan pemberian motivasi yang jika
dilakukan dengan terencana akan mampu meningkatkan prestasi atlet.
Selanjutnya
menurut Bompa (1994:2) bahwa program latihan persiapan fisik dikembangkan
secara bertahap, yakni sebagai berikut:
- Pada tahap pertama
akan mencakup persiapan fisik umum (GPP)
- Persiapan fisik
khusus (SPP)
- Membangun tingkat
kemampuan biomotor yang tinggi
Pada tahap
pertama dan kedua menurut Bompa (1994:2) fisik para atlet akan berkembang
selama dalam persiapan, mana kala dibangun suatu dasar yang kuat. Sementara
tahap yang ketiga adalah suatu tahap yang khusus untuk periode pertandingan,
yang tujuannya untuk memelihara apa yang sudah dicapai sebelumnya dan menyempurnakan
kemampuan yang diperlukan untuk olahraga atau pertandingan. Berikut ini skema
persiapan fisik:
Tabel
1. Skema Persiapan Fisik
Tahap Pengembangan
|
1
|
2
|
3
|
Tujuan
|
Persiapan
fisik umum
|
Persiapan
fisik khusus
|
Penyempurnaan
kemampuan biomotor
|
Tahap latihan
|
Tahap
persiapan
|
Tahap
pertandingan
|
Lebih lanjut Bompa (1994:3) menerangkan
bahwa:
“Durasi pada
tahap pertama akan lebih baik untuk penampilan berikutnya. Pada tahap pertama
volume latihan yang tinggi dengan intensitas rata-rata sudah berlaku. Selama
latihan intensitas latihan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan olahraga. Pada
beberapa kasus pada tahap pertama karakteristik dinamik pada olahraga
memerlukan penekanan intensitas yang benar. Salah satu hal yang perlu dicatat
lamanya fase latihan sangat tergantung pada kebutuhan-kebutuhan dari olahraga
dan kalender pertandingan”.
Harsono (1988:100) menyatakan bahwa
perkembangan kondisi fisik yang menyeluruh amat penting oleh karena tanpa
kondisi fisik yang baik atlet tidak dapat mengikuti langkah-langkah latihan
berikutnya.
Dari uraian di
atas telah jelas bahwa untuk melakukan pembinaan kondisi fisik selalu
memperhatikan penyususnan program latihan fisik yang berkesinambungan.
Pembinaan kondisi fisik juga harus memperhatikan urutan kebutuhan komponen
kondisi fisik yang dominan dalam beladiri Wushu.
Dari beberapa
komponen utama kondisi fisik yang harus dikembangkan oleh atlet Wushu,
penulis mengambil 7 komponen kondisi fisik untuk menjadi objek penelitian
yakni: 1) kecepatan, 2) daya ledak, 3) kelentukan, 4) kelincahan, 5)
kekuatan otot 6) daya tahan jantung paru, dan 7) daya tahan otot.
1.1.Kecepatan
Seluruh
cabang olahraga menempatkan kecepatan sebagai komponen fisik yang esensial
karena merupakan salah satu faktor penentu di beberapa cabang olahraga
permainan khususnya cabang olahraga Wushu.
Sajoto
(1988:58) menyatakan bahwa “Kecepatan adalah kemampuan seseorang dalam
melakukan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu
sesingkat-singkatnya”.
Nossek
(1982:19) mengemukakan bahwa:
“Kecepatan dalam
aplikasinya dapat dibedakan atas kecepatan lari atau sprinting, kecepatan reaksi
atau reaction speed, dan kecepatan bergerak atau speed of movement.
Kecepatan sprint adalah kemampuan organisme untuk bergerak dengan cepat lurus
ke depan. Kecepatan ini tergantung pada kemampuan otot dari sistem artikulasi.
Kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan sampai adanya
respon awal pada otot, sedangkan kecepatan bergerak adalah kemampuan mengubah
arah dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu gerakan yang utuh dengan
waktu yang cepat. Kecepatan bergerak ini dipengaruhi oleh unsur lain seperti
kekuatan otot, daya ledak, kelincahan dan keseimbangan”.
Dari
pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahawa kecepatan merupakan
suatau usaha seseorang untuk melakukan aktivitas dengan cepat dan sesingkat
mungkin. Untuk menghasilkan kecepatan dengan baik maka dibutuhkan
latihan-latihan yang mendukung komponen kondisi fisik tersebut yang sebaiknya
diberikan kepada atlet setelah memiliki komponen kekuatan, kelentukan dan daya
tahan yang cukup. Latihan kecepatan yang dilakukan oleh atlet Wushu Sumatera
Utara dapat dicapai pada tahap frekuensi yang tinggi agar otot lebih bekerja
secara eksplosif di saat melakukan aktivitas fisik.
1.2. Daya Ledak Otot (Power)
Harsono
(1988:200) mengemukakan bahwa “Daya ledak adalah kemampuan otot untuk
mengarahkan kekuatan maksimal dalm waktu yang sangat cepat”. Sedangkan menurut
Wahjoedi (2000:61) menyatakan bahwa “Daya ledak (power) adalah kemampuan tubuh
yang memungkinkan otot atau kelompok otot untuk bekerja secara eksplosif”.
Dengan demikian bahwa daya ledak merupakan salah satu komponen fisik yang
sangat diperlukan untuk performance seorang atlet Wushu.
Daya ledak
diperlukan semua cabang olahraga tak terkecuali cabang olahraga atlet Wushu,
karena selain kekuatan terdapat pula kecepatan. Sehingga latihan yang diberikan
kepada atlet untuk meningkatkan daya ledak yaitu tidak hanya faktor beban saja
tetapi harus memperhatikan faktor kecepatan konstraksinya.
Pyke dalam
Jumadin (1999:12) mengatakan bahwa ’’besarnya beban untuk melatih daya
ledak adalah penting, karena beban latihan tidak boleh terlalu berat sehingga
dapat digerakkan pada frekwensi yang tinggi dan cepat’’. Astrand dalam Jumadin
(1999:12) mengemukakan bahwa daya ledak yang tinggi dapat dicapai
sewaktu kecepatan kontraksi 25% sampai dengan 30% kecepatan kontraksi.
Hal terpenting
di dalam keberhasilan prestasi olahraga adalah meningkatkan daya ledak (power).
Dalam olahraga Wushu, daya ledak bisa juga didefinisikan sebagai jumlah
maksimum dari gaya otot yang mampu dihasilkan seorang atlet. Seberapa berat
seorang atlet mampu mengangkat merupakan penunjuk kekuatan yang mutlak yang
tidak akan berarti apabila tidak siap untuk digunakan pada saat waktu
bertanding di arena pertandingan. Sebaliknya atlet yang kuat mampu untuk
menggabungkan usaha maksimum dengan kecepatan gerakan.
1.3. Kelentukan
Menurut
pendapat Harsono (1988:163) bahwa ”Kelentukan (flexibility)
adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kelentukan
juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot, ligamen dan tendon”. Sedangkan Sajoto (1988:58)
berpendapat bahwa ”kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam menyesuaikan
dirinya untuk melakukan segala aktivitas tubuh dengan penguluran
seluas-luasnya, terutama otot-otot, ligamen-ligamen di sekitar persendian”. Selain
itu Wahjoedi (2000:60) mengatakan bahwa “Kelentukan adalah kemampuan tubuh
untuk melakukan gerakan melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara
maksimal”.
Kelentukan
merupakan salah satu bagian dari komponen kondisi fisik yang dikategorikan juga
sebagai komponen kondisi fisik dasar. Disebut sebagai komponen kondisi fisik
dasar adalah karena kelentukan tersebut berdiri sendiri, tidak dipengaruhi oleh
komponen fisik lainnya.
Atlet
yang mempunyai kelentukan adalah atlet yang mampu menggerakkan anggota tubuh
melalui ruang geraknya. Oleh karena itu kelentukan adalah spesifik masalah
sendi, dan program latihan kelentukan harus menekankan pada ruang gerak semua
sendi tubuh seperti peregangan aktif maupun pasif. Dengan demikian, atlet yang
lentuk adalah atlet yang mempunyai ruang gerak yang luas dalam sendi-sendinya
dan otot-otot yang elastis. Kelentukan yang baik dapat mengurangi terjadinya
cedera otot pada atlet saat pertandingan Wushu, baik dalam sikap tubuh
saat memukul, menendang, dan membanting atau pada saat menghindari lawan.
1.4. Kelincahan
Wahjoedi
(2000:61) berpendapat bahwa kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah
arah secepatnya tanpa ada gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan.
