MENGEVALUASI BEBAN LATIHAN
Beberapa tugas monitoring biokimia latihan berkaitan dengan evaluasi
beban latihan dengan menggunakan parameter-parameter metabolic dan hormonal
untuk menilai intensitas dan volume beban sesi latihan dan mikrocycle.
Parameter-parameter biokimia pada umumnya diperlukan untuk menilai efek yang
dapat dilatih dari beban latihan. Kemungkinan untuk asesmen ini muncul dari
konsep sintesis protein adaptif sebagai landasan efek-efek latihan pada level
struktur selular. Akumulasi sintesis protein inductor dapat menyediakan sebuah
alat untuk mengevaluasi efek latihan. Asesmen beban latihan dan mikrosiklus
juga memerlukan diagnostic fatig dan monitoring periode recovery.
Beban Sesi Latihan
Mendesain latihan untuk atlet terdiri dari 2 kelompok tugas yang harus
dipertimbangkan, yaitu strategi latihan dan taktik latihan. Strategi latihan
melibatkan penggunaan yang sangat efektif
waktu latihan dalam movement dari teenager hingga Homo Olympicus.
Strategi latihan dibutuhkan untuk pengembangan ontogenetic dan untuk
menggunakan tahap-tahap perkembangan yang paling favorit untuk menginduksi
perubahan-perubahan yang dibutuhkan dalam hal structural, metabolic dan
fungsional. Tugas-tugas tersebut harus terdistribusi selama bertahun-tahun
dalam setahun antara periode-periode latihan dan dalam satu periode latihan
antara latihan mesocycles dan microcycles.
Taktik-taktik latihan berkaitan dengan bagaimana untuk bertindak terhadap
organisme untuk menginduksi perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada tubuh. Berkaitan
dengan taktik latihan termasuk didalamnya pilihan latihan dan metode latihan,
desain sesi latihan, dan microcycles. Beberapa pertanyaan berkaitan dengan
taktik latihan adalah
1.
Perubahan manakah yang harus
diinduksi pada tahap tertentu dalam latihan?
2.
Latihan manakah yang menginduksi
perubahan-perubahan yang dibutuhkan?
3.
Metode latihan manakah yang harus
digunakan?
4.
Bagaimana inductor-induktor dapat
dibentuk untuk sintesis protein structural dan enzim yang dibutuhkan untuk sesi
tersebut?
5. Berapa tahap harus
dilakukan dalam satu sesi latihan?
6. Berapakah beban yang
cukup (trainable) dari sebuah sesi latihan yang ditentukan?
7. Bagaimana pengaruh
sesi-sesi latihan diintegrasikan?
8. Bagaimanakah sesi
latihan dan waktu recovery antara sesi-sesi terkait?
Sudah dihipotesiskan bahwa
pilihan latihan menentukan protein struktural dan enzim yang akan disintesis
sebaliknya beban total sesi latihan menentukan aktivasi fungsi endokrin yang
implikasinya juga pada adaptasi sintensis protein. Total beban adalah jumlah
pengaruh-pengaruh dari semua latihan yang dilakukan selama sesi dan tergantung
pada intensitas latihan dan interval
istrahat diantara latihan-latihan. Total beban satu sesi latihan mungkin:
berlebih, sesuai kebutuhan, sebuah beban yang dipertahankan, sebuah beban restitusi
(pengganti) dan beban yang tidak berguna. Berdasarkan ketiga level beban tersebut
setidaknya 3 kelompok kriteria dibutuhkan untuk sebuah analisis detail pengaruh
sesi latihan, yaitu: (1) kriteria untuk beban latihan yang terberat, (2)
kriteria untuk efek perubahan (sesuai kebutuhan) dan (3) kriteria untuk beban
minimum yang akan menginduksi efek latihan utama.
Pengujian rasio antara laju
oksidasi radikal bebas dan aktivasi sistem antioksidan bertujuan untuk
menyediakan sebuah pendekatan namun ini merupakan sebuah indek yang sesuai yang
sangat berguna pada kondisi lapangan latihan olahraga untuk mengevaluasi stress
oksidatif. Dalam praktek latihan beban seringkali dalam borderline antara overtraining
dan training yang efektif. Kemajuan kapasitas performan didasarkan pada laju
yang dihasilkan dari organ-organ dan jaringan setelah overstrain. Dalam
kasus-kasus produksi cepat, overstrain tidak memerlukan remediasi. Meskipun
demikian efek-efek overstrain, berulangkali terjadi, dan terakumulasi dan menghasilkan
kerusakan yang serius. Kemungkinan
apakah untuk menguji fenomena laten ini dan laju regerasi? Tes yang paling baik
akan memberikan informasi tentang beban terbesar yang tidak dapat menyebabkan
overstrain.
Menilai Efek Trainable Sesi Latihan
Secara praktek yang terpenting
adalah mengetahui apakah sesi latihan menginduksi sebuah efek trainable yang
ditemukan dalam perubahan pada level selular. Perubahan pada level selular
berkaitan dengan sintesis struktur protein dan penambahan molekul enzim yang
mengkatalisis jalur-jalur metabolisme. Jadi asesmen efek trainable mungkin
ditemukan pada akumulasi intraselular dari metabolit-metabolit atau perubahan
hormonal selama dan sesudah sesi latihan yang menjamin kebutuhan adaptasi
sintesis protein.
Sejumlah problem yang timbul
berkaitan engan indeks, yang paling serius adalah komplikasi metodologi yaitu
kebutuhan mendapatkan cairan tubuh atau sampel jaringan untuk analisis dan
kebutuhan untuk metode biokimia yang komplikasi. Perubahan-perubahan metabolik
yang mengontrol even-even transkripsi dan translasi adalah intraselular.
Penggunaan metode biopsi untuk menentukan perubahan intraselular dan jaringan
dalam proses metabolik bukan sebuah pekerjaan yang sederhana.
Metabolit
Cara yang utama dalam mengecek
perubahan metabolik adalah melalui analisis darah dan urin sehingga evaluasi
perubahan-perubahan umum status metabolik dan akumulasi metabolik yang
menyebabkan keluarnya metabolik dari bagian intraselular. Namun masih
disesalkan karena belum dapat mengetahui apakah induktor-induktor metabolik
yang menyebabkan efek latihan utama termasuk berapa banyak akumulasi metabolit
yang seharusnya. Akibatnya, indeks-indeks metabolik masih dapat digunakan untuk
mendekteksi perubahan umum dalam status metabolik.
Selama latihan anaerobik yang
kuat, kenaikan laktat darah sangat menyolok sehingga tidak ada alasan untuk
meragukan nilai laktat untuk evaluasi yang bersifat semikuantitatif dari
kapasitas anaerobik. Meskipun demikian kita tidak tahu pasti berapa tinggi
level laktat yang dibutuhkan atau untuk berapa lama peningkatan level laktat
untuk dipertahankan untuk mencapai sebuah stimulus yang efektif untuk
meningkatkan kapasitas anaerobik. Pada isu-isu metode latihan, saran-saran
dapat ditemukan bahwa minimal dosis latihan yang menstimulasi peningkatan
kapasitas anaerobik adalah latihan yang menyebkan level laktat darah lebih
besar daripada 4 mmol/L. Untuk atlet berkualifikasi latihan yang dibutuhkan
minimal meningkatkan level laktat darah 11 mmol/L. Untuk atlet-atlet elit, laktat
darah meningkat mencapai 19 hingga 22 mmol/L yang minimal terjadi dalam
latihan. Dalam kasus ini, efek latihan meningkat dengan durasi periode selama
konsentrasi laktat pada level yang diindikasikan.
Satu hal yang diperdebatkan
apakah level-level laktat yang tinggi ini benar-benar diperlukan untuk
menstimulasi peningkatan kapasitas anaerobik. Ada 3 prinsip cara untum
meletakkan permintaan yang besar terhadap glikogenolisis anaerob, yaitu: (1)
ketika latihan intensif dilakukan level laktat yang tinggi mungkin menyebabkan
tapi hanya untuk waktu singkat, (2) ketika jumlah yang sama dari latihan
dilakukan dengan menggunakan metode interval, level laktat akhir mungkin sama
atau bahkan lebih tinggi daripada pada kasus pertama tapi waktu selama level
laktat meningkat berlangsung lebih lama, dan (3) Sebuah kemungkinan juga
terjadi bahwa latihan aerobik-anaerobik yang terus menerus, konsentrasi laktat
secara perlahan meningkat. Level laktat yang tinggi mungkin bertahan untuk
waktu yang lebih lama daripada pada kasus sebelumnya.
Investigasi biokimia gagal
menunjukkan sebuah aksi indiktor laktat terhadap sintesis protein. Jadi laktat
tampak untuk mengindikasikan hanya situasi dimana induktor-induktor yang
sebenarnya terbentuk untuk menstimulasi sintesis protein yang bertanggung jawab
untuk meningkatkan kapasitas anaerobik.
Sebuah kecenderungan yang
lebih luas digunakan urea darah untuk mengevaluasi beban sesi latihan dan
proses recovery. Peningkatan level urea darah mengindikasikan sebuah pengaruh
kuat dari sesi latihan dan menyarankan efek trainabe. Normalisasi level urea
darah digunakan sebagai sebuah indek waktu untuk melakukan sesi latihan
berikutnya. Namun hubungan antara perubahan urea darah akibat latihan dan
stimulasi sintesis protein adaptif belum ditetapkan.
Produksi urea ditekan
ketika latihan menginduksi level laktat tinggi. Jadi level urea menyediakan
informasi paling baik terhadap beban latihan ketika latihan aerobik kontinu
digunakan. Pada atlet-atlet enduran, perbedaan korelasi ditemukan antara level
urea sesudah latihan dan jumlah total yang ditimbulkan latihan.
Sebuah indeks
spesifik dari katabolisme protein
kontraktil otot adalah ekskresi 3-metilhistidin. Data diperoleh baik pada
manusia maupun tikus bahwa sesudah latihan, ekskresi 3-metilhistidin meningkat
secara perlahan. Untuk mendapatkan sebuah hubungan antara ekskresi
3-metilhistidin dan efek latihan, ekskresi 3-metilhisitidin telah diukur pada
pria muda selama sebuah periode latihan 8 minggu untuk meningkatkan power atau
strength.
Setidaknya ada 2 cara
yang ada untuk memahami hubungan antara efektivitas latihan dan ekskresi
3-metihistidin. Pertama, sebuah peningkatan ekskresi 3-metihistidin selama
recovery sesudah latihan diasumsikan untuk mengekspresikan suatu peningkatan
pergantian protein kontraktil. Peningkatan pergantian protein kontraktil
merupakan sebuah kondisi indispensable untuk pertumbuhan/perkembangan otot.
Jadi peningkatan ekskresi 3-metilhistidin berkaitan dengan kondisi keseluruhan
anabolisme protein otot. Di lain pihak, sebuah peningkatan produksi
3-metilhistidin mungkin mendeskripsikan
sebuah kondisi dimana metabolit-metabolit induktor untuk sintesis
protein myifobril terakumulasi.. Kedua, sebuah konsentrasi yang tinggi dari ekskresi
3-metilhistidin mungkin digunakan sebagai sebuah indeks efektivitas latihan
dalam menstimulasi hipertrophy otot.
Hormon
Berkaitan dengan
hormon, perhatian lebih pada perubahan level testosteron dan tyroksin +
triiodotironin yang terjadi pada sesi latihan untuk meningkatkan strength atau
endurans. Hormon-hormon tersebut menggunakan sebuah induktor kuat untuk
memperoleh sintesis intensif protein myofibril dan protein mitokondria.
Untuk sintesis protein
myofibril, faktor yang paling esensial adalah dinamika androgen selama periode
recovery. Karakteristik umum dinamika testosteron adalah levelnya yang rendah
selama beberapa jam sesudah latihan. Meskipun demikian, sebagian dari latihan
endurans ada kecenderungan peningkatan produksi testosteron setelah latihan
strength setelah berkurang selama 1 – 3 jam pertama. Pada manusia,peningkatan sintesis protein dalam
otot selama periode recovery sesudah latihan resistensi dan testosteron
berpengaruh terhadap sintesis protein otot . Ditemukan korelasi yang signifikan
antara konsentrasi testosteron atau rasio testosteron/cortisol dengan perubahan
strength dan power selama periode latihan hingga satu tahun. Meskipun level
testosteron rendah pada wanita, sebuah korelasi telah ditemukan antara level
testosteron serum dan sebuah perubahan force maksimal individual. Korelasi ini
mungkin ditemukan pada estradiol-dependen yang meningkat sensitivitasnya
terhadap efek anabolik testosteron tubuh wanita.
Setelah latihan endurans,
lokus utama peningkatan laju sintesis protein adalah mitokondria serat fast
oksidative glycolytic (FOG) dan slow oxidative (SO). Peningkatan level
triiodotyronin dan tiroksin bertepatan dengan peningkatan 3H-tyrosin pada semua tipe serat
otot pada tikus normal. Peningkatan yang paling menyolok adalah dari label
penyatuan ditemukan 24 jam setelah latihan. Pada tikus-tikus hipertiroid tidak
ada peningkatan ditemukan dalam label penyatuan selama 48 jam periode recovery
sesudah 30 menit berlari.
Sebuah efek stimulator
terhadap sintesis protein dihasilkan oleh insulin dan somatotropin. Hasil-hasl
ini secara bersama-sama menyarankan bahwa informasi tentang efek trainble
diperoleh melalui respon testosterin, hormon thyroid, hormon pertumbuhan (GH)
dan insulin selama dan sesudah sesi latihan. Jadi untuk monitoring latihan
tidak hanya respons-respons yang signifikan selama sesi latihan tapi juga
dinamikanya sesudah latihan. Meskipun
demikian, seringkali penentuan hormon seringkali mengganggu atlet karena
tusukan jarum vena berulangkali diperlukan untuk menentukan dinamika dan untuk
mendapatkan peningkatan level hormon.
Menilai Intensitas Sesi Latihan
Dalam prakteknya, beban sesi
latihan biasa dievaluasi dengan menggunakan 2 parameter, yaitu volume dan
intensitas. Volume latihan adalah sebuah karakteristik kuantitatif yang diukur dalam kilometer total jarak yang
ditempuh selama sesi, total berat latihan resistans, jumlah repetisi latihan,
waktu latihan total dan seterusnya. Intensitas sebuah beban adalah volume per
unit waktu yang dievaluasi melalui intensitas relatif latihan yang dilakukan
(dalam persentase VO2 maks, berat maksimal 1-repetisi, kecepatan).
Waktu adalah total waktu yang digunakan selama latihan dengan intensitas
tertentu. Setiap even olahraga memiliki karakteristiknya masing-masing untuk
volume dan intensitas beban.
Dari sejumlah artikel menunjukkan
bahwa assay laktat darah tidak selalu memberikan sebuah asesmen yang dependen
dari intensitas latihan atau kemampuan performan. Ada kemungkinan efek negatif
karena pengaruh diet atau kondisi lain. Asesmen intensitas sesi latihan melalui
level laktat tergantung pada (1) durasi interval relief antara bout latihan
dengan intensitas tinggi, (2) waktu interval antara latihan intensif terakhir
dan samping darah, dan (3) fakta bahwa pada latihan sprint short-term, respon
laktat tidak tinggi karena resintesis ATP disebabkan oleh pemecahan fosfokreatin.
Meskipun demikian dalam even bersepeda, penentuan laktat dengan metode ekspresi
cepat sangat berguna untuk mengontrol lari, renang, bersepeda atau intensitas
mendayung selama sesi latihan. Pendekatan ini sangat berakna jika intensitas
latihan diatur menurut ambang aaerobik (atau aerobik).
Latihan sprint adalah sangat
erat kaitannya dengan akumulasi amonia dalam darah. Penulis menyimpulkan bahwa
peningkatan amonia merupakan konsekuensi utama
intensitas latihan tapi bukan volume, sebaliknya respon laktat berkaitan
dengan intensitas dan volume.
Dalam latihan strength dan
power, total beban adalah jumlah produk jumlah repetisi dan berat setiap
latihan:
Volume beban = (jumlah
repetisi x berat rata2 lathan E1) + (jumlah repetisi x berat rata2 E2...
+ (jumlah repetisi x berat rata2 En).
Intensitas beban dihitung
dengan rumus berikut:
Volume
beban high-load exercise (90%-100%)
Intensitas beban =----------------------------------------------------------
Total beban
Jika
diperhatikan hasil-hasil studi dalam kajian ini tampak sering tidak bersesuaian
antara satu studi dengan hasil studi`lainnya. Ketidaksesuaian tersebut
berkaitan dengan aksi-aksi simultan dari beberapa factor. Respon hormonal
terhadap sebuah latihan resistans tergantung pada massa otot yang dilibatkan, intensitas beban,
jumlah istrahat antara seting latihan dan latihan, volume kerja dan level
latihan individu. Akibatnya, interplay simultan berbagai factor terjadi
komplikasi dalam penggunaan perubahan hormonal untuk menetapkan aksi salah satu
dari factor tersebut. Meskipun demikian
jika memperhatikan respons-respon hormonal sebagai bagian integral volume aksi,
intensitas dan regim latihan dan factor-faktor lain yang mungkin kita dapat
memahami pengaruh umum mereka terhadap system endokrin. Problemnya kita tidak pernah tahu tentang
penerimaan hormonal dalam serat-serat otot. Jadi harus diingat bahwa melalui
respons hormonal kita dapat membuat saran-saran tapi tidak mencapai dinamika
level hormon selama periode recovery. Informasi respon hormon penting untuk
memahami sintesis protein adatif tapi bukan aktualisasi pengaruh endokrin.
Training Microcycle
Sebuah unsur penting dari organisasi latihan adalah training microcycle
yang meliputi sejumlah terbatas hari untuk latihan dan istrahat untuk
mendapatkan suatu pengaruh yang cukup terhadap tubuh. Organisasi microcycle harus (1) merupakan
aksi dari sesi latihan berikutnya, (2) menentukan rasio antara waktu latihan
dan jam istrahat, (3) menjamin restitusi yang lengkap sebelum memulai
microcycle berikutnya.
Waktu aktualisasi sintesis protein adaptif (fungsi rekonstruksi periode
recovery) dan superkomposisi penyimpanan energi ditentukan oleh organisasi
microcycle latihan. Meskipun demikian latihan training menentukan spesifikasi
sintesis protein adaptif dan beban sesi latihan menjamin perubahan hormonal
untuk amplifikasi atau penguatan, latihan microcycle berpengaruh terhadap
protein turnover. Untuk tujuan tersebut, microcycles dapat dikategorisasi
menjadi: (1) Microcycle pengembangan yang menjamin hasil yang diinginkan, (2)
Microcycle terapan (aplikasi) mengatur tubuh atlet untuk dilatih pada awal
periode latihan atau untuk kondisi laithan baru (latihan dari indoor menuju
outdoor atau sebaliknya), (3) Microcycle kompetisi yang dilakukan pada hari
terakhir sebelum kompetisi dan hari kompetisi, dan (4) Microcycle restitusi
yaitu hari relief atau minggu sesaat setelah microcycle kompetisi atau sesudah
microcycle blow.
Secara prinsip, microcycle dengan beban akhir mungkin menghasilkan tiga
hasil yang berbeda, yaitu: (1) fatig yang umum selama hari terakhir latihan,
selama hari istrahat berikutnya, proses recoveri menjamin penggantian simpanan
energi dan fungsi dan sebuah stimulus moderat untuk timbulnya adaptasi
selanjutnya, (2) menyebabkan berkurangnya energi tubuh (drop) selama latihan
yang beresiko tercapai, situasi tersebut merupakan sebuah stimulus yang kuat
untuk proses adaptasi baik structural, metabolic dan peningkatan fungsional
mungkin tercapai untuk mengawali microcycle berikutnya, dan (3) menciptakan
situasi kebutuhan bahwa latihan beresiko mengembangkan, hari-hari restitusi
dibutuhkan untuk menghilangkan overstrain dan microcyle berikutnya dimulai dari
level kapasitas kerja yang berkurang. Pada kasus ketiga, microcycle restitusi
harus diikuti untuk menghindari overtraining. Dalam monitoring latihan, tugas
pokok adalah untuk membuat borderline antara latihan keras yang membahayakan
dan proses adaptasi dari stimulasi yang optimal.
Eksperimen dengan tikus menunjukkan bahwa respon kortisol terhadap
latihan dibuthkan untuk mendapatkan peningkatan kapasitas kerja. Respon
kortisol tersebut mengindikasikan aktivasi mekanisme adaptasi umum yang
diperlukan untuk transisi dari adaptasi akut menuju adaptasi kontinu yang
stabil.
Pada pemain bola basket level internasionan dan nasional ditemukan 4
varian respon dari eksresi 17-hidrokortikoid yang ditentukan pada hari pertama
dan keempat, yaitu: (1) aktivasi fungsi adrenokortikal hanya pada akhir
microcycle hari ke-4, (2) aktivasi pada hari pertama dan terakhir dari
microcycle, (3) Aktivasi pada hari pertama tapi supresi pada hari terakhir, dan
(4) supresi fungsi adrenokortikal selama microcycle. Hasil-hasil tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas adrenokortikal dikaitkan dengan efek
trainable dan penurunan aktivitas adrenokortikal selama microcycle menunjukkan
penggunaan terlalu banyak beban latihan (exhaustive training workloads).
Dinamika beragam dari urea darah selama microcycle yang berbeda
menunjukkan bahwa sumasi beban latihan atau ketidakcukupan waktu untuk recovery
menyebabkan peningkatan secara bertahap urea darah atau akan berhenti meningkat
setelah mencapai level yang tinggi.
Supresi keseluruhan dari sintesis protein otot skeletal tidak mencegah
sebuah peningkatan kapasitas kerja dan efek-efek latihan lainnya. Peningkatan
aktivitas enzim-enzim mitokondria mengindikasikan terjadinya sintesis protein
adaptif. Catatan bahwa setelah latihan endurans, focus utama pada peningkatan
sintesis protein, yaitu protein mitondria serat-serat merah. Fakta tersebut
mengarahkan kita kepada asumsi bahwa semua supresi sitensis protein mencegah
kompetisi antara sintesis berbagai protein untuk pembentukan material dan
membantu untuk konsentrasi sintesis protein adaptif pada kebanyakan peran protein. Microcycle
terakhir sebelum kompetisi harus menjamin replesi dan superkomposisi cadangan
energi.
Diagnosis Fatig
Evaluasi beban sesi latihan dan khususnya asesmen dari
microcycle latihan dikaitkan dengan diagnosis tingkat fatig. Sebuah indikasi
fatig adalah penurunan kapasitas kerja, terutama ketidakmampuan untuk
mempertahankan kualitas performan. Meskipun demikian untuk mengetahui lokasi
fatig, tes biokimia fatig mungkin sangat diperlukan. Signifikasi uji biokimia
fatig meningkat untuk mendeteksi fatig laten yang mendahului penurunan
performan yang sesunggunya.
1. Fatig
Fatig merepresentasikan sebuah problem yang komplikasi
yang sering dianggap sebagai sebuah kegagalan untuk mempertahankan force atau
output power yang diharapkan atau diperlukan. Fatig juga didefinisikan sebagai
ketidakmampuan proses fisiologi untuk melanjutkan fungsinya pada sebuah level
tertentu atau ketidakmampuan organisme secara total untuk mempertahankan
intensitas latihan yang sudah ditentukan dari awal. Definisi terakhir
mendefinisikan fatig dengan penekanan pada system fungsional dan organisme
keseluruhan. Manifestasi fatig berlokasi tidak hanya pada apparatus
neuromuscular tapi juga berkaitan dengan ketidakmampuan berbagai proses
fisiologi untuk melanjutkan fungsinya pada sebuah level tertentu. Sebuah
manifestasi spesifik fatig laten dalam even latihan endurans adalah kompensasi
dari output force yang menurun oleh sebuah peningkatan frekuensi movement untuk
mempertahankan kecepatan movement pada sebuah level yang konstan. Kompensasi
tersebut efektif hanya pada short term dan mungkin terkait dengan sebuah
penambahan intensifikasi produksi energi anaerobic. Jadi manifestasi fatig
mengekspresikan tidak hanya kegagalan tapi juga proses kompensasi dalam
apparatus neuromuscular dan dalam berbagai fungsi dan proses-proses metabolik.
Sebuah teori Catastrophe bahwa fatig mengindikasikan
pecahnya atau putusnya hubungan links dalam rantai perintah pada konstraksi
otot. Sedangkan teosi defense memiliki pandangan bahwa tubuh tidak pernah
menggunakan semua sumber dayanya, penggunaan kekuatan sumber daya diproteksi
oleh sebuah deeply barrier khusus yang terhubung dengan proses fatig, fatig
mendahului kelelahan sumber daya tubuh dam menghasilkan terminasi kerja
(latihan) sebelum kelelahan yang paling berat. Jadi fatig adalah untuk menghindari sebuah deplesi fatal sumber daya
dalam tubuh, organ dan sel. Telah
disarankan bahwa peran protektif fatig disertai oleh tiga tipe reaksi
pertahanan: (1) mempengaruhi rasa kelelahan, (2) putusnya sambungan langsung
aktivasi unit-unit motorik melalui hambatan protektif sel-sel syaraf atau
perubahan kmulatif serat-serat otot, dan (3) penghambatan mekanisme mobilisasi
sumber daya metabolisme. Jadi reaksi-reaksi defens adalah sebuah perubahan yang
terorganisasi secara pusat dalam fungsi regulasi berkaitan dengan penghambatan
mekanisme yang berperan untuk mobilisasi sumber-sumber daya sebuah organisme.
Penghambatan terpusat mobilisasi sumber-sumber daya
tubuh mungkin berkaitan dengan neuron serotonergic yang berlokasi di
hippocampus. Neuron-neuron tersebut dikenal menyebabkan hambatan sel-sel
hypotalamuc neurosecretory menghasilkan kortikoliberin yang mengakibatkan
aktivitas adrenokortikal tidak normal. Ketidaknormalan aktivitas adrenokortikal
membatasi aksi metabolic glukokortikoid selama latihan prolonged. Secara
bersamaan hal ini menurunkan sintesis epinefrin sehingga mengurangi
glikogenolisis dalam otot skeletal dan lipolisis dalam jaringan adipose.
Penghambatan sel-sel hipotalamuc neurosecretory berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter serotonin.
2. Menilai Fatig Dalam Monitoring Biokimia
Latihan
Dalam monitoring latihan yang terpenting adalah
mendeteksi reduksi kritis kapasitas performan dan cadangan energi untuk mengakhir
sebuah latihan microcycle. Maksudnya dalah asesmen fatig kritis, yaitu buruknya
kemugkinan untuk recovery lengkap selama 1 atau 2 hari istrahat pada akhir
microcycle. Rekoveri lengkap diasumsikan sebagai restorasi performans
latihan,menciptakan perubahan dalam struktur neuron pusat yang menjamin
kesiapan fisik untuk memulai microcycle berikutnya dengan beban trainable dan
penggantian sumber-sumber daya energi.
Dalam beberapa kasus, level performan pada akhir sesi
final sebuah microcycle menyediakan informasi yang penting tentang apakah fatig
sudah melewati level kritis. Jika observasi-observasi ditemukan pada
parameter-parameter tujuan pasti, mereka mengekspresikan manisfestasi fatig
berkaitan dengan even performan spesifik pada seorang atlet. Pada even power
kebanyakan sukses sebagai petunjuk latihan namun dalam game endurans cukup
terbatas. Metode biokimia lebih baik untuk mendiagnosa fatig kritis
dibandingkan dengan observasi performan.
Perubahan metabolic dikaitkan dengan peripheral atau
fatig pusat. Kebanyakan perubahan ini secara khusus dikaitkan dengan proses
fatig dalam jaringan link khusus apparatus neuromuscular. Kestabilan sebuah
parameter tidak mencegah kemungkinan perubahan kritis dalam struktur suatu
keadaan yang diekspresikan oleh parameter-parameter lain.
Problem lain adalah
komplikasi metode dibutuhkan untuk mendeteksi perubahan-perubahan.
Secara metodologi sebuah jalur yang lebih realistic atau kurang adalah penentuan
rasio triptofan / asam amino rantai bercabang. Pada cara ini
karakteristik-karakteristik tertentu mungkin untuk ditentukan dari sebuah kondisi yang memungkinkan terjadinya fatig
pusat. Untuk fatig peripheral, perhatian lebih pada fungsi pompa Na+
- K+ . Fungsi pompa tersebut secara kritis dikaitkan dengan
pergeseran air ke dalam sel dan penurunan eksitasi membrane postsinaptik.
Penentuan konsetrasi K+ dalam plasma adalah sebuah metode yang cocok
untuk asesmen fatig.
Selanjutnya, dalam beberapa kasus, informasi mungkin
merupakan kumpulan dari akumulasi urea, ammonia, laktat dan keratin kinase
dalam darah seperti halnya juga dalam hipoglikemia dan reduksi ekstrim pH
darah. Perubahan-perubahan metabolic mungkin terjadi tanpa disertai timbulnya
fatig. Jadi penggunaannya memerlukan sebuah perbandingan individual dan
perubahan diperoleh setelah sebuah beban even spesifik dengan perubahan
performan dan laju recovery. Perubahan ini dikaitkan dengan recovery lebih dari
2 hari dipandang sebagai indeks fatig kritis.
Jaringan link antara penurunan ekskresi kortikosteroid
(terutama glukokortikoid) dan fatig telah diketahui. Pengukuran kortikosteorid
darah dengan reaksi spefisifik agen pewarna untuk 17-hidroksisteroids atau
assay fluorometri didemosntrasikan bahwa setelah peningkatan awal level
kortikosteroid, penurunan di bawah nilai awal menyertai selama latihan
prolonged. Radio immunoassay menyediakan spesifik yang tinggi dan metode yang
valid untuk penentuan hormone darah, seperti penentuan level kortisol pada
finis sebuah lomba marathon.
Dalam sebuah studi efek fatig terhadap respon hormone,
sebuah tes latihan 10 menit pada 70% VO2 maks digunakan sebelum dan
sesudah sesi latihan 2 hari yang terdiri dari latihan aerobic kontinu. Hasil
studi tersebut menegaskan bahwa latihan yang menginduksi fatig mungkin mengubah
respon pituitary-adrenokortikal terhadap latihan. Fatig yang lebih kuat
memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menekan fungsi
pituitary-adrenokortikal. Dalam kasus ini, supresi mungkin juga untuk fungsi
somatotropik.
Monitoring Recovery
Beberapa tugas dapat dilakukan dengan bantuan monitoring
recovery, yaitu dengan penentuan interval istrahat optimal dalam sesi latihan
dan selama kompetisi. Selain itu mungkin berkaitan dengan desain latihan
microcycle. Dalam metode latihan interval, interval istrahat sangat singkat
untuk keseimbangan lengkap antara konsentrasi laktat dalam otot yang bekerja
dan darah. Jadi pengukuran laktat darah pada onset dan akhir interval istrahat
kurang bermakna. Meskipun demikian monitoring dinamika laktat selama sebuah
sesi latihan interval sangat bermakna.
Indeks yang paling popular adalah monitoring recovery
sesudah latihan adalah dinamika urea. Konsentrasi urea kebanyakan ditentukan
sesaat setelah sesi latihan dan pagi hari berikutnya. Level urea yang tinggi
pada pagi berikutnya mengindikasikan kebutuhan restitusi atau mempertahankan
beban tapi bukan sebuah beban trainable untuk sesi latihan berikutnya.
Tergantung pada desain microcycle, dinamika urea mungkin bervariasi. Metode
biopsy dibutuhkan untuk menjamin reliabilitas hasil.
Sebuah problem adalah menggunakan perubahan-perubahan
hormonal dalam memonitor recovery. Hormon-hormon mungkin menunjukkan perubahan
level untuk beberapa jam dan hari setelah latihan dengan beban berat, seperti
penurunan konsentrasi kortisol dan testosterone dalam 2 jam sesudah interval
anaerobic intensif. Testosteran terus menurun setidaknya selama 24 jam . Pada periode ini urea, asam urat dan kreatin
kinase terus meningkat levelnya. Jadi dapat disarankan bahwa perubahan hormonal
adalah penting untuk mengontrol proses recovery dan secara khusus untuk
mengontrol sintesis protein adaptif, namun biaya dan metode untuk sampling
darah yang berulangkali yang menjadi kendala. Kesulitan tersebut mungkin dapat
diatasi denganmemperhatikan hal-hal berikut: (1) untuk studi recovery cepat
insulin dan kortisol yang berkontribusi terhadap kontrol penggantian cadangan
karbohidrat, dan (2) untuk studi recovery-testosteron, kortisol, hormon tiroid,
GH dan insulin yang berkontribusi terhadap kontrol protein turnover dan
sintesis protein adaptif.
Summary
Asesmen suatu desain latihan
memerlukan evaluasi sesi latihan dan microcycle. Informasi yang sangat
dibutuhkan adalah yang disediakan oleh asesmen efek trainable, yaitu suatu efek
dari latihan yang cukup untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang diharapkan
terutama berkaitan denagn adaptasi sintesis protein. Induktor-induktor penting
dalam latihan adalah metabolit dan hormon. Oleh karena itu akumulasi metabolit
dalam sel memberikan efek induktor maka menilai metabolit cukup komplikatif.
Solusi yang mungkin adalah menilai efek katabolik dari sesi latihan, seperti
3-metilhistidin. Aliran metabolit yang lebih besar dari sel-sel menuju plasma
darah dan urin merupakan kemungkinan sebagai induktor spesifik yang
terakumulasi dalam sel.
Beberapa problem juga
ditemukan dalam menjamin bahwa kenaikan konsentrasi hormon langsung dikaitkan
dengan efek induktornya karena tergantung pada pencapaian reseptor-reseptor
hormon. Jadi respon hormon darah hanya memberikan suatu aproksimasi tentang
efek induktor aktual hormon. Keterbatasan lain adalah fakta bahwa lebih penting
perubahan hormon selama sesi latihan mungkin pola ketersediaan hormon untuk sel
selama periode recovery. Meskipun demikian, respon hormon yang lebih kuat
adalah yang paling mungkin bertindak sebagai induktor.
Asesmen beban latihan
dikaitkan dengan problem diagnostik biokimia tentang fatig. Dalam monitoring
latihan, perhatian lebih fokus pada akumulasi potasiom serum darah,
hipoglikemia, turunnya pH darah dan laju proses recovery.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar