TUGAS PAEDAGOGI
1. PENGERTIAN
PEDAGOGI
2. PENGERTIAN
PEDAGOGI OLAHRAGA
3. PERBEDAAN
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
4. PERBEDAAN
PENDIDIKAN FORMAL DAN NON-FORMAL
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG................................................................................................... 4
B. TUJUAN........................................................................................................................ 5
C. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 6
A. PENGERTIAN PEDAGOGI SECARA UMUM............................................................. 6
I.3 ARTI DALAM PEDAGOGI.................................................................................... 7
II.ETIMOLOGI………................................................................................................... 8
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG................................................................................................... 4
B. TUJUAN........................................................................................................................ 5
C. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 6
A. PENGERTIAN PEDAGOGI SECARA UMUM............................................................. 6
I.3 ARTI DALAM PEDAGOGI.................................................................................... 7
II.ETIMOLOGI………................................................................................................... 8
III.PADAGOGI Menurut Hewett
LL.D..................................................................... 8
B. PENGERTIAN PEDAGOGI OLAHRAGA................................................................... 8
I. PERSPEKTIF MENURUT SEJARAH...................................................................... 8
II. STRUKTUR ILMU OLAHRAGA…….................................................................. 9
III. LANDASAN FILOSOFI PEDAGOGI OLAHRAGA................................................... 9
IV. LINGKUP BATANG TUBUH PEDAGOGI OLAHRAGA……………………… 12
C. PERBEDAAN ANTARA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA........... 17
I. PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI..................................................................... 17
II. PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLHRAGA SECARA UMUM................................................................................................................................ 18
D.PERBEDAAN ANTARA PENDIDIKAN FORMAL DAN PENDIDIKAN NON-FORMAL……………………………………………………………………………….. 21
B. PENGERTIAN PEDAGOGI OLAHRAGA................................................................... 8
I. PERSPEKTIF MENURUT SEJARAH...................................................................... 8
II. STRUKTUR ILMU OLAHRAGA…….................................................................. 9
III. LANDASAN FILOSOFI PEDAGOGI OLAHRAGA................................................... 9
IV. LINGKUP BATANG TUBUH PEDAGOGI OLAHRAGA……………………… 12
C. PERBEDAAN ANTARA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA........... 17
I. PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI..................................................................... 17
II. PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLHRAGA SECARA UMUM................................................................................................................................ 18
D.PERBEDAAN ANTARA PENDIDIKAN FORMAL DAN PENDIDIKAN NON-FORMAL……………………………………………………………………………….. 21
BAB
III PENUTUP…………………………………………………………………….. 23
a) KESIMPULAN………………………………………………………………………. 23
b) SARAN………………………………………………………………………………. 23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 24
a) KESIMPULAN………………………………………………………………………. 23
b) SARAN………………………………………………………………………………. 23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 24
Kata
Pengantar
Syukur
alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah pedagogi ini dalam menjawab semua pertanyaan yang ada ini.
1. pengertian pedagogi
2. pengertian pedagogi olahraga
3. perbedaan pendidikan jasmani dan
olahraga
4. perbedaan pendidikan formal dan
non-formal
Isi
dari makalah ini berupa materi-materi tentang hubungan pedagogi dengan olahraga,
dimana disini akan membahas system otot yang digunakan dalam olahraga lempar
lembing
Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas pedagogi
dan sebagai sarana untuk mempermudah mahasiswa dalam memperoleh berbagai
informasi tentang mata kuliah tersebut.
Harapan
kami makalah ini dapat memberikan kontribusi penting dalam menyertai mahasiswa
menyongsong materi selanjutnya dengan lebih efektif sehingga memperoleh hasil
yang terbaik.
Kami
mengharap kritik dan saran membangun demi kesempurnaan makalah berikutnya.
Surabaya,02 Oktober 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mata kuliah pedagogi ini merupakan mata kuliah yang
mengajarkan hubungan olahraga da kehidupan masyarakat. Demikian pula untuk
mengikuti mata kuliah pedagogi Dasar terlebih dahulu harus memahami tentang
struktur, fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan kedepannya kita kelak. terutama
pada bahasan kali ini yaitu tentang pengertian pedagogi,pedagogi olahraga,perbedaan
pendidikan jasmani dan olahraga,beserta perbedaan pendidikan formal dan
nono-formal. Dalam mata kuliah pedagogi akan dipelajari tentang fungsi atau
cara kerja kehidupan olahraga atau orang yang basicnya olahraga dalam
menghadapi fenomena dalam kehidupan masyarakat.pengaruh itu dapat terjadi
secara spontan atau pun terencana. Membahas
Pengertian pedagogi dan pedagogi Olahraga, perubahan fisiologi yang bersifat
sementara maupun yang bersifat menetap sebagai hasil pelatihan berbagai
kegiatan olahraga, Pengertian pedagogi itu sendiri, Olahdaya attitute dan uptitute
serta tata hubungannya, Latihan Pendahuluan (”Pemanasan”), Analisis penampilan
olahraga mutu tinggi, proses penyaluran olahraga dam dunia mengajar, olahraga
dalam berbagai kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (adaptasi dan
aklimatisasi), pembelajaran gerak ketrampilan dan latihan ketrampilan;
Cara/alasan menata urutan latihan fisik dan latihan teknik dalam kaitannya
dengan masalah kelelahan dan efisiensi pemanfaatan waktu. Penerapan pedagogi
Olahraga. Keseluruhan materi tersebut harus dapat dikuasai oleh seoreang sarjana
olahraga, sehingga nantinya ia mampu menerapkan metode-metode latihan pada
seorang atlit yang dilatihnya.
2. Tujuan
Tujuan saya
membuat makalah ini agar saya dapat mengerti bagaimana kinerja kuliah pedagogi
terhadap olahraga, selain itu tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengajarkan hubungan olahraga dalam kehidupan masyarakat.
terutama pada bahasan kali ini yaitu tentang
pengertian pedagogi,pedagogi olahraga,perbedaan pendidikan jasmani dan
olahraga,beserta perbedaan pendidikan formal dan nono-formal. itu dapat terjadi
secara spontan atau pun terencana. Misalnya bagaimana otot pada jantung dan
otot tungkai yang melaksanakan fungsinya masing-masing pada waktu istirahat dan
pada waktu olahraga. Demikian juga bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi
pada saraf manusia bila seseorang melakukan olahraga, dan bagaimana proses
semua gerakan itu dapat dilakukan. serta agar kita bisa belajar secara
otodidak dan mencari sumber informasi tentang materi tersebut sehingga proses
pembelajaran lebih efektif dalam pemasukan ilmu dari yang diajarkan oleh
pengajar. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui
perubahan fungsi alat-alat tubuh manusia yang bersifat sementara maupun yang
bersifat menetap, baik saat istirahat maupun saat aktif bekerja atau
berolahraga. Di samping itu juga diharapkan memahami teori-teori dan
konsep-konsep Ilmu Faal Olahraga yang diperlukan untuk dapat menerapkannya
secara benar dan baik dalam tugasnya sebagai Ilmuwan Olahraga, Olahragawan,
guru atau sebagai pelatih olahraga prestasi, oleh karena melatih tiada lain
ialah meningkatkan kemampuan fungsional raga yang berarti menerapkan Ilmu Faal
Olahraga dalam proses pelatihan. Jadi perlu memahami dan menghayati secara
mendalam Ilmu Faal Olahraga, agar tidak terjadi kesalahan penerapan dalam
membina olahraga kesehatan maupun olahraga prestasi, karena derajat sehat
dinamis dan prestasi olahraga akan meningkat secara aman dan efisien setelah
melalui masa pelatihan yang FISIOLOGIS.
c) Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud pedagogi ?
2. Apa yang dimaksud dengan pedagogi olahraga?
3. Apa saja perbedaan antara pendidikan jasmani dan olahraga?
4. Apakah pebedaan antara pendidikan formal dengan pendidikan nono-formal?
1. Apakah yang dimaksud pedagogi ?
2. Apa yang dimaksud dengan pedagogi olahraga?
3. Apa saja perbedaan antara pendidikan jasmani dan olahraga?
4. Apakah pebedaan antara pendidikan formal dengan pendidikan nono-formal?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEDAGOGI
SECARA UMUM
APA ITU PEDAGOGI ?
Pedagogi yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Pedagogi berasal dari kata Yunani "dibayar," yang berarti anak plus "agogos," yang berarti memimpin. Oleh karena itu, pedagogi telah didefinisikan sebagai seni atau pengetahuan membimbing,memimpin atau mengajar anak.
Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa.
Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training / Teaching)
Menurut Hewett LL.D,
bahwa pedagogi lebih dari sekedar ilmu dan seni mengajar. Pedagogi berkenaan
dengan upaya membawa anak-anak dan memimpin mereka untuk mencapai suatu tujuan
yang ideal, di sini tujuan idealnya adalah kelaki-lakian dan keperempuanan yang
bermartabat. Tujuan pendidikannya idealistik. Realitas pendidikan, situasi
pendidikan, selalu berhubungan dengan tujuan-tujuan idealistik, baik yang
individual ataupun masyarakat/bangsa.
Pedagogi bertujuan agar anak di kemudian hari mampu memahami dan menjalani kehidupan dan kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup secara bermakna, dan dapat turut memuliakan kehidupan.
Dalam model pedagogi, guru memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana akan dipelajari, ketika akan dipelajari, dan jika materi telah dipelajari. Pedagogi, atau instruksi guru-diarahkan seperti yang umumnya dikenal, tempat siswa dalam peran tunduk membutuhkan ketaatan dengan instruksi guru. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik hanya perlu mengetahui apa guru mengajarkan mereka. Hasilnya adalah situasi pengajaran dan pembelajaran yang aktif mempromosikan ketergantungan pada instruktur (Knowles, 1984).
Pedagogi bertujuan agar anak di kemudian hari mampu memahami dan menjalani kehidupan dan kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup secara bermakna, dan dapat turut memuliakan kehidupan.
Dalam model pedagogi, guru memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana akan dipelajari, ketika akan dipelajari, dan jika materi telah dipelajari. Pedagogi, atau instruksi guru-diarahkan seperti yang umumnya dikenal, tempat siswa dalam peran tunduk membutuhkan ketaatan dengan instruksi guru. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik hanya perlu mengetahui apa guru mengajarkan mereka. Hasilnya adalah situasi pengajaran dan pembelajaran yang aktif mempromosikan ketergantungan pada instruktur (Knowles, 1984).
Pedagogi memiliki arti 3 hal
sebagai berikut :
1.INSTRUKSI
2.PENDIDIKAN: seni, ilmu pengetahuan, atau profesi mengajar, terutama: penelitian yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode dalam pendidikan formal
3.SEKOLAH: tempat instruksi
1.INSTRUKSI
2.PENDIDIKAN: seni, ilmu pengetahuan, atau profesi mengajar, terutama: penelitian yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode dalam pendidikan formal
3.SEKOLAH: tempat instruksi
Pedagogi
Seorang guru sedang mempraktikkan ilmu
dan seni dalam memotivasi peserta didik.
Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.[1]Pedagogi juga kadang-kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalamannya, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru. Salah satu contohnya adalah aliran pemikiran Sokrates.[2]
Etimologi
Kata "pedagogi" berasal
dari Bahasa Yunani kuno παιδαγωγέω
(paidagōgeō; dari παίς país:anak dan άγω ági: membimbing; secara literal berarti
"membimbing anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός
biasanya diterapkan pada budak yang mengawasi pendidikan anak tuannya. Termasuk
di dalamnya mengantarnya ke sekolah (διδασκαλείον)
atau tempat latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan
membawakan perbekalannya (seperti alat musiknya).[3]Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan,[4] sekarang digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Malcolm Knowles mengungkapkan istilah lain yang mirip dengan pedagogi yaitu andragogi, yang merujuk pada ilmu dan seni mendidik orang dewasa.
B.PENGERTIAN
PEDAGOGI OLAHRAGA
PEDAGOGI
OLAHRAGA
Pedagogi Olahraga (sport pedagogy)
adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang berpotensi untuk mengintegrasikan
subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk melandasi semua praktik dalam
bidang keolahragaan yang mengandun maksud dan tujuan untuk mendidik.
Kajian ruang lingkup sport pedagogy
istilah lazimnya dan disepakati di tingkat internasional memang tidak lepas
dari pemahaman kita terhadap eksistensi ilmu keolahragaan (sport science). Dari
perspektif sejarah, di Indonesia status dan pengakuan terhadap ilmu
keolahragaan masih tergolong masih muda baik ditinjau dari tradisi dan
paradiqma penelitian maupun produk riset yang dapat diandalkan untuk melandasi
tataran praktis.
Selanjutnya diuraikan tentang
pedagogi olahraga dari aspek perkembangannya, tetapi risalah ini lebih
diarahkan pada pengenalan batang tubuh pedagogi olahraga itu sendiri yang
dipahami sebagai medan penelitian, sekaligus pengembangan ilmu yang melandasi
semua upaya yang mengandung intensi yang bersifat mendidik. Itulah sebabnya,
pedagogi olahraga memiliki peluang pengembangan dan penerapannya, tidak hanya
dalam lingkup penyelenggaraan Penjas dan OR di sekolah atau lembaga formal,
tetapi juga diluar persekolahan seperti perkumpulan olahraga, terutama
klub-klub pembinaan olahraga usia dini.
Kukuhnya landasan ilmiah bagi
landasan bagi segenap upaya kependidikan dalam olahraga menuntun kearah
efisiensi proses dan efektivitas pencapaian tujuan yang diharapkan. Hanya
dengan landasan ilmiah yang kukuh baru akan terjamin prinsip akuntabilitas
dalam pendidikan jasmani dan olahraga, dan atas dasar itu pula para pendidik di
bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya pembinaannya secara terbuka
kemasyarakat.
Perspektif Sejarah.
Kerangkan ilmu keolahragaan itu sendiri di Indonesia, secara gamblang, mulai dikenal sejak thn 1975 tatkala adanya lokakarya internasional sport science. Hasilnya berdampak kuat terhadap pengembangan STO di Indonesia meskipun kala itu muatannya sesak dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa sub disiplin ilmu keolahragaan (misalnya biomekanik, filsafat olahraga, fisiologi olahraga, dalam nuansa sendiri-sendiri) mulai dikembangkan yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan. (misalnya psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu social lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology) yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.
Kerangkan ilmu keolahragaan itu sendiri di Indonesia, secara gamblang, mulai dikenal sejak thn 1975 tatkala adanya lokakarya internasional sport science. Hasilnya berdampak kuat terhadap pengembangan STO di Indonesia meskipun kala itu muatannya sesak dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa sub disiplin ilmu keolahragaan (misalnya biomekanik, filsafat olahraga, fisiologi olahraga, dalam nuansa sendiri-sendiri) mulai dikembangkan yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan. (misalnya psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu social lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology) yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.
Struktur Ilmu Keolahragaan
Kerangka dasar ilmu keolahragaan yang disusun berdasarkan kemajuan yang dianggap cukup mapan, seperti yang dipaparkan Prof. Haag di Jerman sejak th 1979, sangat membantu kita untuk menelaah kedudukan sport pedagogy, sebagai salah satu diantaranya, sebagai isi dari ilmu keolahragaan.
Ada 7 (tujuh) bidang teori yang
mendukung, yakni (1) sport medicine, (2) sport beomechanic, (3) sport
psychology, (4) sport sociology, (5) sport pedagogy, (6) sport history dan (7)
sport philosophy. Masing-masing bidang memiliki medan penelitian yang spesifik pula. Urutan
ketujuh bidang teori tersebut dipaparkan dalam pengelompokkan yang dianggap
logis. Sport medicine dan sport biomechanic olahraga termasuk kedalam kelompok
ilmu pengetahuan alam, sementara sport psychology, sport sosiology dan sport
pedagogy tergolong kedalam rumpun ilmu pengetahuan sosial dan behavioral. Sport history dan sport philosophy
termasuk kedalam kelompok hermeneutical-normative science. Paparan tersebut
juga menunjukkan bahwa “ibu” ilmu pengetahuan yang menjadi landasan
pengembangan ilmu keolahragaan ialah medicine, biology/fisika, psikologi,
sosiologi, sejarah dan filsafat.
Sementara itu juga telah
dikelompokkan bidang teori yang lebih spesifik yang menjadi jati diri ilmu
keolahragaan, bertitik tolak dari wilayah spesifik yang meliputi faktor : (1)
gerak (movement), (2) bermain ( play ) (3) pelatihan (training) dan (4)
pengajaran dalam (5) olahraga (sport instruction) . dari kelima wilayah
spesifik ini lahirlah 5 (lima) dimensi dari perspektif ilmu dan teori yakni
movement science dan movement theory ; play science dan play theory ; training
science dan training theory ; dan instruction science of sport dan instruction
theory of sport.
Dengan demikian semakin jelas gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan ilmu keolahragaan ke arah spesialisasi dan pragmentasi.
Dengan demikian semakin jelas gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan ilmu keolahragaan ke arah spesialisasi dan pragmentasi.
Landasan Filosofis Pedagogy Olahraga
Pandangan dualisme Decartes yang
memahami dikhotomi jiwa dan badan berpengaruh terhadap profesi di bidang
keolahragaan, yakni raga dipandang semata-mata sebagai sebuah objek, yang
diungkapkan dalam perumpamaan yang lazim dikenal ” the body instrument” ” the
body-machine” atau ” the body-computer”. Sebagai akibatnya maka sedemikian
menonjol pandangan yang mengutamakan aspek raga sehingga fisiologi dan anatomi
menduduki posisi yang amat kuat dalam penyiapan tenaga guru pendidikan jasmani,
dan pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah subjek yang penting bagi
pembinaan fisik yang dipandang sebagai mesin.
Selanjutnya, konsep yang dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang ” the body-subjek “ dapat dipandang sebagai sebuah perubahan radikal pemikiran dualisme Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif sedemikian rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Idea tentang the body subject mengaskan kesatuan antara jiwa dan badan.
Pendidikan jasmani dan Pedagogi Olahraga.
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Selanjutnya, konsep yang dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang ” the body-subjek “ dapat dipandang sebagai sebuah perubahan radikal pemikiran dualisme Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif sedemikian rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Idea tentang the body subject mengaskan kesatuan antara jiwa dan badan.
Pendidikan jasmani dan Pedagogi Olahraga.
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Seperti dikemukakan oleh para ahli
lainnya (Pierson, Cheffers, dan Barette 1994; dalam Naul, 1994) pedagogi
olahraga merupakan sebuah disiplin yang terpadu dalam struktur ilmu
keolahragaan. Paradiqma ini telah diadopsi di Indonesia dalam pengembangan
pedagogi olahraga di FIK/FPOK/JPOK dengan kedudukan bahwa pedagogi olahraga
dianggap sebagai ”induk” yang berpotensi untuk memadukan konsep / teori terkait
dan relevan dari beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya terutama dalam
konteks pembinaan dalam arti luas dan paradiqma interdisiplin (Matveyev, dalam
Rusli lutan, 1988). Pandangan ini tak berbeda dengan tradisi di Jerman yang
menempatkan pedagogi olahraga dalam kedudukan sentral dan struktural ilmu
keolahragaan (Wasmund, 1973).
Dalam model yang dikembangkan di
Universitas Olahraga Moskow, pedagogi olahraga ditempatkan sebagai ”pusat” yang
berpotensi untuk memadukan beberapa subdisiplin ilmu dalam taksonomi ilmu keolahragaan,
sementara para ahli meletakkan sport medicine yang mencakup aspek keselamatan
(safety) dan kesehatan sebagai landasan bagi pedagogi olahraga (Rusli Lutan,
1988; dalam laporan hasil The Second Asia-pasicic Congress Of Sport and
Physical Education University President).
Widmer (1972) menjelaskan objek
formal pedagogy olahraga yaitu ”fenomena olahraga fenomena pendidikan, tatkala
manusia dirangsang agar mampu berolahraga.
Bagi Grupe & Kruger (1994),
pedagogy olahraga mencakup 2 (dua) hal utama : (1) tindakan pendidikan praktis
dalam bermain dan olahraga, dan karena itu ada landasan teoritis bagi kegiatan
olahraga yang mengandung maksud mendidik tersebut, (2) praktik yang dimaksud
berbeda dengan praktik dan konsep lama dalam pendidikan jasmani yang mengutamakan
latihan gaya meliter dan drill di beberapa negara, khususnya di Jerman; praktik
baru itu disertai konsep teoritis pendidikan jasmani, kontrol terhadap badan,
disiplin, yang menyatu dengan gerak fisik, ability, dan keterampilan di bawah
pengendalian jiwa dan kemauan.
Di Indonesia, baik dalam pengertian
paradiqma pengembangan keilmuannya, maupun substansinya, pedagogi olahraga ini
baru merupakan sebuah ”embrio” dalam taksonomi ilmu keolahragaan dalam
international Workshop on Sport Science. 1975 di bandung yang diikuti pimpinan
dan dosen dari STO se-Indonesia dengan nara sumber ahli dari jerman Barat
(Prof. Haag, Prof. Nowacki, Dr. Jansen dan Bodo Schmidt). Indonesia tenggelam
dalam pencarian struktur ilmu keolahragaan, asyik dengan tema-tema diskusi
olahraga kompetitif, disekitar feri-feri ilmu kepelatihan dan sport medicine.
Sejak tahun 1980-an perubahan memang banyak terjadi di tingkat international, terutama di AS utara, yaitu para ilmuan bidang keolahragaan, mulai memperkenalkan ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan mereka mulai menengok ke perspektif sejarah sistem pendidikan jasmani dan kurikulum penididikan jasmani mereka sendiri. (Siedentop, 1990). Di antara alasan yang dikemukakan Siedentop ialah dampak krisis ekonomi yang menyebabkan penyerapan lulusan program pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah) sehingga melalui pengembangan pedagogi olahraga akan terbuka spektrum layanan jasa profesional di luar sekolah dan menyerap tenaga kerja.
Sejak tahun 1980-an perubahan memang banyak terjadi di tingkat international, terutama di AS utara, yaitu para ilmuan bidang keolahragaan, mulai memperkenalkan ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan mereka mulai menengok ke perspektif sejarah sistem pendidikan jasmani dan kurikulum penididikan jasmani mereka sendiri. (Siedentop, 1990). Di antara alasan yang dikemukakan Siedentop ialah dampak krisis ekonomi yang menyebabkan penyerapan lulusan program pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah) sehingga melalui pengembangan pedagogi olahraga akan terbuka spektrum layanan jasa profesional di luar sekolah dan menyerap tenaga kerja.
Pedagogi olahraga bukanlah merupakan
perluasan istilah pendidikan jasmani. Perkembangan pedagogi olahraga dalam
paradiqma interdisiplin-integratif didorong oleh kebutuhan secara akademik,
yakni dari aspek metodologi, sebab pendekatan hermenetik dalam pendidikan
jasmani sudah tidak lagi memadai untuk mampu mengembangkan segi keilmuannya.
Banyak ilmuan Internssional sepaham bahwa istilah pedagogi olahraga berasal
dari jerman, tatkala latar belakang filsafat / hermenetik dari ”teori
pendidikan jasmani” mengalami kemunduran pada akhir tahun 1960-an, sehingga
diganti dengan istilah pedagogi olahraga (Grupe, 1969; dalam Naul, 1994).
Namun informasi lainnya (misalnya
Naul, 1994) menyebutkan bahwa istilah pedagogi olahraga itu tidak saja
sepenuhnya berasal dari jerman yang muncul pada tahun 1960-an, karena Pierre de
Coubertin menulis buku Pedagogi Sportive pada tahun 1922. Gerakan Olimpiade
sejak tahun 1898 hingga perang dunia I, seperti juga buah pikiran yang tertuang
dalam beberapa naskah dan artikel yang ditulis de Courbertin (Perancis), Gebbardt
dan Diem (Jerman), dan Kemeny serta Guth-Jarkowsky (Austria-Honggaria) sempat
diabaikan oleh para pedagogi olahraga. Tulosan mereka tentang pendidikan
olahraga menonjolkan pengembangan moral, kemauan untuk berolahraga, dan
semangat olimpiade, dan pokok pikiran itu sungguh sangat relevan dengan konsep
dalam pdagogi olahraga. Para tokoh peletak dasar pedagogi olahraga ini
berpikiran sama dengan para pendidik lainnya tentang hakikat dan gerakan
pengembangan ” body and mind ” di Amerika Serikat dan Jerman.
Di berbagai negara, pendidikan
jasmani dibentuk kembali setelah tahun 1900, khususnya tahun 1920-an .
Perkembangan ini didukung kuat oleh Dokter olahraga yang dikenal di tingkat
Internasional yaitu Sargent (1906) di AS, dan Schmidt (1912) di Jerman. Kedua tokoh
ini menganjurkan tipe latihan senam dan metode pengajaran yang tekanannya pada
pembentukan (forming) fisik. Metode alamiah menjadi populer di Denmark dan
Swedia yang dipromosi oleh Torngren (1914), Knudsen (1915) dan Bukh (1923)
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.
Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti dikembangkan di Erofa lebih menunjuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan untuk yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan kearah penyempitan makna semata-mata menelaah proses pengajaran belaka, seperti yang dikatakan ”sport pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target group are individual with low level of performance,” atau ”sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and learning porpuseful human movement”. Dalam ungkapan yang lebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “ the science …which is concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz).
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.
Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti dikembangkan di Erofa lebih menunjuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan untuk yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan kearah penyempitan makna semata-mata menelaah proses pengajaran belaka, seperti yang dikatakan ”sport pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target group are individual with low level of performance,” atau ”sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and learning porpuseful human movement”. Dalam ungkapan yang lebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “ the science …which is concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz).
Definisi ini sangat banyak mebantu
kita untuk memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga banyak berurusan dengan
segenap upaya yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi dalam rangka proses
pembudayaan, khususnya transformasi nilai-nilai inti, yang memang, jika disimak
secar cermat, bahwa olahraga itu sanat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam
pembekalan kecakapan hidup.
Tidak dipungkiri bahwa seluruh lakon
gerak insani yang sadar dan bertujuan dalam konteks olahraga itu melibatkan
sebuah mekanisme kerja system persyarafan dalam sebuah koordinasi yang luar
biasa cepatnya, mekanisme persepsi dan aksi yang sinkron dibuahkan dalam bentuk
pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan masalah yang jitu selain kreativitas,
seperti tampak dalam peragaan para atlit tinggi (misalnya tampak dalam peragaan
professional bola basket dan sepakbola). Unsur estetika melekat kuat di
dalamnya dalam wujud irama tampilan yang anggun dan selaras untuk berekpresi
(lihat misalnya dalam tampilan atlit figure skating). Pengembangan potensi
sekaligus pembentukan jelas-jelas terjadi melalui semua adegan yang bersifat
mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa pendidikan jasmani dan
olahraga berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan yang bersifat
menyeluruh sangat dapat dipertanggung jawabkan.
Bahwa proses ajar merupakan bagian
dan keterjadian pendidikan jasmani dan olahraga harus diakui, dan perubahan
laku dimaksud memang terjadi melalui proses itu. Itulah sebabnya pada tataran
praktis disyaratkan bahwa harus selalu terjadi proses transaksi antara guru dan
murid, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni apa sesungguhnya substansi yang
disampaikan oleh guru kepada murid, dan karena itu PENGETAHUAN apa yang
terkandung dalam substansi yang disampaikan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan. Kretik keras dari masyarakat dan orang tua siswa terhadap
profesi pendidikan jasmani dan olahraga ialah bahwa hanya sedikit terjadi dan
bahkan ada tuduhan sama sekali tidak berlangsung proses ajar.
Lingkup Batang Tubuh Pedagogi
Olahraga
Beberapa definisi tentang pedagogi
olahraga, seperti dikembangkan di Eropa lebih merujuk kepada segenap upaya yang
mengandung maksud dan tujuan yang bersifat mendidik, meskipun ada kecenderungan
ke arah penyempitan makna semata mata menelaah proses pengajaran belaka,
seperti misalnya dikatakan “sport pedagogy deal teaching rind learning of
all age group … target group are individual with low level of performance,”
atau ” sport pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching
and learning purposeful human movement. Dalam ungkapan yang Iebih umum dan
luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah ” the science … which is
concerned with the relationship between sport and education (misalnya dalam
tulisan Grupe dari Kurz).
Definisi ini sangat membantu untuk
memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga banyak berurusan dengan segenap upaya
yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi dalam rangka proses pembudayaan,
khususnya transformasi, nilai‑nilai inti yang memang, jika disimak secara
cermat, bahwa olahraga itu sangat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam
pembekalan kecakapan hidup. Tidak berlebihan, seperti telah disinggung pada
awal naskah ini, bila mantan Sekjen PBB Kofi Anan sendiri menyebut olahraga itu
sebagai “school of life” karena di dalamnya serba ada, sebuah gubahan kehidupan
kemasyarakatan pada tingkat mikro. Misalnya, betapa kegiatan olahraga itu
melibatkan dan sekaligus menggerakkan emosi dalam lakon hubungan antar orang,
yang karenanya menjadi sebuah realita yakni manakala olahraga yang dibina
dengan baik kegiatan itu akan menjadi sebuah adegan pergaulan yang efektif
untuk membina pengendalian emosi atau memupuk kecerdasan emosional, bila kita
meminjam konsep emotional intelligence yang dipopulerkan oleh Goleman
akhir‑akhir ini.
Tidak dipungkiri bahwa seluruh lakon
gerak insani yang sadar dan bertujuan dalam konteks olahraga itu melibatkan
sebuah mekanisme kerja sistem persarafan dalam sebuah koordinasi yang luar
biasa cepat dan rapih, mekanisme persepsi dan aksi yang sinkron yang dibuahkan
dalam bentuk pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan masalah yang jitu selain
kreativitas, seperti tampak dalarn peragaan para atlet tingkat tinggi (misalnya
tampak dalam peragaan pemain profesional bola basket dan sepakbola). Unsur
estetika melekat kuat di dalamnya dalam ujud irama dan tampilan yang anggun dan
selaras untuk berekspresi (lihat misalnya dalam tampilan atlet figure skating).
Pengembangan potensi sekaligus pembentukan jelas‑jelas terjadi melalui semua
adegan yang bersifat mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa
pendidikan jasmani dan olahraga berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan
yang bersifat menyeluruh sangat dapat dipertanggung jawabkan.
Bahwa proses ajar merupakan bagian
dari keterjadian pendidikan jasmani dan olahraga, harus diakui, dan perubahan
]aku yang dimaksud memang terjadi melalui proses itu. Itulah sebabnya pada
tataran praktis disyaratkan harus selalu terjadi proses transaksi antara guru
dan peserta didik, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni apa sesungguhnya
substansi yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik, dan karena itu, pengetahuan
apa yang terkandung dalam substansi yang disampaikan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan, Kritik keras masyarakat, terutama orang tua terhadap
profesi pendidikan jasmani dan olahraga ialah bahwa hanya sedikit terjadi dan
bahkan ada tuduhan sama sekaligus tidak berlangsung proses ajar. Telah terjadi
proses pengerdilan tujuan pendidikan itu sendiri yang lebih bernuansa
fisik‑keterampilan, dan itupun hanya tercapai sedikit sekali.
Komplikasi yang terjadi
benar‑benar pada tataran praktis, bukan teoretis yang berakibat fatal bagi
turunnya wibawa para pemangku profesi itu. Sungguh tidak terelakkan bahwa
kesenjangan antara harapan dan kenyataan memang telah terjadi dalam pencapaian
tujuan pendidikan jasmani dan olahraga yang terkait dengan kelemahan dalam hal
kejelasan landasan keilmuannya dan keterhubungan antara aspek teoretis dan
praktis.
Untuk mengenal lingkup pengembangan
batang tubuh pedagogi olahraga Pokok pikiran Lee Shulman (1987) tentang tujuh
kategori pengetahuan, sangat membantu untuk menjawab persoalan, apa landasan
keilmuan utama pendidikan jasmani dan olahraga. Di Amerika sendiri, seperti
laporan Christensen, bahwa dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani
dari olahraga ( 1996), ketujuh kategori ini digunakan sebagai sumber yang
paling sering dipakai NCATE (National Council on Accreditation for Teacher
Education) dalam melaksanakan akreditasi guru pendidikan jasmani. Kupasan singkat
tentang wilayah kajian pedagogi olahraga ini juga pernah dipaparkan dalam
ceramah Schempp (1993) yang berjudul The Nature of Knowledge in Sport
Pedagogy.
Ketujuh kategori pengetahuan
tersebut di atas sebagai berikut:
- Content knowledge
- General pedagogical knowledge
- Pedagogical content knowledge
- Curriculum knowledge
- Knowledge of educational
context
- Knowledge of learners and their
characteristics
- Knowledge of educational goals
Ketujuh kategori pengetahuan yang
melandasi sekaligus mendukung proses belajar mengajar pendidikan jasmani dari
olahraga itu pada dasarnya dapat dipakai sebagai rujukan bagi pengembangan
batang tubuh pedagogi olahraga. Ketujuh pengetahuan yang bersifat umum itu
menunjukkan potensi pedagogi olahraga untuk mengintegrasikan pengetahuan dari
subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya yang menjadi landasan teoretis
penyelenggaraan pendidikan dalam konteks pendidikan jasmani dan olahraga pada
umumnya. Menjadi lebih unik pengetahuan yang dimaksud karena ada tiga kategori
pengetahuan yang mesti dikuasi oleh guru pendidikan jasmani. Kategori pertama,
pengetahuan teoretis konseptual, kategori kedua pengetahuan tentang prosedur
penerapan, dan kategori ketiga, penerapan pengetahuan yang bersifat
situasional.
General pedagogical
knowledge
Pengetahuan ini
mencoba untuk menyingkap kaitan antara perilaku guru dan hasil belajar pada
siswa. Cakupannya, meliputi:
- kemampuan umum dalam mengelola dan
merencanakan unit pengajaran;
- pengelolaan dan pengorganisasian
kelas;
- metode/teknik pengajaran; dan
- evaluasi persepsi penentuan
(grading) nilai siswa.
Penelitian dalam
kategori ini berkisar pada tema jurnlah waktu aktif belajar (Active Learning
Time), pembuatan keputusan, efektivitas pengajaran dan manajemen kelas.
Pedagogical
content knowledge
Pengetahuan ini berkenaan
dengan bagaimana mengajar sebuah subjek atau topic bagi sekelompok peserta
didik dalam konteks yang spesifik. Pengetahuan ini juga terkait dengan:
- tujuan pengajaran sebuah subjek
pada tingkat kelas yang berbeda;
- konsepsi dan miskonsepsi siswa
mengenai suatu subjek;
- material kurikulum suatu subjek;
- strategi pengajaran bagi sebuah
topik.
Curriculum
knowledge
Pada skala makro.
pengetahuan ini berkaitan dengan tipe kurikulum dalam pendidikan Pengetahuan
ini berkenaan dengan isi dari program yang berorientasi pada prinsip
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik jasmani, suatu bidang yang paling
terbengkalai pengembangannya di Indonesia baik secara teoretis maupun praktis.
Diskusi dari
pengembangan model kurikulum pendidikan jasmani di Indonesia masih sangat
banyak memerlukan dukungan fakta empirik di lapangan. Karena itu perbincangan
tentang kurikulum, yang kedudukannya amat strategis untuk pencapaian tujuan
pendidikan membutuhkan banyak penelitian. Hanya sedikit pikiran kritis misalnya
untuk mengkaji ulang implementasi model kurikulum pendidikan jasmani yang
berorientasi pada “pelestarian kultur olahraga” dalam nuansa “sporting based
approach” yang banyak dipengaruhi oleh para pendukung pengembangan olahraga
elit‑kompetitif.
Dalam bentuk serpihan
program tidak terstruktur program yang berbasis pada upaya peningkatan
kebugaran jasmani di sana sini tampak diterapkan dengan munculnya aneka Senam
Kebugaran Jasmani (SKJ) yang dalam banyak hal menyulitkan para guru dan siswa
akibat struktur gerak atau tugas geraknya, sedemikian formal, tanpa dukungan
riset untuk kemudian diadakan perubahan. Model kurikulum berbasis pengetahuan
biologis ini yang dikenal dalam istilah ‘gerak badan” atau “taiso” semasa
pendudukan Jepang, pernah diterapkan di Indonesia. Model pendidikan gerak yang
sering dijumpai pada program SD, seperti saya lihat di Australia, masih jarang
dikembangkan di Indonesia.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum pendidikan jasmani di Indonesia
merupakan wilayah pengembangan pengetahuan yang memerlukan prioritas, karena
berpangkal dari model kurikulum itulah kemudian banyak muncul persoalan dalam
penerapannya.
Knowledge
of educational contexts
Semua program
pendidikan jasmani berlangsung dalam konteks yang beragam. yakni yang dapat mempermulus
atau iebalikiiya menghambat pelaksanaan pengajaran. Yang dimaksud dengan
konteks atau tata latar adalah keseluruhan faktor yang mempengaruhi apa dan
bagaimana isi diadakan dan dipelajari dalam sebuah program. Dalam lingkup yang
lebih luas kita dapat mengamati betapa besar variasi dari perbedaan lingkungan
lembaga pendidikan antara sekolah di perkotaan, pedesaan, atau yang terdapat di
pesisir dan di daerah belantara, daerah‑daerah terpencil. Kebanyakan
lingkungan semacam itu relatif stabil, tetap, dan arena itu hanya sedikit
kemampuan guru untuk mengubahnya. Hal terbaik yang dapat dilakukannya ialah ia
mesti dapat membiasakan diri menghadapi lingkungannya dan  an
mampu memanfaatkan secara maksimal semua  potensi untuk mendukung
pengajaran. Ini berarti bahwa faktor lingkungan ini tidak dengan sendirinya
menjadi penghambat, dan bahkan program pendidikan jasmani itu berlangsung dalam
konteks yang memungkinkan para guru untuk memperoleh pilihan yang banyak bagi
pengajarannya.
Penjelasan ini
mengingatkan guru pendidikan jasmani saya pada tahun 1962, yang memanfaatkan
sebatang pohon karet di halaman sekolah, ketika kami menempuh pendidikan di SGA
Kuala Kapuas. Salah satu tugas ajar yang tidak dapat saya lupakan ialah
“memanjat pohon karet itu,” sebuah tugas yang memerlukan ketangkasan, kekuatan.
dan bahkan keberanian.
Contoh pengalaman ini
membenarkan pernyataan bahwa setiap sekolah memiliki karakteristik yang unik
yang dapat memberikan peluang dan tantangan bagi guru pendidikan jasmani. Guru
perlu memahaminya karena konteks situasi pengajaran mempengaruhi bagaimana guru
mengembangkan, apa keterampilan yang mereka perlu kuasai, bagaimana pikiran
mereka tentang keterampilan tersebut, dan apa yang mereka pikirkan tentang
tujuan bagi program pendidikan jasmaninya.
Pengetahuan ini
berkenaan dengan dampak lingkungan terhadap pengajaran, yang meliputi faktor
lingkungan fisikal dan sosial di dalam dan di sekitar kelas, termasuk
pengetahuan tentang kegiatan kerja dalam kelompok atau kelas, pembiayaan
pendidikan, karakteristik masyarakat dan budaya. Dalam paparannya sebagai
pemakalah kunci pada konferensi internasional AISEP di Lisbon baru‑baru ini,
Richard Tinning dari Queensland University mengangkat proposisinya tentang
kelangsungan pendidikan jasmani dan olahraga yang berorientasi pada keragaman
budaya dan ia mengeritik pandangan yang memahami pendidikan jasmani dan
olahraga sebagai fenomena universal. Lebih rinci lagi, seperti dalam tulisan
Metzler (2000), faktor konteks ini dipaparkan dalam lima faktor utama: (1)
lokasi sekolah, (2) demografis siswa, (3) administrasi. (4) staf pelaksana
pendidikan jasmani, dan (5) sumber‑sumber belajar.
Faktor lokasi
meliputi lingkungan perkotaan, pedesaan, dan pinggiran kota. Yang berpotensi
untuk mempengaruhi pengajaran seperti luas sempitnya pekarangan atau lapangan
yang tersedia, keterjangkauan sekolah yang terkait dengan transportasi, dan
faktor keamanan. Termasuk faktor yang lebih pelik ialah keadaan iklim, seperti
sekolah-sekolah di bagian Indonesia Timur yang banyak diterpa oleh sinar terik
matahari sehingga keadaan ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
pengajaran di daerah terbuka. Itulah sebabnya, seperti sekolah‑sekolah di
kota Brisbane, negara bagian Queensland, Australia, para siswanya diharuskan
memakai topi ketika mengikuti pendidikan jasmani untuk mengurangi sengatan
sinar matahari selain mesti membawa minuman untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh.
Knowledge
of learners and their characteristics
Pengetahuan ini
berkenaan dengan proses ajar manusia dan penerapannya dalam pengajaran
pendidikan jasmani dan olahraga. Terliput di dalamnya pemahaman tentang
karakteristik siswa yang amat beragam dari aspek kognitif. emosi, sosial, dan
faktor sejarah dan budaya. Pemahaman tentang peserta didik berkenaan dengan
pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan, learning capacity, perbedaan
bahasa, dan kondisi psikososial yang mempengaruhi sikap dan aspirasi siswa
dalam belajar.
Banyak uraian kita
jumpai tentang prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) dalam
pengertian penyesuaian substansi, sekaligus metode dan strategi dengan
karakteristik siswa atau peserta didik. Prinsip ini mongukuhkan asas pengajaran
yang berpusat Pada Siswa, dan pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangannya
amat menentukan dalam penyusunan perencanaan, dan menjadi titik awal dalam hill
pemahaman mengenai kebutuhan dan kemampuan siswa.
Sudah lazim kita
pahami tentang konsep perkembangan Kognitif, dan betapa penting bagi guru Untuk
memahami proses kognitif karena mempengaruhi belajar Tahap‑tahap perkembangan
kognitif yang diteorikan oleh Piaget, yakni (1) sensorimotor, (2)
pre‑operational, (3) concret operationals, dan (4) formal operations, banyak
mempengaruhi kurikulum pendidikan jasmani dewasa ini.
Perkernbanggan gerak
yang menunjukkan fase penguasaan keterampilan di sepanjang hayat juga merupakan
titik awal bagi pengembangan model pengajaran. Wilayah binaan yang tak kalah
pentingnya ialah domain afektif yang di Indonesia, karena pengajaran didikte
oleh sistem evaluasi yang serba terukur menyebabkan bagaimana membina
perkembangan afektif ‘ini menjadi kurang sistematik. jika bukan disebut hanya
sebagai dampak pengiring. Betapa pentingnya kecakapan hidup berupa pengendalian
diri yang bertumpu pada pengendalian emosi, sama halnya kemampuan memotivasi
diri disertai dengan ketekunan yang menjadi landasan bagi pencapaian prestasi
dalam bidang apa saja, yang sesuai dengan bakat seseorang.
Adegan‑adegan dalam
permainan atau pelaksanaan tugas ajar dalam konteks pengajaran pendidikan
jasmani, sungguh menyediakan banyak kesempatan bagi pengembangan domain afektif
ini. Kejujuran dan tanggung jawab misaInya banyak sekali dijumpai dalam
peristiwa permainan dan peragaan ketangkasan, dan peluang ini sia‑sia belaka
jika tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.
Teori pemrosesan
informasi dan penyimpanannya misalnya telah mencoba untuk mengkaji persoalan
ini dalam konteks penguasaan keterampilan gerak. Upaya ini sangat bermanfaat
untuk memahami proses kognitif yang melandasi kemampuan seseorang untuk belajar
dan memecahkan masalah. Pengetahuan ini disebut “metacognition ” (pengetahuan
tentang proses kognitif yang dimiliki seseorang).
Pengalaman
menunjukkan bahwa kunci‑kunci pelaksanaan tugas gerak yang disampaikan oleh
guru atau pelatih tidak lebih dari sebuah rambu‑rambu ) ang memudahkan siswa
atau atlet untuk mengingat konsepnya, tetapi dalam pelaksanaannya, terutama
keputusan‑keputusan yang bersifat situasional adalah tergantung pada siswa
atau atlet itu sendiri. Fenomena ini tampak misalnya dalam pelaksanaan tugas
gerak yang tergolong “keterampilan terbuka” atau open skill. dalam keadaan,
pangaruh faktor lingkungan sangat dominan sehingga seseorang dihadapkan dengan
tantangan untuk memecahkan masalah sendiri.
Seperti sudah
disinggung di muka perbincangan tentang pentingnya faktor perhatian dan
fenomena arousal atau bangkit yang Mempengaruhi kinerja seseorang Tema ini tak
kalah menariknya dengan tema penyimpanan informasi jangka pendek dan jangka
panjang, penyimpanan perbendaharaan gerak dalam pusat memori Yang kemudian siap
untuk dipanggil kembali.
Teori motivasi,
termasuk jenisnya (intrinsik dan ekstrinsik) tidak kalah menariknya, sama
halnya dengan persoalan “transfer of learning”, bagaimana suatu kecakapan dam
mempengaruhi penguasaan kecakapan baru lainnya dalam bentuk nilai alihan
positif manakala kecakapan lama mendukung atau memperkuat perolehan kecakapan
baru, atau bersifat negatif, bila efeknya sebaliknya.
Berkaitan dengan
persoalan ini dalam konteks pendidikan jasmani, lebih‑ebih dalam olahraga
kompetitif tingkat tinggi sangat dibutuhkan fleksibilitas kognitif, yakni
kecakapan untuk mengevaluasi suatu masalah dari beberapa sudut pandang, dan
kemudian melihat beberapa kemungkinan interpretasinya.
Pengungkapan
pemahaman tentang peserta didik ini, seperti halnya di Indonesia memerlukan
upaya yang lebih banyak melalui penelitian. Beberapa contoh penelitian diluar
negeri berkenaan dengan karakteristik siswa:
- Pengaruh aktivitas jasmani
terhadap self‑esteem (Gruber, 1985)
- Pertumbuhan dan perkembangan
(Broekhoff, 1985)
- Perkembangan sosial (Sage,1985)
- Kognisi siswa (Amelia Lee, dkk
(1992)
Knowledge
of educational goals
Pengetahuan ini
berkenaan dengan tujuan, maksud dan struktur sistem pendidikan nasional. Apa
yang diharapkan guru pada siswa untuk dipelajari di kelas, sehaluan dengan
cita‑cita pembangunan nasional. Pembelajaran berlangsung untuk mencapai
tujuan dalam keadaan peserta didik memiliki kebebasan untuk semua terlibat,
bertanggung jawab dan menikmati iklim kemerdekaan untuk menyelidik, menemukan,
mengembangkan dan memahami keterampilan, menghayati nilai‑nilai yang
dibutuhkan bagi pengembangan sebuah masyarakat madani (civil society) yang
adil. Penelitiannya terkait dengan riset dalam kurikulum studi tentang
orientasi nilai (misalnya, Ennis, 1992), hidden curriculum (misalnya, Bain
(1989); tujuan & nilai pendidikan (misalnya, Hellison, 1993)
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani terdiri dari kata pendidikan dan jasmani, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan sesorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 1989), jasmani adalah tubuh atau badan (fisik). Namun yang dimaksud jasmani di sini bukan hanya badan saja tetapi keseluruhan (manusia seutuhnya), karena antara jasmani dan rohani tidak dapat dipisah-pisahkan. Jasmani dan rohanai merupakan satu kesatuan yang utuh yang selalu berhubungan dan selalu saling berpengaruah.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia
Pendidikan jasmani terdiri dari kata pendidikan dan jasmani, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan sesorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 1989), jasmani adalah tubuh atau badan (fisik). Namun yang dimaksud jasmani di sini bukan hanya badan saja tetapi keseluruhan (manusia seutuhnya), karena antara jasmani dan rohani tidak dapat dipisah-pisahkan. Jasmani dan rohanai merupakan satu kesatuan yang utuh yang selalu berhubungan dan selalu saling berpengaruah.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia
Pendidikan jasmani adalah suatu proses
pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan
secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh
pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan
keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis
dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila.
Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam
arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari
asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga)
berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan
atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina
kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia.
Perbedaan
Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga
Pendidikan Jasmani / Pendidikan
Olahraga
- Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan
ini adalah : "Apakah pendidikan jasmani?" Pertanyaan yang cukup aneh
ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalarn kurikulum 1984, menjadi pelajaran "pendidikan jasmani dan kesehatan" (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah ` hasil ' dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri¬ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran.
Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan olahraga adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola voli, mereka balajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan.
Guru demikian akan berkata: "kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola dan instruksikan anak supaya bermain langsung yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demontrasi temannya yang sudah mahir. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan “kalau anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam dan mereka akan bisa sendiri.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalarn kurikulum 1984, menjadi pelajaran "pendidikan jasmani dan kesehatan" (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah ` hasil ' dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri¬ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran.
Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan olahraga adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola voli, mereka balajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan.
Guru demikian akan berkata: "kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola dan instruksikan anak supaya bermain langsung yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demontrasi temannya yang sudah mahir. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan “kalau anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam dan mereka akan bisa sendiri.
Beda
dan Persamaan Pendidikan jasmani dengan Pendidikan Olahraga
Pendidikan Jasmani dan Olahraga
(Penjas-Or) merupakan bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar
dan Menengah. Dengan pengelolaan yang tepat, maka pengaruhnya bagi pertumbuhan
dan perkembangan Jasmani, Rohani dan Sosial Peserta didik tidak pernah
diragukan.
Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani.
Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga).
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, dari pada hanya menganggapnya sebagai seorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pendidikan jasmani ini harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistic tubuh jiwa ini termaksud pula penekanan pada ketiga domain kependidikan, psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa”. Artinya, dalam tubuh yang baik “diharapkan” pula jiwa yang sehat, seperti dengan pepatah “men sana in corporesano” Akan tetapi, apakah kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan asmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat ini bersifat dominant dalam masyarakat kita atau diantara pengembang tugas penjas sendiri. Masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani disekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas disekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang lebih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani dikita masih tidak ditekankan kemana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali.
Contoh dimana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjukan pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani dilapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita juga harus mempertimbangkan hubungan antar bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu popular dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktifitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan didalam keduanya.
Olahraga dipihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang teorganisasi, yang menepatkanya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Diatas semua pengertian itu, olahraga adalah aktifitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kopetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain, karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan prestasi.
Ada 4 aspek yang membedakan antara Pendidikan Jasmani dengan Olahraga antara lain:
1. Tujuan Pendidikan Jasmani disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang menyangkut pengembangan seluruh pribadi anak didik, sedangkan tujuan Olahraga adalah mengacu pada prestasi unjuk laku motorik setinggi-tingginya untuk dapat memenangkan dalam pertandingan.
2. Isi Pembelajaran dalam pendidikan jasmani disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak didik, sedangkan pada olahraga isi pembelajaran atau isi latihan merupakan target yang harus dipenuhi.
3. Orientasi Pembelajaran pada pendidikan jasmani berpusat pada anak didik. Artinya anak didik yang belum mampu mencapai tujuan pada waktunya diberi kesempatan lagi, sedangkan pada olahraga atlet yang tidak dapat mencapai tujuan sesuai dengan target waktu dianggap tidak berbakat dan harus diganti dengan atlet lain.
4. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang dipakai untuk mengetahui entry behavior, sedangkan pada olahraga bertujuan untuk memilih atlet berbakat.
Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani.
Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga).
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, dari pada hanya menganggapnya sebagai seorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pendidikan jasmani ini harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistic tubuh jiwa ini termaksud pula penekanan pada ketiga domain kependidikan, psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa”. Artinya, dalam tubuh yang baik “diharapkan” pula jiwa yang sehat, seperti dengan pepatah “men sana in corporesano” Akan tetapi, apakah kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan asmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat ini bersifat dominant dalam masyarakat kita atau diantara pengembang tugas penjas sendiri. Masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani disekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas disekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang lebih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani dikita masih tidak ditekankan kemana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali.
Contoh dimana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjukan pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani dilapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita juga harus mempertimbangkan hubungan antar bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu popular dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktifitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan didalam keduanya.
Olahraga dipihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang teorganisasi, yang menepatkanya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Diatas semua pengertian itu, olahraga adalah aktifitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kopetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain, karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan prestasi.
Ada 4 aspek yang membedakan antara Pendidikan Jasmani dengan Olahraga antara lain:
1. Tujuan Pendidikan Jasmani disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang menyangkut pengembangan seluruh pribadi anak didik, sedangkan tujuan Olahraga adalah mengacu pada prestasi unjuk laku motorik setinggi-tingginya untuk dapat memenangkan dalam pertandingan.
2. Isi Pembelajaran dalam pendidikan jasmani disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak didik, sedangkan pada olahraga isi pembelajaran atau isi latihan merupakan target yang harus dipenuhi.
3. Orientasi Pembelajaran pada pendidikan jasmani berpusat pada anak didik. Artinya anak didik yang belum mampu mencapai tujuan pada waktunya diberi kesempatan lagi, sedangkan pada olahraga atlet yang tidak dapat mencapai tujuan sesuai dengan target waktu dianggap tidak berbakat dan harus diganti dengan atlet lain.
4. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang dipakai untuk mengetahui entry behavior, sedangkan pada olahraga bertujuan untuk memilih atlet berbakat.
PERBEDAAN
PENDIDIKAN FORMAL DAN NONO-FORMAL
Pendidikan formal
yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan
yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih
difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat.
Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan Negara adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Mulai dari anak tukang sapu jalan, anak tukang dagang martabak mesir, anak tukang jamret, anak pak tani, anak bisnismen, anak pejabat tinggi Negara, dan sebagainya harus bersekolah, minimal 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.
Mungkin dari
kita yang mempertanyakan apakah sebenarnya
fungsi pendidikan
formal tersebut? Kenapa kita bersekolah?
dan mengapa semakin tinggi jenjang
pendidikan kita maka semakin baik?.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah
yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk
masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat dalam menjadi warga Negara.
Ada beberapa Krateristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu;
- Pendidikan diselengarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarki
- Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen.
- Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
- Materi atauisi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.
- Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan dimasa yang akan datang.
Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah mencari fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab;
- Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini undang-undang pendidikan UUSPN nomor 20 tahun 2003.
- Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan and tingkat pendidikan kepadanya masyarakat oleh masyarakat dan bangsa.
- Tanggungjawab fungsional ialah: Tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari para guru.
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Peran sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sementara itu, dalam perkembangan keperibadian anak didik, peranan sekolah dengan melalui kurikulum, anatara lain sebagai berikut:
- Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan )
- Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.
- Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan formal memiliki peran dan fungsi yang berdasarkan asas-asas dan tanggung jawab yang berbeda-beda yang salah satunnya telah ditetapkan oleh UUD No. 20 Tahun 2003 yang berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana sub-sistem tersebut berperanan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pedagogi olahraga
(sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahraga yang masih muda usianya
dengan kedudukan sangat berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin iImu
keolahragaan lainnya untuk mendukung pemahaman bagi kelangsungan proses
pembelajaran atau tindakan yang bersifat mendidik. Proses pembelajaran itu
melibatkan keterjadian transaksi antara guru dan peserta didik, dan dalam
proses itu penguasaan 7 kategori pengetahuan menjadi amat penting yang
dipandang sebagai batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga. Dalam kaitannya
dengan penyelenggaraan pendidikan jasmani, pengembangan model‑model
pengajaran berlandaskan pada batang tubuh pengetahuan tersebut.
Untuk penyelenggaraan
pengajaran yang berhasil dalam pendidikan jasmani dan olahraga, ketujuh
kategori pengetahuan itu tidak saja dapat diungkapkan kembali oleh guru yang
bersangkutan, tetapi pengetahuan itu harus sampai pada tataran penerapan Pada
waktu sebelum, selama dan setelah pengajaran berlangsung. Lebih rumit lagi
karena pengetahuan itu harus dapat diselaraskan dengan kondisi pengajaran yang
berubah‑ubah yang amat spesifik pada setiap saat.
Pengembangan pedagogi
olahraga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan jasmani dan
olahraga khususnya di lingkungan lembaga pendidikan formal dan non‑formal,
Karena itu, penelitian untuk mengembangkan batang tubuh pedagogi olahraga di
sekitar 7 kategori pengetahuan sangat diperlukan dengan menerapkan paradigm penelitian
yang sesuai dengan topik masalahnya. Tradisi penggunaan analisis secara empiric
masih populer, meskipun pendekatan kualitatif kian menunjukkan peningkatan
dalam penerapannya sekitar dua dasawarsa, meskipun masih amat terbatas di
Indonesia.
Saran
Saya selaku penulis sangatlah membutuhkan kritikan dan saran dari para
pembaca yang nantinya akan dapat membuat makalah ini jadi lebih sempurna. Tak
lupa juga ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pembaca yang telah
meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua,terutama bagi saya selaku penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
beda-dan-persamaan-pendidikan-jasmani dan
definisi-olahraga 1.html
definisi-pendidikan-jasmani.html
pedadogi 1.html
pedagogi olahraga.html
id.wikipedia.org/wiki/Pedagogi
Pedagogi.htm
por.sps.upi.edu/?p=49
Pendidikan Olah Raga SPs » PEDAGOGIK OLAHRAGA.htm
id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal
Pendidikan_formal.htm
pendidikan-formal.html
pengertian jasmani.html
Pengertian Olahraga dan pedagogi.htm
Pengertian Pendidikan nonformal.htm
pengertian_definisi_olahraga_.html
pengertian-pendidikan-formal-dan non formal.html
PERBEDAAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA « Rosy46nelli's Blog.htm
perbedaan-pendidikan-jasmani-dan pend or.html
id.answers.yahoo.com › ... › Lain-lain
- Pendidikan & Referensi
tujuan pend non formal.htm
id.answers.yahoo.com › ... › Pendidikan
Tinggi (Universitas)
tujuan pendidikan formal.htm
Materi pa Habibi sangat baik( mantap ) kalau boleh kirimkan ke gmail ku, terimakasih
BalasHapusPa Habibi ,ma'afyaa, saya ikut gofi materi bapa ya untuk bahan kuliah saya, salam olahraga dariku, M . Syahruddin, S. Pd, Guru Penjas Or SMAN 1 Banjarmasin Kalimantan Selatan, Salam Olahraga, Makasih Bapa.
BalasHapus