Sedangkan Harsono (1988:67) menyatakan bahwa kelincahan adalah kombinasi dari
kekuatan, kecepatan, ketepatan, keseimbangan, fleksibilitas dan koordinasi neuro-muscular’’.
Dengan
demikian kelincahan bukan hanya kecepatan tetapi harus memiliki fleksibilitas
yang baik dari sendi-sendi tubuh. Seorang atlet Wushu mampu mengubah
arah dalam posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak
yang baik pada saat menyerang lawan dan pada saat menghindari serangan lawan
berarti kelincahan atlet tersebut cukup baik
1.5. Kekuatan otot
Kekuatan otot
adalah komponen yang sangat penting untuk meningkatkan kondisi fisik secara
keseluruhan. Mengapa? Karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktifitas
fisik. Kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi otot dari kemungkinan
cedera, dengan kekuatan atlet akan dapat lebih cepat melakukan teknik yang
diinginkan dalam cabang olahraga tersebut. Menurut Wahjoedi (2000:59)
mengatakan bahwa “kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat
dihasilakan oleh se-kelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal”.
Sejalan dengan itu, FOX dalam Jumadin (1999:8) juga mengemuklakan
pendapatnya bahwa “kekuatan otot adalah suatu daya tegangan,satu otot atau
se-kelompok yang dapat dicapai suatu usaha maksimal”.
Demikian juga
dikatakan Harsono (1993:13) bahwa “kekuatan otot adlah kemampuan otot untuk
membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan”. Oleh karena itu, latihan yang
cocok untuk mengembangkan kekuatan adalah tahanan, diman atlet harus
mengangkat, mendorong, atau menarik suatu beban.Berdasarkan pada pengertian
diatas, maka dapat disimpulkan adalah kemampuan se-kelompok otot untuk
menggerakkan tenaga maksimal dalam menahan beban tertentu, maka atlet yang
memilki kekuatan otot yang jauh lebih baik keluar menjadi pemenang.
Untuk meningkatkan
kekuatan otot atlet Wushu, maka perlu dilakukan yang memakai beban,
dimana bisa beban anggota tubuh kita sendiri ataupun beban dari luar. Agar
hasilnya lebih baik latihan tahanan haruslah dilakukan sedimikian rupa sehingga
atlet harus mengeluarkan tenaga semaksimal mungkin. Demikian pula beban
tersebut haruslah sedikit demi sedikit bertambah berat agar perkembangan otot
lebih baik dan kuat.
1.6. Daya tahan jantung paru
Harsono
(1988:155) mengatakan bahwa “kemampuan aerobik atau daya tahan adalah keadaan
atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja untuk waktu yang lama, tanpa
mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Yang dimaksud adalah daya tahan jantung paru (circulatory respitory)”.
Daya tahan jantung paru sejak usia 20 tahun terus meningkat dan mencapai puncak
pada usia 30 tahun yang selanjutnya secara berangsur-angsur menurun dengan
bertambahnya usia. Sampai usia pubertas tidak terdapat perbedaan daya tahan
jantung paru antara pria dan wanita, namun setelah usia tersebut wanita akan
lebih rendah 15-20% dibandingkan pria, Purba (dalam Jumadin, 1998:12).
Para ahli
fisiologi mengakui bahwa peningkatan daya tahan jantung paru dapat dicapai
melalui peningkatan aerobik secara maksimal. Fungsi utama dari sistem jantung
paru adalah pertukaran gas yaitu membawa oksigen O2 ke sel-sel dan mengeluarkan
CO2 dari tubuh.
Menurut Wahjoedi
(2000:59) mengatkan bahwa daya tahan jantung paru sangat penting untuk
menunjang kerja otot dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya keseluruh
jaringan otot yang sedang aktifsehingga dapat digunakan untuk proses
metabolisme didalam tubuh”. Daya tahan jantung paru dapat ditingkatkan dengan
melakukan latihan yang berintensitas sedang dengan waktu yang relatif lama.
Agar latihan dapat berpengaruh dengan fisik atau tubuh, latihan harus benar dan
dilakukan secara teratur dan terus menerus sepanjang hayat. Keadaan latihan
seperti ini dapat mempengaruhi peningkatan VO2 Max. Daya tahan jantung paru
adalah efektifitas jantung dan paru dalam mengalirkan darah, oksigen dan zat
makanan kedalam tubuh selama kegiatan fisik berlangsung. Sistem aerobik
menyediakan energi berjangka waktu panjang, tergantung pada adanya oksigen bagi
produksi ATP. Meskipun demikian, komponen daya tahan jantung paru ini tetap
sangat penting agar kondisi fisik atlet dalam pertandingan selalu konsisten
tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
Seorang atlet Wushu
membutuhkan jantung dan paru yang kuat, karena atlet Wushu menghabiskan
banyak energi dalam waktu yang singkat. Anaerobik adalah aspek lainnya dari
kebugaran cardiorespiratori dan menyediakan energi untuk kegiatan berintensitas
tinggi. Atlet dengan kebugaran anaerobik yang sangat baik dapat melakukan
teknik beladiri Wushu dengan kecepatan penuh dalam waktu yang sangat
lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
1.7. Daya tahan otot
Harsono
(1988:177) menyatakan bahwa daya tahan otot mengacu pada suatu kelompok otot yang mampu untuk melakukan
kontraksi otot yang berturut-turut, misalnya push-up dan sits-up mampu
mempertahankan suatu kontraksi otot untuk waktu yang lama. Daya tahan otot
merupakan salah satu faktor kunci dari keberhasilan seorang atlet. Karena
dengan daya tahan otot yang baik atlet akan mampu untuk bertanding baik dari
menit pertama sampai menit terakhir.
2. Standard KONI Pusat
Menurut
Lutan (1988:3) mengatakan bahwa Standard KONI adalah norma penilaian prestasi
yang telah diakui oleh KONI Pusat. Kriteria penilaian yang akan digunakan
mengacu kepada norma yang telah dipakai untuk pemberian nilai dari setiap skor.
Norma untuk menilai hasil test dan pengukuran atlet wushu menggunakan
norma yang berbeda pada masing-masing item test, seperti yang tercantum dalam
tabel berikut;
Tabel 2. Norma
Penilaian Speed (Sprint 20 Meter)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
3,0
– 2,8
|
3,2
– 3,4
|
Baik
|
3,3
– 3,1
|
3,5
– 3,7
|
Sedang
|
3,6
– 3,4
|
3,8
– 4,0
|
Kurang
|
3,9
– 3,7
|
4,1
– 4,3
|
Tabel 3. Norma
Penilaian Power (Vertical Jump)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
82
– 87
|
61
– 64
|
Baik
|
77
– 81
|
56
– 60
|
Sedang
|
72
– 76
|
51
– 55
|
Kurang
|
67
– 71
|
46
– 50
|
Tabel 4. Norma
Penilaian Fleksibilitas (Sit and Reach)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
>28
|
>35
|
Baik
|
21
– 27
|
28
– 34
|
Sedang
|
14
– 20
|
21
– 27
|
Kurang
|
8
– 13
|
14
– 20
|
Tabel 5. Norma
Penilaian Agilitas(Shuttle Run 5x8 meter)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
<12,0
|
<12,6
|
Baik
|
12,1
– 12,5
|
12,7
– 13,5
|
Sedang
|
12,6
– 13,0
|
13,6
– 14,0
|
Kurang
|
13,1
– 13,5
|
14,1
– 14,5
|
Tabel 6. Norma
penilaian Strenght/Otot Lengan (Hand Dynamometer)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
>45
|
>42
|
Baik
|
36
– 44
|
33
– 41
|
Sedang
|
27
– 35
|
24
– 32
|
Kurang
|
18
– 26
|
15
– 23
|
Tabel 7. Norma
Penilaian Strenght/Otot Punggung (Back Dynamometer)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
>153,5
|
>103,5
|
Baik
|
112,5
– 153
|
78,5
– 103
|
Sedang
|
76,5
– 112
|
57,5
– 78
|
Kurang
|
52,5
– 76
|
28,5
– 57
|
Tabel 8. Norma
Penilaian Strenght/Otot Tungkai (Leg Dynamometer)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
>283
|
>183
|
Baik
|
215
– 282
|
124
– 182
|
Sedang
|
146
– 214
|
65
– 123
|
Kurang
|
77
– 145
|
4
– 64
|
Tabel 9. Norma
Penilaian Daya Tahan Cardiorespiratori (Lari 15 Menit)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
>58
|
>50
|
Baik
|
51
– 57
|
43
– 49
|
Sedang
|
44
– 50
|
36
– 42
|
Kurang
|
37
– 43
|
29
– 35
|
Tabel 10. Norma
Penilaian Daya Tahan Otot Perut (Sits-up)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
99
– 108
|
99
– 108
|
Baik
|
89
– 98
|
89
– 98
|
Sedang
|
79
– 88
|
79
– 88
|
Kurang
|
69
– 78
|
69
– 78
|
Tabel 11. Norma
Penilaian Daya Tahan Otot Lengan dan Bahu (Push-up)
Kategori
|
Nilai
|
|
Putra
|
Putri
|
|
Baik
sekali
|
>50
|
>40
|
Baik
|
41
– 49
|
31
– 39
|
Sedang
|
33
– 40
|
22
– 30
|
Kurang
|
25
– 32
|
13
– 21
|
Memberikan nilai
untuk setiap skor yang diperoleh dari setiap item test, dilakukan dengan cara
menotasikan skor test tersebut dengan norma penilaian yang sesuai dengan jenis
kelamin atlet pada masing-masing cabang olahraga, sehingga diperoleh kedudukan
norma tersebut dan bobot nilainya. Konversi nilai dari setiap norma komponen
kondisi fisik tampak pada tabel di bawah ini
Tabel
12. Konversi Nilai
Kategori
|
Nilai
|
Baik
sekali
Baik
Sedang
Kurang
|
10
8
6
4
|
Untuk menentukan
nilai secara keseluruhan komponen kondisi fisik, dilakukan dengan cara :
1. Menjumlahkan nilai konversi skor dari
setiap komponen kondisi fisik atlet tersebut.
2. Hasil jumlah tersebut dalam butir di
atas dibagi dengan jumlah komponen kondisi fisik.
3. Hasil ini kemudian dinotasikan ke dalam
tabel kategori status kondisi fisik atlet yang tercantum dalam tabel berikut
ini;
Tabel 13. Rentang Skor
Kategori
|
Nilai
|
Baik
sekali
Baik
Sedang
Kurang
|
9,6
– 10
8,0
– 9,5
6,0
– 7,9
4,0
– 5,9
|
3. Kondisi
Psikis
Olahraga
bukan hanya merupakan masalah fisik saja, yang berhubungan dengan gerakan-gerakan anggota tubuh, otot, tulang
dan sebagainya. Jangkauan olahraga lebih jauh dari itu. Olahraga terutama
olarga prestasi, juga berhubungan dengan masalah-masalah dan gejala-gejala
kejiwaan pelakunya.
Menurut Harsono (1988:242) “peranan
masalah-masalah kejiwaan mempunyai pengaruh yang penting. Malah kadang-kadang
menentukan di dalam usaha atlet untuk mencapai yang setinggi-tingginya.
Misalnya aspek motivasi, aktivitas, frustasi, rasa bimbang, ketakutan, anxiety
(kecemasan) dan ambisi untuk menang.”
Dari kutipan diatas dapat dijelaskan
bahwa seorang olahragawan, terutama pada saat melakukan pertandingan akan
selalu berada dibawah stress, baik stress fisik maupun mental yang disebabkan oleh kawan maupun
lawan. Stress itu juga bisa datang dari penonton, pengaruh lingkungan,
sarana dan prasarana.
Sementara
menurut Lutan, dkk (1999;42) mental set atau mood adalah suasana mental
yang berkaitan dengan respon emosional seperti yang dialami oleh seseorang
sehubungan dengan kegiatan sehari-hari yang selanjutnya mempengaruhi performa
tugas kerja.
Aktivtas
olahraga, termasuk situasi sekitar, sarana dan prasarana olahraga akan selalu
membangkitkan emosi-emosi, impuls-impuls, perasaan-perasaan dan
naluri-naluri manusia. Seperti diutarakan oleh Harsono (1988;203) “Kontrol atas
system-sistem pertahanan yang fundamental dan penyalurannya ke dalam
pertandingan yang berisi akal sehat dan yang dapat diterima menurut norma-norma
kebudayaan disebut usaha-usaha mental hygiene (kesehatan mental) dalam
olahraga.”
Lutan, dkk.
(1999;42) menambahkan “Profil mood dikalangan atlet dapat digunakan
untuk beberapa maksud sebagai berikut :
a. Memantau secara umum jiwa atlet
b. Dapat dipakai sebagai bahan diskusi
selama musim-musim pembinaan
c. Sebagai bahan untuk memberikan perlakuan
yang tepat kepada atlet sesuai dengan masalah yang dihadapinya
d. Mengidentifikasi wilayah masalah pada
waktu sedini mungkin
e. Memantau modal official tim dan pengurus
organisasi
f. Memantau beban latihan
g. Mengidentifikasi atlet yang mengalami overtraining
h. Memantau rehabilitasi dari keadaan overtraining
i.
Memantau
respon emosi terhadap cedera
j.
Meramalkan
prestasi
k. Memberikan kontribusi kepada latihan
mental secara perorangan.”
Selanjutnya mengenai butir-butir
yang diungkapkan sebagai indikasi keadaan jiwa menurut Lutan, dkk. (1999;42)
meliputi :
a. “Butir kelelahan (KLH)
b. Suasana amarah (AMR)
c. Perasaan siap, energik dan penuh tenaga
(PES)
d. Ketegangan (KTG)
e. Penilaian diri (PDR)
f. Suasana bingung (SSB)
g. Depresi (DPS)”
a. Kelelahan
Menurut Lutan (1999;42)
”Kelelahan merupakan gejala yang lumrah bagi seorang atlet. Bila seseorang
lelah maka hasil kerjanya juga menurun, selain itu kita dapat memantau keadaan
kondisi fisik yang berkaitan dengan perasaan lelah, baik dalam pengertian lelah
yang sebenarnya maupun kelelahan semu. Ciri kondisi fisik atlet yang terlatih
adalah terjadi proses pemulihan kelelahan yang cepat.”
b. Suasana amarah
Lutan (1999:42) menerangkan
“Suasana amarah merupakan respon emosional yang harus terkendali karena dapat
menurunkan prestasi kerja seseorang.”
Jika seseorang dalam suasana amarah
yang tidak terkendali, maka ia akan merasa jengkel, bercampur kecewa dan bahkan
berperilaku agresif. Keadaan ini akan mengganggu hubungan sosial dengan orang
lain.
c. Perasaan siap
Menurut Lutan (1999:43) “Perasaan
siap penuh tenaga dapat dirasakan seolah-olah akan merasa kelebihan tenaga.
Perasaan ini bercampur dengan rasa optimis
dan penuh vitalitas. Disamping itu kita merasa tegas dan siaga. ”
Perasaan siap ini harus selalu
dimiliki oleh seorang atlet. Dengan memiliki perasaas siap, maka seorang atlet
akan selalu optimis dalam menghadapi setiap pertandingan, baik melawan tim yang
kuat maupun melawan tim yang lemah. Perasaan siap juga akan meningkatkan
kepercayaan diri atlet untuk merasa yakin dapat mengalahkan lawannya.
d. Ketegangan
Lutan
(1999:43) menjelaskan “Perasaan tegang pada taraf tertentu memang diperlukan
untuk melaksanakan suatu tugas. Ketegangan ini dapat meningkat dan bahkan
memuncak sehingga justru memperendah prestasi seseorang.”
Dalam
menghadapi pertandingan biasanya atlet akan menghadapi suasana tegang.
Perasaaan ini biasanya muncul karena pada pertandingan itu akan menghadapi
lawan yang kuat atau pertandingan itu sangat menentukan. Untuk itu sebaiknya
seorang atlet wushu dapat mengontrol perasaan tegang tersebut, sehingga
akan berdampak positif dalam permainan. Jangan sampai perasaan tegang yang
timbul dalam diri atlet terlalu berlebihan, selalu mengalami kesalahan dalam
melakukan berbagai teknik-teknik permainan ataupun menunjukkan kemampuan jurus.
e. Penilaian diri
Menurut Lutan (1999:43) “Penilaian diri
adalah kesan secara pribadi tentang kemampuan atau kelemahan diri sendiri.”
Ada orang yang selalu menilai dirinya
tidak mampu, atau lebih rendah dari orang lain. Penilaian yang bersifat
negatife yang memperendah kemampuannya ditandai dengan sikap pesimis atau
berpikir negatife. Sebagai kebalikannya adalah optimis dan kepercayaan diri.
Atlet wushu yang mengemukakan penilaian diri yang rendah, maka atlet tersebut telah kehilangan
kepercayaan diri yang cukup besar, sehingga akan merusak permainan dirinya
sendiri. Walaupun terkadang penilaian diri yang rendah bisa dijadikan strategi
untuk membuat lawan meremehkan kita.
f. Suasana Bingung
Lutan (1999:43) menjelaskan “Suasana
bingung atau pikiran buntu dapat terjadi dengan indikasi seseorang tidak mampu
berpikir jernih dan keputusannya serba salah.”
Keadaan ini boleh jadi karena terlampau
banyak informasi atau suasana yang amat menekan, atau situasi dilematis yang
menyulitkan seseorang sukar membuat keputusan atau lambat membuat alternatif.
Jika dalam pertandingan seorang atlet mengalami hal ini, maka kemungkinan besar
pertandingan akan dikuasai lawan, ataupun tidak dapat menunjukkan kemampuan
terbaiknya.
g. Depresi
Menurut Lutan (1999:43) “Depresi adalah
suasana kejiwaan yang tertekan dan dirasakan sangat mengganggu seseorang.”
Jika seorang mengalami depresi, maka dalam
hal ini hubungan sosial menjadi tergangggu, sementara aneka bentuk kekecewaan
sukar dilupakan. Hubungan sosial yang terganggu itu dapat terjadi karena
seseorang merasa tidak berharga, dimusuhi atau dikucilkan oleh lingkungananya.
Pada tingkat atau kadar yang lebih berat, gejala depresii dapat berkembang
lebih parah dan memerlukan penanganan secara khusus oleh psikolog.
Dari berbagai aspek keadaan jiwa ini, maka
akan kelihatan sejauh mana tingkat stress yang akan dialami pemain pada
saat menghadapi pertandingan, dan dari hasil ini diperoleh bahan evaluasi untuk
menghadapi pertandingan selanjutnya.
BAB
III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penulisan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Profil merupakan salah satu
faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam
mencapai prestasi
b. Faktor psikis juga
sangat menentukan dalam memenangkan suatu event
c. Pembinaan kondisi fisik juga harus
memperhatikan urutan kebutuhan komponen kondisi fisik yang dominan dalam
beladiri Wushu.
2. Saran
Dari hasil penulisan yang
diperoleh, penulis dapat merumuskan beberapa saran untuk dipergunakan para
Pembina, pelatih juga guru da penulis sendiri.
1.
Profil merupakan salah satu faktor
penting yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam
berprestasi.
2.
Kondisi
fisik memegang peranan yang sangat penting dalam program latihannya. Program
latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis dan
ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari
sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai
prestasi yang lebih baik’’.
DAFTAR PUSTAKA
Bompa, Tudor, O. (1994). Power Training for
Sport. Canada : Mocaic Press.
Davis B, Bull R, Roscoe J, and Roscoe D. (1995). Physical
Education and The Study of Sport. 2nd ed. London : Mosby.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1989). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Dick, F. Jhonson, C., Paish, Wilf. (1978). Strength
Training for Athletics. British Amateur Athletic Board : London
http://batakpos-online.com
Harsono, (1988). Coaching dan Aspek-aspek
Psikologi dalam Coaching. Jakarta. CV. Tombak Kesuma.
Harsono, (1993). Latihan
Kondisi Fisik. Jakarta. Pusat Pendidikan
dan Penataran.
Harre, D. (1982) Traininglehre. (Principles of
Sports Training : Introduction to The Theory and Methods of Training). Berlin
: Sportverlag.
IWUF, (2007) Rules For International Wushu
Shansou Competition. Jakarta. terjemahan oleh PB.WUSHU INDONESIA.
Jumadin, (1999). Perbedaan Pengaruh Latihan
Beban Dengan Latihan Tegangan Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot dan Daya Ledak
Pada Mahasiswa Putra FPOK-IKIP Medan. Medan. FPOK-IKIP.
Lutan, Rusli, Dkk, (1998). Sistem
Monitoring Evaluasi dan Pelaporan. Jakarta. KONI Pusat.
Sajoto, M, (1988). Pembinaan
Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana, (2000). Metode Statistika. Bandung.
Tarsito.
Sugiarto, (1999). WUSHU Variasi dan Perkembangannya. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wahjoedi, (2000). Landasan
Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar